Wednesday, February 6, 2019

Mengunjungi Desa Talempong, Kabupaten Situbondo


Satu sudut perkampungan Desa Talempong

Sepekan ini saya lagi di kampung tanah kelahiran saya di Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Rupanya ada besan dari kerabat keluarga besar ibu yang meninggal dunia. Namun ibu dan keluarga besar ibu belum punya kesempatan untuk pergi takziah. Kendala utama yang mereka hadapi adalah jarak menuju lokasi yang cukup jauh meski masih dalam satu wilayah kabupaten. Mereka pun berencana untuk pergi takziah bersama-sama alias rombongan, emak-emak gitu lho.... Mumpung saya lagi di kampung, mereka sepakat untuk mencarter mobil saya saja dan saya menyetujuinya. (Lumayaaan, mereka bilang mau carter kan, bukan pinjam, kwkwkwk, dasar matre 😁)

Awalnya, kakak yang akan mengemudikan kendaraan dan membawa mereka. Tapi mendengar obrolan para emak itu tentang lokasi yang akan dituju, saya memutuskan untuk mengemudikan kendaaran sendiri. Jadilah hari ahad, 3 februari lalu, saya berkunjung ke Desa Talempong, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, untuk mengantarkan ibu dan kerabat-kerabat ibu yang semuanya adalah emak-emak takziah ke sana.

Ini adalah kunjungan pertama saya ke Desa Talempong. Sebuah desa yang berada di dataran tinggi wilayah barat Kabupaten Situbondo. Jaraknya sekitar 5 km menuju selatan dari jalan raya pantura terdekat di daerah Kecamatan Banyuglugur. Menuju lokasi, medan jalan yang harus saya tempuh adalah jalanan berkelok dan menanjak dengan lebar jalan yang beraspal nyaris tidak cukup untuk 2 kendaraan roda 4. Beberapa titik yang saya lalui cukup ekstrem, yaitu berupa tanjakan dengan bukit di satu sisi dan jurang di sisi lainnya. Alhamdulillah, kendaraan yang lalu lalang tidak banyak, jadi saya bisa leluasa berkendara tanpa khawatir terlalu ke pinggir mendekati bibir jurang atau ke tebing perbukitan.

Saya berdiri di jalan depan rumah yang berada tepat di sebelah rumah yang atapnya terlihat.
Sekilas seolah saya sedang berada di loteng, ya.

Seperti suasana alam pegunungan pada umumnya, suasana sepanjang perjalanan begitu indah dipandang dan menyejukkan. Musim hujan membuat pemandangan alam hutan didominasi oleh tanaman hijau yang terlihat sejauh mata memandang. Ada berbagai jenis tanaman hutan yang tumbuh di sana. Ada pula beberapa lahan yang dimanfaatkan penduduk sekitar untuk menanam padi dan palawija. Semuanya terlihat hijau dan subur. Benar-benar lokasi yang tepat untuk menyegarkan dan menghijaukan mata.

Saya sengaja mengemudikan kendaraan dengan kecepatan pelan hingga sedang. Selain karena beberapa medan yang cukup ekstrem, tentu saja agar saya bisa menikmati selama mungkin anugerah Allah yang begitu indah itu. Mengamati setiap objek yang tidak bisa ditemui di sekitar tempat tinggal menjadi sesuatu yang mengasikkan buat saya. Andai tidak sedang membawa penumpang "penting" yang semuanya emak-emak, ingin rasanya saya turun dan berhenti di beberapa titik untuk mengabadikan suasana sekitar dalam gambar. (Pingin narsis juga rasanya, haha...)

Air Terjun Talempong
Sumber foto: journeymyadventure.blogspot.com

Ada yang menarik, di papan nama yang terpasang di sisi jalan, saya baru tahu kalau di desa ini terdapat air terjun. Informasi yang saya dapat dari tuan rumah yang kami kunjungi, bahkan tidak hanya satu, tapi ada tiga air terjun. Namun yang ramai dikunjungi, khususnya saat hari libur, hanya satu lokasi air terjun, yang dikenal dengan nama Air Terjun Talempong. Nama Air Terjun Talempong diambil dari nama desa tempat air terjun itu berada. Hmm, saya jadi makin geregetan pingin datang ke desa ini lagi nanti. Sementara cukuplah saya puas menggali informasi dan menikmati suasana perkampungan Desa Talempong yang berada di lereng gunung.

(Tunggu cerita saya tentang Air Terjun Talempong setelah saya berkunjung ke sana, ya... Kapan waktunya saya nggak bisa janji. Ditunggu saja, haha... Tapi saya kok ragu sendiri ya sama janji emak-emak, eh, janji saya yang sudah emak-emak ini maksudnya. Kali ini cukup intip gambarnya saja dulu, yang saya peroleh lewat bantuan internet, hehe...)

Setelah 2 jam, acara takziah selesai. (Lama juga, ya? Biasalah emak-emak kalau ketemu, hihi.) Kami pun pamit kepada tuan rumah dan langsung cuuus naik ke kendaraan menuruni lereng gunung. Ternyata tidak ada satu pun dari emak-emak yang saya bawa, mengetahui kalau di desa ini terdapat air terjun. Mungkin emak-emak ini sudah begitu sibuk dengan urusan rumah dan keluarganya, karena mereka memang para emak "sejati". 

Jalanan menurun yang di kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan hijau dan rindang

Sebagian lahan yang dimanfaatkan penduduk untuk bertani yang berada dekat dengan aliran sungai

Oya, di tengah jalan, mendekati jalanan yang menyempit, saya berpapasan dengan sebuah mobil. Dengan senang hati saya memilih untuk berhenti dan mempersilakan mobil itu lewat. Saya pun jadi punya kesempatan untuk mengabadikan sebagian pemandangan yang begitu menghijaukan itu. Melihat apa yang saya lakukan, terdengarlah celetukan riuh rendah para emak yang berada di mobil. (Maklumin ya, Mak. Emak yang satu ini emang narsis meski tidak terlalu kekinian, agak kudet, kwkwkwk.)

Alhamdulillah, selesai juga tugas saya mengantarkan para emak naik-naik ke puncak gunung, eh, ke lereng gunung Desa Talempong. Saya antarkan mereka semua kembali ke rumah masing-masing. Penumpang terakhir yang turun tidak lupa menyodorkan sejumlah uang bersama ucapan terima kasih yang begitu tulus terdengar di telinga saya. Rupanya ada yang memberi uang lebih sebagai bentuk terima kasih karena si emak sudah diantar hingga depan rumah meski jaraknya agak (sedikit) jauh. 

Ya Allah, begitu banyak nikmat yang telah Engkau berikan, alhamdulillah (lagi dan lagi)....
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang (mau) kamu dustakan?"


*Tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan SETIP bareng Estrilook

#SemingguTigaPostingan
#jalanjalan

Monday, February 4, 2019

Membangkitkan Semangat Ngeblog dengan SETIP Bareng Estrilook


Awal bergabung dengan grup Estrilook di FB, niat saya sih mau ikutan menulis artikel di Estrilook.com seperti yang pernah saya lakukan di salah satu media online. Tapi ujian kecil datang di waktu yang hampir bersamaan. Waktu untuk menulis rasanya seperti tak ada atau tidak bisa saya buat ada. Atau mungkin saya yang kurang sungguh-sungguh mengusahakannya. Atau jangan-jangan menulis memang belum menjadi passion saya? Begitulah! Alasan kalau ditulis memang bisa sangat panjang. Bukankah akan selalu ada alasan untuk suatu "kegagalan"? Padahal alasan sebenarnya sederhana, saya sibuuuk dan sedikit malas. Tuh kan, beralasan lagi, haha... Tapi alasan terakhir benar-benar perlu diwaspadai. Hati-hati dengan virus "malas". Karena ini mudah sekali menyerang para emak seperti saya, hehe...

Sedikit flasback, tadinya saya tidak ada niat nyemplung ke dunia sosial media, termasuk "bermain-main" dengan blog. Saya memang lebih memilih untuk berkhidmat pada keluarga dan meletakkan urusan keluarga sebagai prioritas. ("Semua ibu dan istri sama kali, Maaak, bukan cuma situ doang, qiqiqi...") Tapi makin ke sini, tantangan yang saya hadapi sebagai ibu dan istri itu terasa kian berat. (Halah, kok jadi drama banget sih!) Mendapati suami sesekali mengisi waktu luangnya dengan ber-sosmed, jadilah saya kepingin juga. (Ngiri nih ye, hihi...) Ternyata ber-sosmed memberi hiburan tersendiri buat saya. Meski tak selalu bisa mengusir jenuh, menyimak status teman-teman di FB bisa juga meringankan beban dan membuat saya jadi lebih bersyukur. Alhamdulillah...

Dengan menyimak status teman-teman di FB, saya juga mulai belajar banyak hal, termasuk menulis. Awalnya saya hanya belajar menulis status. Ya, gampangnya biar pesan dari status yang saya tulis bisa sampai pada yang membaca. Tapi kemudian jadi galau juga. Kenapa yang mau saya tulis lebih banyak curhat-nya, ya? Lebih serius belajar menulis, agar tulisan tidak hanya berisi curhatan, saya pun bergabung dengan komunitas kepenulisan dan mulai ikut kelas menulis. Pertama kali yang saya ikuti adalah kelas menulis artikel. Dari ikut kelas itu saya jadi punya akun di Kompasiana. Salah satu tulisan sempat jadi trending topic pula. (Jadi bikin nagih buat terus menulis, hihi...) Tapi sepertinya itu keberuntungan sih, lebih karena tokoh yang saya tulis memang orang top. (Btw. saya masih kagum sama beliau nih sampai hari ini.)

Banyak keuntungan yang saya dapat dari bergabung dengan komunitas kepenulisan. Jadi lebih banyak teman yang memiliki ketertarikan sama untuk belajar menulis, itu pasti. Tapi yang paling menguntungkan adalah ilmu-ilmu kepenulisan yang mereka sebarkan di grup, luar biasa banyak dan selalu up to date. Mereka tidak segan berbagi ilmu, membuat saya jadi lebih semangat belajar menulis. Beberapa dari mereka ada yang memberikan ilmunya dengan membuka kelas-kelas gratis. Kalau sebelumnya saya mengikuti kelas berbayar untuk kelas menulis artikel, setelahnya saya berkesempatan mengikuti kelas gratis dan itu adalah kelas membuat blog. (Ah, emak paling suka kalau dapat yang gratisan, eh, saya aja kali, hihi...)

Alhasil, sejak awal tahun 2014 saya resmi punya blog. Sayangnya saya yang aslinya memang gaptek ini tidak serius ngeblog.  Jadi meski usia blog sudah lama, isinya banyakan zonk-nya, hehe... Kalau dilihat dari riwayat postingan blog, benar-benar deh, saya memang belum pantas disebut blogger. Sempat semangat ngeblog di kisaran tahun 2016, berkat ikut tantangan ODOP alias One Day One Post. Tapi setelah tantangan selesai seolah selesai pula kegiatan menulis saya. Ujung-ujungnya saya seperti mundur teratur dari dunia blog, lalu menyerah dengan berbagai alasan. Tahun 2017 dan 2018 menjadi tahun paling "mengenaskan" bagi blog saya. Dalam setahun hanya bisa posting 4 dan 2 tulisan. (Tepok jidat! Gitu mau ngaku blogger. Melasnya saya...)

Tapi, tentu saja saya tetap menyimpan bara semangat untuk suatu saat kembali menulis di blog. (Lebay! Biarin!) Kapankah waktu itu tiba? Mungkin saat ini. Saya memutuskan untuk mengikuti tantangan menulis blog untuk menjaga semangat menulis agar tetap onfire. Oya, meski lama tidak ngeblog, saya memilih untuk tetap bergabung dalam beberapa komunitas blogger. (Untung nggak ditendang dari grup, hihi...) Sejak awal tahun saya sudah ingin mulai ngeblog (lagi), tapi masih maju mundur mau ikut tantangan menulis. Karena biasanya tantangan yang ada adalah ODOP. Jujur, saya belum berani untuk saat ini. Rasanya akan terlalu berat buat saya, yang itu pasti lebih berat dari rasa rindu si Dilan. (Hayyah... makin lebay aja jadinya.)



Alhamdulillah, saya merasa beruntung bergabung dengan Estrilook. Meski bukan grup khusus blogger, Estrilook juga memberi ruang buat yang suka ngeblog. Beberapa kali Estrilook mengadakan tantangan ODOP. Tapi kali ini Estrilook memberikan tantangan baru dalam menulis blog yang friendly banget buat yang baru belajar ngeblog atau yang mau memulai ngeblog lagi setelah sekian lama "raib". Itulah kenapa saya memutuskan untuk ikut tantangan SETIP yang diadakan Estrilook. SETIP alias Seminggu Tiga Postingan, cocok banget kan buat yang "sedikit malas" menulis blog seperti saya. Harapannya SETIP ini bisa menghapus kemalasan dalam menulis blog, khususnya menghapus kemalasan saya, haha...

Jadi, ada yang sudah punya blog tapi masih punya "virus malas" buat mengisinya? Ayo, buruan ikutan SETIP bareng Estrilook. InsyaAllah, dengan SETIP ini menulis blognya nggak perlu terlalu ngos-ngosan, hihi... Yuuuk, ah, mumpung baru aja mulai. Masih banyak kesempataaan...


*Tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan SETIP bareng Estrilook


#SETIP
#SemingguTigaPostingan
#KenapaIkutSETIP