Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts
Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts

Thursday, March 28, 2019

Hujan Adalah Rahmat dan Berkah, Bukan Sumber Musibah


Hujan deras

Sebagai negara yang berada di kawasan tropis, Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini bergantian dalam siklus masa tertentu selama satu tahun. Seharusnya masing-masing secara seimbang mengisi waktu dalam setahun tanpa ada ketimpangan, yaitu 6 bulan kemarau dan 6 bulan hujan. Namun perubahan iklim bumi membuat keseimbangan alam cukup terganggu, termasuk keseimbangan masa musim yang sedang terjadi. 

Indonesia sempat mengalami kemarau cukup lama. Sehingga beberapa daerah mengalami kekeringan. Namun begitu datang musim hujan, yang terjadi kemudian cukup ekstrem, tidak seperti yang diharapkan. Kekeringan mungkin teratasi, tapi datang "ancaman" baru yang dianggap sebagai dampak datangnya musim hujan. Ya, musim hujan di beberapa daerah di Indonesia sudah identik dengan banjir yang kerap melanda. Bencana seperti tiada hentinya mengepung negeri ini dengan timbunya kekeringan saat hujan tak datang dan terjadinya banjir kala musim hujan tiba. 

Hmm, ada tanda tanya besar. Seolah biang bencana yang terjadi adalah karena hujan. Kasian hujan, ia tak datang salah, ia datang pun dianggap bikin susah. Apakah sebenarnya salah hujan? Bukankah Allah sudah menciptakan bumi dan semua yang berhubungan dengannya, termasuk hujan, dalam porsi yang seimbang? Mungkin sudah waktunya kita melakukan perenungan mendalam atas berbagai fenomena alam yang terjadi tidak seperti harapan kita.

Tentang hujan, Allah menjelaskan dalam Al Quran surat Az Zukhruf ayat 11,

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَجَعَلَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya: "Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (ukuran tertentu yang diperlukan), lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)."

Dalam Ensiklopedia Al-Qur'an tulisan Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, beliau menulis penjelasan ayat 11 surah Az Zukhruf sebagai berikut:
"Dan yang menurunkan hujan dari awan menurut kadar yang diperlukan dan sesuai dengan kemaslahatan, lalu Kami hidupkan dengan hujan itu negeri yang mati dan tandus, seperti itulah kalian akan dikeluarkan dalam keadaan hidup dari dalam kubur untuk dihisab dan diberi balasan."

Dengan kata lain, air hujan yang Allah turunkan itu sudah sesuai dengan kebutuhan manusia, tidak kurang dan tidak lebih. Dalam suatu kajian ilmiah pernah disebutkan bahwa air yang turun dari langit lewat hujan, jumlahnya sama dengan air yang naik ke langit melalui proses penguapan. Kalau kemudian yang terjadi justru kekurangan air atau air menjadi berlebih maka sudah sepantasnya kita sebagai manusia yang menghuni bumi memikirkan apa penyebabnya.

Di ayat yang lain Al-Qur'an menyebut hujan sebagai rahmat dan berkah.

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

Artinya: "Dan Dia-lah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah Maha Pelindung, Maha Terpuji." (QS. Asy Syuuraa: 28)

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Artinya: "Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen." (QS. Qaaf: 50)

Air sebagai sumber kehidupan akan selalu dicari dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia. Setelah musim kemarau yang cukup lama, semua makhluk pasti merindukan datangnya hujan. Tidak hanya manusia, tapi juga makhluk Allah yang lain seperti binatang dan tanaman. Beberapa binatang mengurangi aktivitasnya untuk menekan rasa haus pada musim kemarau. Sebagian tanaman juga menggugurkan daunnya sebagai cara untuk bertahan hidup selama musim kemarau. Mereka semua menunggu turunnya rahmat dari Allah berupa air yang turun dari langit. Adalah kesalahan ketika manusia menyambut datangnya musim hujan dengan gundah lantaran merasa terancam akan dampaknya.

Hujan adalah rahmat. Allah menurunkan hujan sebagai bentuk keberkahan. Yang dengan air hujan itu tanaman bisa kembali tumbuh dan mengeluarkan daunnya. Binatang-binatang pun bisa kembali beraktivitas setelah kebutuhannya akan air tercukupi dan melanjutkan tugasnya sebagai makhluk di bumi. Petani bisa kembali bercocok tanam. Peternak bisa menggemukkan binatang-binatang ternaknya dan mengisi kembali kolam-kolam ikannya dengan air yang selama kemarau tidak didapatinya. Kita bahkan bisa langsung merasakan segarnya aroma tanah basah setelah terkena air hujan. Tidak hanya itu, udara yang kita hirup setelah turun hujan juga terasa lebih bersih. Begitu besar manfaat hujan bagi kehidupan, serta membawa rahmat dan keberkahan.

Ketika hujan yang turun malah memunculkan masalah dan dianggap sebagai sumber musibah, sudah waktunya manusia sebagai makhluk Allah yang berakal memikirkannya. Sudah saatnya manusia berpikir kenapa sampai terjadi banjir dan bukan mempermasalahkan hujan yang turun. Jika kita mau jujur, banjir dan kekeringan sebagian besar terjadi karena kelalaian kita dalam menjaga alam yang sudah banyak memberi manfaat pada kehidupan kita. Hutan digunduli sehingga tidak ada lagi pohon yang bisa menyerap dan menyimpan air hujan. Akibatnya saat kemarau mudah sekali timbul kekeringan dan ketika hujan turun dengan cepat timbul banjir. Selain penggundulan hutan, penataan pembangunan yang tidak mengindahkan alam dengan mengabaikan saluran air menjadi masalah timbulnya banjir di daerah pemukiman.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada kita sebuah doa ketika hujan turun, yaitu اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً yang artinya: "Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat." Doa ini Rasulullah ajarkan kepada kita dengan tujuan agar Allah melipatgandakan rahmat dan keberkahan diturunkannya hujan. Semoga dengan membaca doa ini, Allah juga akan menghindarkan kita dari terjadinya musibah yang berpotensi menimpa kita meski itu akibat ulah kita.

Sungguh, betapa besar nikmat yang Allah selipkan di antara butiran-butiran air yang sudah Dia turunkan dari langit. Nikmat yang seharusnya bisa dirasakan tidak hanya oleh umat manusia, tetapi juga oleh seluruh makhluk Allah yang hidup di muka bumi. Namun seluruh makhluk yang ada di muka bumi malah terancam saat datang hujan diakibatkan oleh kelalaian segelintir manusia.

Kini musim hujan telah tiba. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang diliputi rahmat dan keberkahan dengan memperoleh manfaat yang besar dari turunnya hujan.
Aamiiin yaa Robbal alamiiin....


*tulisan ini diikutsertakan dalam program SETIP bareng Estrilook

#SemingguTigaPostingan 
#day12 

Friday, April 22, 2016

Jakarta Macet dan Banjir?


"Tinggal dimana sekarang?" Tanya seorang teman suatu hari.
"Pamulang," jawab saya singkat.
"Tangerang Selatan," jawab saya lagi mencoba menjelaskan, karena teman saya terlihat bingung.
"Sebelah selatannya ibu kota, Jakarta," saya pun menambahkan untuk memperjelas.

Siapa juga yang tidak tahu Jakarta, ibu kota negara kita tercinta, Indonesia. Meski belum pernah menjejakkan kaki, warga negara Indonesia pasti tahu nama ibu kotanya.

Beberapa teman memberi respon "wah" mendengar nama Jakarta disebut. Mereka menganggap ibu kota sebagai kota metropolis yang ramai, mengira ada banyak artis berkeliaran sehingga bisa bertemu setiap saat dengan mereka. "Bekerja di Jakarta, pasti gajinya besar," begitu pikir mereka. Sehingga mereka pun punya keinginan untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Padahal, kalau soal gaji, ya tergantung pekerjaannya, haha...

Namun beberapa teman yang lain justru memberi respon yang berbeda. Respon mereka muncul berdasarkan informasi yang diperoleh dari media tentang Jakarta, dan umumnya benar adanya. Seperti kemacetan yang hampir tiap hari melanda Jakarta. Atau banjir yang kerap terjadi di sana-sini saat musim penghujan tiba.

Orang tua saya sepertinya termasuk kelompok yang kedua ini. Hal ini membuat kekhawatiran mereka sebagai orang tua bertambah saat musim penghujan. Apalagi setelah mendengar informasi terjadinya banjir dari televisi. Bapak saya akan segera menghubungi lewat telpon untuk menanyakan keadaan saya dan keadaan rumah yang saya tinggali kini. Setiap kali telpon, saya selalu sampaikan kepada bapak dan ibu, bahwa berkat doa-doa dari mereka berdua, insya Allah rumah saya tidak terkena dampak banjir.

Seperti banjir yang terjadi kali ini di beberapa daerah di Jakarta dan sekitarnya. Gencarnya berita di media tentang banjir yang terjadi membuat bapak menghubungi saya lewat telpon, pagi-pagi sekali. Tapi jawaban yang sama selalu saya berikan, "Alhamdulillah, kami baik-baik saja, dan rumah kami juga aman." Begitu (seringkali) jawaban saya kepada bapak di telpon. Biasalah, anak kesayangan, begitu dikhawatirkan, hehe...

Kembali ke kota Jakarta. Sepertinya macet dan banjir memang sudah identik dengan kota ini. Dimana disebut nama Jakarta, maka yang muncul dalam benak seseorang tidak akan jauh dari dua hal tersebut. Malah mungkin akan menjadi aneh jika ada berita di pagi hari efektif yang menyebutkan bahwa lalulintas di sepanjang jalan Soedirman, Jakarta, terlihat lengang. Bagaimana bisa???

Tapi tidak ada yang mustahil jika ada usaha. Impian kota Jakarta menjadi kota metropolis yang tanpa macet dan aman dari banjir sangat mungkin bisa terwujud. Dan yang saat ini terkena dampak macet dan banjir, teruslah berdoa dan bersabar, semoga segera diberikan jalan keluar oleh Sang Pemilik Bumi. Amiiiin...


Pamulang, 22 April 2016

#OneDayOnePost
#40

Friday, April 15, 2016

Itu Doa Si Teraniaya, Bukan Karma

"Cucu si Fulan meninggal dalam kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya dijejalkan ke dalam lumpur. Semua perhiasannya diambil, tanpa tersisa satu pun," seseorang membuka cerita."Iyaaa, dulu si Fulan juga pernah berbuat sama kepada anak kampung sebelah. Anak kampung sebelah itu meninggal setelah semua perhiasannya dirampas dan tubuhnya dimasukkan ke dalam lumpur di sawah," sahut yang lain lagi.
"Oooh... kena karma itu..." Kata yang lain ikut menimpali.

Kisah-kisah serupa biasa saya dengar dari para orang-orang tua di kampung, ketika saya kecil dulu. Dan yang dibicarakan oleh mereka bukanlah cerita sinetron seperti yang banyak diputar sekarang. Itu adalah kisah nyata yang kejadiannya menimpa tetangga kanan-kiri, bukan sekadar "qila wa qol" (katanya-katanya) yang identitas korbannya tidak jelas. Dan kejadian-kejadian serupa itu selalu dikaitkan dengan hukum karma. Tapi benarkah memang ada hukum karma?

Istilah "hukum karma" memang sudah ada sejak lama. Dalam hukum karma berlaku anggapan bahwa jika seseorang melakukan hal buruk kepada orang lain, maka seseorang itu pada saatnya kelak akan mengalami hal buruk yang sama. Seperti memperoleh pembenaran, ternyata banyak juga fakta-fakta yang menunjukkan seolah-olah hukum karma ini berlaku dalam kehidupan.

Tapi tidak demikian dalam islam, karena tidak ada dosa dan kesalahan yang diwariskan. Setiap dosa dan kesalahan akan ditanggung oleh pelakunya. Beberapa dosa dan kesalahan manusia telah diatur secara jelas mengenai hukum dan tata cara menebus dosa yang dilakukan. Ambillah contoh paling berat, seperti pada kasus pembunuhan. Dalam islam dikenal adanya hukum qishos yang mengatur peradilan pada kasus pembunuhan.

Namun ada hal yang perlu diwaspadai oleh setiap yang berbuat dosa dan kesalahan, terutama yang ada hubungannya dengan orang lain. Mungkin saja ada kasus pembunuhan yang tidak terungkap, sehingga pelakunya tidak terkena jeratan hukum. Dan pihak korban merasa sakit hati atas kejadian itu. Jika korban bukan termasuk golongan orang-orang yang "boleh" dibunuh, maka itu berarti ada kedholiman yang diperbuat pelaku terhadap korban.

Saat itulah pelaku harusnya hati-hati. Sebagai orang yang didholimi, bisa saja si korban tidak terima dan berdoa kepada Allah agar pelaku mendapat balasan yang sama dengan yang dialami korban atau bahkan lebih buruk lagi. Ingatlah, bahwa doa orang-orang yang terdholimi dan teraniaya itu "tanpa hijab". Langsung didengar Allah, serta lebih mudah dan lebih cepat terkabul.

Jadi, ketika ada seseorang yang mengalami nasib buruk serupa dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukannya pada orang lain, harus diyakini bahwa itu bukan karena karma. Tetapi hal itu terjadi mungkin karena doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang terdholimi atau pun teraniaya oleh sikap dan perilaku seseorang tersebut.

Maka dari itu, jadilah orang baik yang selalu berbuat baik kepada orang lain, sehingga kebaikan-kebaikan itu (juga) akan kembali kepada kita.


Pamulang, 15 April 2016
#berbuat baiklah kepada orang lain

#OneDayOnePost
#35

Friday, March 25, 2016

Ini Tentang Jodoh dan Rasa



Pada suatu siang, si Fulanah sangat menginginkan seporsi rujak manis. Karena begitu inginnya, dia membayangkan rujak manis itu hingga liurnya menetes. Lalu tiba-tiba Fulan--suami si Fulanah, datang untuk istirahat siang dengan dua bungkus rujak manis di tangannya. Betapa senangnya si Fulanah. Apa yang dibayangkannya jadi kenyataan. Eh, padahal si Fulanah tidak memberitahu suaminya kalau dia sedang ingin rujak manis. Baik via sms, telpon, wa, bbm, messenger atau pun media lainnya. Dan si Fulanah juga belum begitu lama menikah dengan suaminya itu. Bagaimana bisa suaminya membawakan sesuatu persis seperti yang diinginkan Fulanah?

Teman-teman yang sudah menikah, pernahkah mengalami kejadian seperti di atas? Saya pernah mengalaminya beberapa kali. Pernah juga saat saya dan suami keluar berdua untuk suatu keperluan, dalam hati saya berkata, "Asyik juga nih kalau mampir beli cemilan." Selesai dengan keperluan kami, sebelum pulang suami lalu bilang, "Bund, beli cemilan itu yuk!" Dan ternyata, cemilan yang kami inginkan sama persis. Nah, lho! Inikah cinta??? Haha... (Yang jomblo jangan ngiri ya..., saya doakan segera ketemu jodohnya, terutama kamuuu... iya, kamuuu...)

Lupakan dulu cinta, coba simak ayat berikut ini:

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
(Al Qur'an surat Ar Ruum ayat 21)

Apa yang teman-teman ingat dari ayat Al Qur'an di atas? Iya, jawabannya seragam, tentang sebuah pernikahan. Ayat itu memang selalu menghiasi sebuah undangan pernikahan atau walimatul 'ursy. Pernahkah teman-teman resapi ayat itu? Cukup diresapi secara sederhana saja, setelah itu bolehlah di crosscek dengan berbagai tafsir yang ada.

"...Dia telah menciptakan untukmu istri-istri..."
Kalau dicermati, menurut penggalan ayat ini setiap manusia--terutama laki-laki, sudah memiliki pasangannya masing-masing. Atau gampangnya bisa dibilang, jodohnya sudah Allah sediakan. Jadi yang jomblo tidak usah khawatir ya... Hanya saja, ada (mungkin) yang dipertemukan di dunia dengan segera, dan ada yang diundur waktunya. Namun ada juga yang ditunda pertemuannya hingga nanti di akhirat. Ini berdasarkan fakta bahwa ada laki-laki yang belum menikah hingga akhir hayatnya. (Semoga yang terakhir ini tidak termasuk kamu... iya, kamuuu... hehe...)

"...supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya...)
Jangan dilupakan penggalan sebelumnya ya, yaitu istri yang Allah sediakan untukmu. Dari penggalan ayat ini, kecenderungan dan ketentraman itu hanya bisa diperoleh dari seseorang yang bertitel istri, bukan dari selainnya. Jadi kalau ada laki-laki yang mengaku merasa nyaman dengan seorang perempuan, padahal dia bukan istrinya, maka kenyamanannya itu adalah sesuatu yang menipu. Tidaklah rasa nyaman itu muncul melainkan peranan nafsu ada di dalamnya. Mau bilang "nggak"? Impossible! Tanyakan pada hatimu! Kenyamanan itu hanya bisa diperoleh dengan kedekatan. Dengan siapa laki-laki bisa dekat--sedekat-dekatnya, jika bukan dengan istrinya? Bukankah dekat dengan wanita yang bukan muhrim itu dilarang? Hmm...

"...dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang..."
Serupa dengan penggalan sebelumnya, Allah hanya akan menanamkan rasa kasih dan sayang itu pada sepasang suami-istri. Yang ini merupakan anugerah terbesar, hadiah terindah sebuah pernikahan, bagi pasangan suami istri. Anugerah dan hadiah yang datang langsung dari Allah. Sehingga darinya akan lahir sifat ramah, santun, peduli, dan sifat mulia lainnya.  Rasa ini pula yang jadi asbab dihadirkannya buah hati yang bisa menjadi penyenang hati bagi mereka. Jadi, sudah selayaknyalah sepasang suami-istri itu banyak bersyukur kepada Allah atas nikmat rasa kasih sayang yang diberikan kepada mereka. Bagaimana dengan pasangan suami istri yang di antara keduanya tidak ada rasa kasih dan sayang? Lihat penggalan berikutnya.

"...Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Iya, kecenderungan, ketentraman dan rasa kasih sayang, hanya mungkin dirasakan oleh pasangan yang benar-benar berjodoh, seperti yang dipilihkan Allah. Karena tidak semua pasangan yang sudah menikah itu pasti berjodoh. Itulah kenapa ada saja pasangan yang sudah jadi suami istri, tapi di antara mereka tidak ada rasa kasih dan sayang. Tengoklah Fir'aun dan Asiyah. Mereka suami istri, tapi pasti Fir'aun bukanlah pasangan yang Allah sediakan bagi Aisyah. Allah pasti menyiapkan Asiyah untuk laki-laki terbaik yang baru akan dipertemukan kelak di surga. Namun bisa jadi, tidak adanya kasih sayang itu merupakan ujian bagi masing-masing pasangan, yang memang datang dari Allah. Dan dibutuhkan sebuah usaha untuk mewujudkannya.

Nah, kembali pada si Fulanah dan suaminya. Apa yang dialami Fulanah menunjukkan adanya kasih sayang di antara dia dan suaminya. Adanya kecenderungan terhadap istrinya, dan rasa tentram yang didapat dari istrinya, membuat suami Fulanah tergerak hatinya untuk menyenangkan istrinya siang itu dengan membawakannya rujak manis. Dan kenapa yang dipilihnya rujak manis? Sesungguhnya itu adalah rahasia Allah. Yang pasti Allah-lah yang menggerakkan hati suami Fulanah untuk melakukan apa yang telah dilakukannya. Itu bagian dari anugerah yang Allah berikan kepada pasangan yang menggukanan perasaannya di jalan yang benar dan halal. Inilah rasa yang bukan sembarang rasa. Rasa yang hadir pada sepasang kekasih yang telah terjalin sebuah ikatan halal bernama pernikahan. 

Dan apakah mereka berjodoh? Tidak perlu dijawab, tapi doakan saja mereka memang berjodoh. Begitu pula dengan mereka-mereka yang sudah menikah, termasuk saya dan suami. Semoga menjadi suami istri yang bahagia di dunia dan di surga. Bisa merasakan kasih sayang dari pasangan, serta ada cinta di antara kita dan pasangan. Yang terpenting juga adalah adanya usaha untuk mewujudkan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan jika rasa itu saat ini belum hadir. Kita tidak pernah tahu siapa "jodoh" yang Allah pilihkan untuk kita hingga kita merasakan kasih sayang sebagaimana yang Allah maksudkan, dan kita diwafatkan di atas keadaan itu.

Wallahu a'lam...


Pamulang, 25 Maret 2016#JumatBarokah
#OneDayOnePost
#20

Thursday, March 17, 2016

Belajar dari Pengalaman

sekali bisa menaklukkan ombak, anak-anak akan mengulanginya lagi,
dan mereka pun jadi tahu, kapan harus melompat menghindari hempasan ombak

Pernah mengalami kejadian yang sama, di tempat yang sama, lebih dari sekali? Hal yang sangat mungkin bisa terjadi. Kalau kejadiannya menyenangkan sih, it's ok waelah. Tapi bagaimana dengan kejadian yang tidak menyenangkan? Hmm, sepertinya kalau kejadian yang tidak menyenangkan sampai terjadi lebih dari dua kali, kita benar-benar sedang butuh kehati-hatian ekstra. Kenapa begitu?

Ingat pepatah "keledai tidak akan terperosok dua kali di lubang yang sama"? Pepatah lama ini pantas rasanya untuk dijadikan bahan renungan. Kalau keledai saja bisa menghindar untuk tidak terperosok lagi di lubang yang sama, seharusnya kita kan bisa lebih pintar dari keledai. Apalagi keledai sudah biasa diidentikkan sebagai binatang yang bodoh. Nah, lho! Hihi...

Saya jadi ingat kejadian semalam. Tadi malam, untuk kali kedua saya memasuki ibu kota Jakarta dengan roda empat tanpa ditemani suami. Pada kali pertama, saya masuk ibu kota pada hari sabtu, hari dimana beberapa kantor tidak buka, alias libur. Saya kira lalulintas bakal sepi, tapi ternyata sama saja--macetnya. Karena tadi malam hari efektif, pastinya lalulintas bakal padat. Dan ternyata memang beneran padat, walau tidak di semua titik. Entah sudah biasa, atau hanya tadi malam, di titik-titik yang padat, beberapa polisi nampak berjaga-jaga.

Sampailah saya di sebuah pertigaan yang jalannya ada tiga lajur. Karena saya mau lurus, saya memilih lajur yang di tengah. Maksud hati agar aman dan tidak mengganggu kelancaran lalulintas. Tapi siapa sangka, ternyata dua lajur kanan dikhususkan untuk kendaraan yang akan berbelok ke kanan. Saya pun pasang aksi, menyalakan reting kiri untuk berjalan lurus. Dan tiba-tiba, "priiit..." suara pluit polisi mengagetkan saya. Ups! Jadi kena tilang deh, hihi...

Selama berkendara, hal yang sama pernah saya alami, tapi di tempat berbeda dan memang belum pernah disemprit polisi. Saya tidak terlalu mengerti "peraturan" yang macam begitu. Kalau kata pak polisi, tindakan saya itu mengganggu antrian orang lain. Hmm, okelah pak polisi, saya maklum saja. Mungkin karena padatnya lalulintas di Jakarta, sehingga yang seperti itu dianggap pelanggaran. Atau memang begitu aturannya? Hehe, entahlah. Karena bukan itu yang penting. Yang terpenting sekarang adalah, saya jadi tahu ada aturan seperti itu. Dan jangan sampai kejadian yang sama menimpa saya lagi--eman duite...

By the way, urusan tilang menilang, pengendara tentunya akan terbiasa dan tahu titik mana saja ada polisi yang siaga. Dan biasanya pengendara akan lebih hati-hati untuk melakukan pelanggaran di tempat-tempat tersebut agar tidak terkena tilang dari polisi. Pesan penting dari hal tersebut adalah bagaimana seseorang itu belajar dari peristiwa yang pernah dialaminya. Dipilihnya tindakan untuk lebih berhati-hati, karena seseorang tentu tidak ingin terkena sanksi hukum dari pelanggarannya, alias kena tilang... #mbayar

Kembali pada si keledai. Keledai adalah makhluk Allah dari kelompok binatang. Sebagai sesama makhluk, manusia diberi kelebihan dibandingkan keledai, yaitu pada akal yang dimiliki manusia. Jadi sudah seharusnya manusia jauh lebih baik dari keledai. Maka dari itu, agar tidak terperosok ke lubang yang sama, ada baiknya seseorang mulai belajar. Menjadikan pengalamannya di masa lalu sebagai guru dan pengingat untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi di masa yang akan datang. Ya, belajar dari pengalaman. Kalaulah belum pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, ambillah pengalaman orang lain sebagai contoh untuk lebih mawas diri terhadap peristiwa serupa. 


#OneDayOnePost
#keepwriting
#14

Tuesday, February 23, 2016

Asyiknya Menikmati Hobby Pasangan



Saya dan suami adalah pasangan normal. Maksudnya sih, suami saya pria dan saya wanita, haha... Nggak banget ya, kalau saya punya suami seorang wanita. Ntar malah mur ketemu mur jadinya. Kapan nyambungnya? Pakai lem kali, baru bisa disatukan, hehe... Intermezo aja, biar kekinian... Lanjut aja deh!

Sebagai pasangan yang berbeda jenis, saya dan suami pada awalnya punya banyak sekali perbedaan. Mulai dari hobby, tontonan di televisi, makanan, hingga kebiasaan tidur. Dimana aktivitas terkait empat hal itu biasanya dilakukan di luar waktu kerja suami, dan di luar aktivitas rutin saya di rumah. Padahal kami sepakat untuk menghabiskan waktu luang kami bersama-sama. Dan karena harus kami lakoni bersama, ya, mau tidak mau kami harus mulai saling menyesuaikan.

Ada aktivitas yang bisa disesuaikan dalam waktu cepat, tapi ada juga yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyesuaikannya. Saling menyesuaikan juga bukan berarti harus melakukan aktivitas yang harus persis sama, lho. Seperti selera makan. Setelah lebih dari 15 tahun kami menikah, hingga hari ini saya belum bisa memaksa suami saya untuk menyukai sayuran mentah seperti saya. Namun saya tidak bosan-bosannya memberitahu suami akan kebaikan yang bisa diperoleh dari mengkonsumsi sayuran mentah untuk tubuh. Sebagai upaya tercapainya kesesuaian tentu saja... (haha... lebay...)

Selama upaya penyesuaian itu, ada satu hal yang membuat saya akhirnya merasa puas dan bisa menikmatinya bersama suami. Ini berhubungan dengan salah satu hobby suami, yaitu memancing. Meski saya terlahir di daerah yang dekat dengan laut, memancing adalah aktivitas yang belum pernah saya lakukan hingga saya menikah. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan baca buku. Tapi dalam rangka penyesuaian, saya mulai mengikuti suami pergi memancing. Tidak lupa, bawa satu buku buat dibaca-baca sembari menunggu.

Pada awalnya memang hanya suami yang memancing. Hingga suatu waktu, suami memaksa saya untuk ikut memancing juga. Saya pun diajari cara memancing, mulai dari cara memasang umpan, melempar kail, mengenali kapan ikan mulai memakan umpan, hingga cara menarik pancing di saat yang tepat. Hasilnya, tetap saja memancing itu membosankan hingga saya bisa menarik seekor ikan ke daratan, haha...

Tapi memang, memancing itu membutuhkan kesabaran dan ketenangan luar biasa. Setelah saya mulai ikut "menikmati" memancing, saya masih merasa biasa saja. Kadang malah saya tinggal baca buku (dulu) atau utak atik hp (sekarang), kalau hingga satu jam saya tidak bisa menarik satu ekor ikan pun. Dan satu lagi, meski saya sudah bisa menarik beberapa ekor ikan ke daratan, jumlah ikan yang didapat suami selalu lebih banyak. Hmm... apa memancing memang tergantung bakat ya? Menurut saya bukan, mungkin lebih karena faktor lucky. Seperti yang terjadi minggu kemarin...

Setelah beberapa lama melempar umpan, suami rupanya sudah strike duluan. Saat suami masih sibuk menggulung senar pancing, ternyata umpan saya pun dimakan. Alhasil, kami hampir bersamaan menarik ikan ke daratan. Ah, so sweet, so romantic, rasa bahagianya sampai ke hati.

Perburuan pun berlanjut dengan tarikan-tarikan berikutnya yang juga nyaris selalu bersamaan. Hmm, kami pun tertawa bersama setiap kali ikan-ikan itu kami tarik ke darat. Tapi tiga tarikan terakhir sepertinya Dewi Fortuna hanya berpihak pada saya. Dan tidak bisa tersusul oleh suami, hingga tiba waktunya kami merasa cukup memancing. Inilah, untuk pertama kalinya, saya bisa menarik ikan lebih banyak daripada suami...

Percayalah! Meski suasana hati sedikit kurang nyaman saat akan pergi memancing, bisa menarik seekor ikan ke daratan itu selalu menjadi moment yang menggembirakan. Apalagi jika itu dilakukan bersama pasangan, insya Allah bisa membantu mencairkan suasana hati yang sedikit beku. Jadi, jangan ragu lagi untuk mulai "ikut-ikutan" menekuni hobby pasangan, khususnya memancing. Kapan lagi bisa menikmati dan menghabiskan waktu bersama pasangan dalam suasana romantis. Kalau sudah klik dengan hobby pasangan, asyiknya tuh, di sini... (nunjuk apa ya...)

Selamat menikmati hobby pasangan!

Monday, August 31, 2015

Sebuah Catatan: Kurtilas

Sabtu lalu, saya menghadiri pertemuan wali murid di sekolah anak saya. Salah satu agendanya adalah penjabaran tentang kurikulum baru yang mulai diterapkan untuk murid kelas IV, yaitu kurikulum 2013, atau yang biasa dikenal dengan kurtilas.

Karena saya bukan seorang guru, saya tidak tahu secara pasti bagaimana kurtilas. Namun dari berita-berita media dan informasi dari teman-teman kuliah yang sebagian besar memang berprofesi sebagai guru, saya sedikit lah kenal. Dan sabtu lalu, saya mendapat tambahan informasi tentang wujud penerapan kurtilas itu di sekolah anak saya. Dari penjelasan tersebut, saya mencatat beberapa hal, sebagai berikut:

Kurtilas tidak mengutamakan nilai yang berupa angka-angka dalam mengukur kemampuan seorang siswa. Dalam praktik pendidikannya, menurut kurtilas, sekolah ibarat dunia margasatwa yang dihuni oleh berbagai binatang yang berbeda dalam banyak hal. Dimana masing-masing dari binatang-binatang itu memiliki kemampuan yang berbeda. Meski setiap keterampilan dan pengetahuan itu bisa dipelajari, namun tidak banyak yang bisa menguasai semuanya dengan baik, dan bahkan ada yang benar-benar tidak mampu melakukannya.

Begitu pula dengan keadaan siswa, masing-masing memiliki kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, karena setiap anak adalah pribadi yang unik. Memaksakan seorang anak menguasai keahlian yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya, bisa mengganggu proses belajarnya. Dan yang fatal akan bisa menghilangkan kemampuan yang sebelumnya memang dikuasainya. Namun dengan kurtilas, siswa diharapkan bisa mengasah dan memaksimalkan kemampuannya sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Kalau pun ada materi dan keterampilan yang tidak diminati siswa, namun diajarkan kepada mereka, hal itu cukup sebagai pengetahuan bagi mereka dengan tidak memaksa mereka harus menguasainya secara sempurna.

Dalam penilaian, kurtilas tidak menggunakan angka, tetapi menggunakan huruf A dan B. Yang tentu saja huruf-huruf itu tetap bisa dikonversikan dengan angka. Dan yang dinilai bukan hanya pengetahuan siswa, namun sikap dan keterampilan siswa juga ada poinnya. Sikap yang dinilai berupa sikap spiritual dan sikap sosial. Sehingga dengan kurtilas, seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran dan mengevaluasinya lewat ulangan, tapi juga mengamati setiap perubahan sikap dan tingkat keterampilan yang sudah dikuasai masing-masing siswa.

Pekerjaan guru bertambah? Jawabannya bisa berbeda, tergantung bagaimana seorang guru itu memandang amanah profesi yang sedang diembannya. Jika guru selama ini menganggap tugasnya hanya sebagai alat untuk transfer ilmu, mungkin kurtilas akan menjadi beban bagi mereka. Namun guru yang merasa memiliki tanggung jawab moral dan menganggap bahwa muridnya tidak hanya harus mendapat nilai bagus pada suatu pelajaran tapi juga baik dan benar dalam praktiknya, tentu kurtilas menjadi pekerjaan mudah. Karena aktivitas mengamati perkembangan sikap siswa berdasarkan pengetahuan yang dimiliki siswa memang sudah menjadi bagian dari perhatian dan pekerjaannya.

Dalam kurtilas, materi pelajaran disampaikan secara tematik. Satu buku tematik sudah mencakup pelajaran agama, matematika, bahasa indonesia, PKN, dengan sedikit IPA dan IPS. Sehingga siswa tidak perlu lagi membawa buku terlalu banyak ke sekolah, tapi cukup dengan satu buku tematik saja. Jadi beban tas juga bisa lebih ringan. Semoga juga bisa memberikan perubahan yang lebih baik dalam banyak hal kepada perkembangan belajar dan sikap moral yang ditunjukkan siswa. Amin...

*Ini hanya sedikit catatan, yang bisa memunculkan banyak catatan di masa yang akan datang.


Wednesday, August 5, 2015

Memberi dan Menerima

          Ramadhan telah berlalu, semoga ibadah kita selama ramadhan diterima oleh Allah, dan semoga semangat beribadah kita selama ramadhan tetap terpelihara hingga hari ini. Selain puasa, ada ibadah lain yang diwajibkan kepada setiap muslim pada bulan ramadhan sebelum masuk tanggal 1 Syawal, yaitu menunaikan zakat fitrah. Untuk di Indonesia, zakat fitrah biasanya berupa beras seberat 2,5 kg atau uang dengan nominal senilai dengan harga beras 2,5 kg.

          Sejak kecil, kisaran usia 7 tahun ke atas, orang tua sudah membiasakan saya, kakak dan adik, untuk menyerahkan sendiri zakat fitrah saya. Sebelumnya orang tua telah memilah lima orang yang akan kami serahi zakat fitrah. Setelah ditentukan siapa menyerahkan kepada siapa, barulah kami berangkat ke tujuan masing-masing. Untuk saya, kakak dan adik yang dituju adalah yang jaraknya terdekat dengan rumah. Karena saya tinggal di desa, tidak sulit bagi saya mengenal orang-orang yang akan diserahi zakat, begitu juga dengan tempat tinggalnya. Mereka yang diserahi zakat pun biasanya sudah tahu siapa saya.

          Tinggal di desa, tidak sulit bagi saya untuk mengenali masing-masing dari tetangga sekitar rumah. Sehingga dengan mudah saya bisa mengenali si fulan ini miskin atau kaya, pekerjaannya apa, bahkan penghasilannya berapa. Begitu juga untuk mengenali siapa di antara para fulanah yang sudah menjanda atau yang tidak sanggup membiayai hidupnya dari penghasilan suaminya. Sehingga menentukan siapa yang akan diserahi zakat fitrah tidaklah sulit.

          Dulu zakat fitrah yang saya serahkan hanya beras 2,5 kg, sebagaimana telah ditentukan. Itu pun sebetulnya orang tua yang mengeluarkan, sedangkan saya hanya menyerahkan. Namun setelah berkeluarga, otomatis kewajiban mengeluarkan zakat untuk saya berpindah ke tangan suami. Alhamdulillah, rizki yang diperoleh suami selalu lebih dari cukup untuk kami memberikan tidak hanya beras 2,5 kg saat menunaikan zakat fitrah. Dan alhamdulillah juga, hal itu masih menjadi kebiasaan kami hingga ramadhan tahun ini.

          Bagi orang yang mampu, kewajiban zakat fitrah yang harus ditunaikan pastinya tidak memberatkan. Namun tidak bagi si papa, 2,5 kg beras itu sangat berarti bagi mereka, hingga terkadang bingung saat akan menunaikan zakat fitrah karena memang tidak punya. Dan saat menerima zakat fitrah yang hanya berupa beras 2,5 kg itu, mereka sudah terlihat senang luar biasa. Selain ucapan alhamdulillah, binar wajahnya juga menunjukkan rasa syukur yang begitu dalam. Deretan doa-doa untuk kita, semoga Allah membalas kebaikan bapak/ibu, semoga rizki bapak/ibu dilancarkan terus, semoga diberikan kesehatan untuk bapak/ibu dan seluruh keluarga, semoga bapak/ibu diberikan umur yang panjang, dan lain-lain yang baik-baik, terucap dari mulut-mulut mereka.

          Begitulah memang salah satu fungsi sosial saat si kaya hidup berdampingan dengan si papa. Si kaya memberi kepada si papa. Si kaya menjadi aman harta bahkan nyawa dari ancaman si papa karena telah menunaikan kewajiban. Dan si papa dengan senang hati akan turut menjaga keamanan harta bahkan nyawa si kaya sebagai bentuk syukur dan terima kasih atas apa yang diperolehnya dari si kaya. Belum lagi doa-doa yang diucapkan penuh ketulusan oleh si fakir kepada si kaya, tentu doa-doa itu akan lebih mudah dan lebih cepat dikabulkan Allah. Ya, saat memberi, kita secara otomatis akan menerima.


Wednesday, July 8, 2015

Hati-hati Saat Sholat Berjamaah


Selama tarawih, dari malam pertama hingga tadi malam, saya dapati, ada saja jamaah yang tidak sabar saat mengikuti gerakan imam.
Saya tahu, karena jamaah itu berada tidak jauh atau bahkan bersebelahan dengan saya.

Ketika imam mengucapkan takbir pada setiap gerakan sholat, tunggulah hingga imam sempurna mengucapkan takbir itu, barulah kita sebagai makmum mengikutinya dengan takbir pula.
Kebayang tidak, saat imam baru mengucapkan, "All...", lalu kita sebagai makmum langsung mengikuti dengan juga mengucapkan takbir sebelum imam sempurna mengucapkannya.
Padahal takbir imam cukup panjang, "Allaaaaaahu Akbar", sementara takbir kita singkat, "Allahu Akbar".
Jika tidak hati-hati, bukannya mengikuti imam, kita justru telah mendahului gerakan imam.
Menunggu imam mengucapkan takbir hingga sempurna, tentu berbeda dengan berlambat-lambat dalam mengikuti gerakan imam, hingga jauh tertinggal.

Yang juga perlu mendapat perhatian adalah pada saat gerakan salam.
Pastikan kita sebagai makmum menunggu setidaknya hingga salam pertama imam sempurna diucapkan, barulah kita mengikuti mengucapkan salam dengan "tempo" yang tidak jauh berbeda dengan imam.
Karena biasanya imam gerakannya santai dan pelan.
Berbeda dengan makmum yang antara salam pertama dan keduanya seperti tidak ada spasi.

Beberapa kali saya mendapati seorang makmum yang melakukan gerakan salam saat imam belum sempurna mengucapkan salam pertamanya.
Dan kebanyakan dari mereka yang melakukan itu, akan melanjutkan gerakan salam keduanya tanpa peduli lagi apakah imam sudah mengucapkan salam keduanya atau belum.

Alih-alih menjadi makmum sholat dengan mengikuti gerakan imam, kita sudah selesai tengok kanan tengok kiri, ternyata imam baru mengucapkan, "assalamu'alaikum" untuk salam keduanya.
Astaghfirullah...

Seberapa penting mengikuti gerakan imam dalam sholat berjamaah?

Simak saja hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berikut:

"Dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, merasa takut sekiranya Allah mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau Allah menjadikan rupanya sebagai rupa keledai’.

Jadi, sebagai kehati-hatian kita saat sholat berjamaah, ingat-ingat pepatah nJawa (kata saya) ini ya:
- - - Ngikuti Imam BUKAN Mbarengi Imam - - -

Lebih baik bersabar beberapa saat menunggu imam sempurna bacaan takbirnya, daripada kita kehilangan pahala sholat berjamaah dan Allah mengganti kepala kita dengan kepala keledai, bukan?
Kalau gerakan makmumnya serempak mengikuti imam yang telah menyempurnakan gerakannya, kan sholat berjamaahnya juga jadi indah...

*Yuk, sempurnakan sholat berjamaah kita!

Friday, June 12, 2015

Hidup Aman dengan Hukum Allah (Qishas)

Kasus pembunuhan seorang bocah perempuan di Bali ramai diperbincangkan. Tidak habis pikir memang, bagaimana mungkin orang yang normal dan berpikiran waras bisa melakukan tindakan sekeji itu. Tidak heran, banyak orang yang mengutuk perbuatan kejam pelaku terhadap korban yang berakhir dengan hilangnya nyawa si bocah. Mereka juga menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

Miris rasanya, banyak sekali kasus pembunuhan yang di luar nalar, terjadi di negeri ini. Yang menjadi korban pun, dari berbagai usia ada, mulai orang yang sudah tua renta, laki-laki dan perempuan, hingga bayi-bayi yang barusaja dilahirkan. Begitu pula dengan pelakunya, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa yang pada beberapa kasus masih memiliki pertalian darah dengan si korban.

Kita bisa melihat melalui media, bagaimana sidang peradilan pada kasus penganiayaan dan pembunuhan berlangsung. Banyak sekali terjadi, pihak korban merasa tidak puas dengan sanksi atau hukuman yang dijatuhkan oleh hakim kepada si pelaku. Bahkan tidak sedikit dari mereka (keluarga korban) yang menuntut hukuman serupa kepada si pelaku, yakni nyawa dibayar dengan nyawa.

Beginikah gambaran kehidupan negeri dengan mayoritas penduduknya adalah muslim ini? 
Apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini?

Sebagai umat islam, kita sudah diberi solusi terbaik untuk hal-hal semacam ini. Sejak 14 abad yang lalu, Allah sudah menyampaikan melalui lisan nabi-Nya, tentang adanya syariat qishas. Namun bagi mereka yang (mengaku-ngaku) muslim tapi menolak hukum islam, atau mereka yang (mengaku) muslim tapi phobi terhadap agamanya sendiri, memahami qishas hanyalah sebatas hukuman mati saja. Padahal qishas tidak selalu berupa hukuman mati. Tapi memang, ada penegakan dan pengaturan hukum yang tegas di dalam hukum qishas. Yang pasti, ada hikmah besar dibalik hukum qishas, sehingga Allah pun menjamin keberlangsungan hidup manusia melalui syariat ini. Info tentang qishas juga bisa dilihat di sini.

Kalau kita mau jujur mempelajari islam lebih mendalam, insya Allah tidak ada yang akan kita dapati melainkan kebahagiaan dan kedamaian bagi siapa saja, tak terkecuali bagi mereka yang non muslim. Tapi yang namanya nifak dan phobi itu memang sesuatu yang buruk, sehingga ada saja alasan orang-orang seperti mereka untuk bisa menolak diberlakukannya syariat islam, termasuk di negeri ini. Yang katanya, negeri ini bukan negara islam-lah. Yang katanya, jika diberlakukan syariat, penduduk negeri ini belum siap-lah. Macam-macamlah pokoknya yang jadi alasan.

Apa yang terjadi di negeri ini seolah tidak pernah menjadi pelajaran bagi penduduknya untuk mulai berbenah dan mempercayakan kehidupannya dibawah aturan Allah. Kita mengaku beragama islam, menjadi mayoritas di negeri sendiri, namun kita menolak hukum islam dan menjalani kehidupan yang jauh dari nilai-nilai islam. Jadi, jangan heran jika besok atau lusa atau suatu saat nanti kejahatan-kejahatan yang sama, bisa kembali terulang. Karena hukum yang berlaku di negeri ini (saat ini), tidak memberi efek jera kepada si pelaku.

Wallahu a'lam.


Sunday, May 3, 2015

(Pernahkah) Kamu Tergesa-gesa?

Saya membaca Al Qur'an seperti biasanya. Namun sampai ayat 11 surah Al Israa', tiba-tiba saja saya ingin melihat terjemahnya, yang isinya, 

"Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. 
Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa."

Mak jleb! Terasa menohok tepat mengenai hati saya. Sesaat seolah tidak percaya bahwa ini adalah ayat Al Qur'an. Karena beberapa saat sebelumnya saya (merasa) melakukan hampir seperti yang tergambar dalam ayat ini. Sebagai manusia, saya sadar saya jauh dari sempurna. Saya punya banyak kelemahan dan beberapa kebiasaan buruk, salah satunya adalah tergesa-gesa. Namun mendapati ayat Al Qur'an yang saya baca, serupa dengan kejadian yang saya alami dan rasakan dalam waktu yang hampir bersamaan, memaksa saya untuk menelaah lebih jauh ayat itu.

Dari kejadian itu, saya pun lalu membuka tafsirnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Al Israa' ayat 11, dijelaskan,

Allah -Subhanahu wa Ta'ala- menceritakan tentang ketergesaan ummat manusia dan doanya yang buruk berupa kematian, kebinasaan, kehancuran, laknat dan lain sebagainya yang mereka panjatkan pada beberapa kesempatan, terhadap diri mereka, anak, atau harta kekayaan mereka sendiri. Karena jika seandainya Rabb mereka mengabulkan, niscaya mereka akan binasa karena doanya tersebut. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah -Subhanahu wa Ta'ala- berikut ini: "Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejahatan bagi manusia," dan ayat seterusnya. (QS. Yunus: 11).

Meski tidak sampai meminta kebinasaan dan kehancuran serta laknat, saya sempat meminta kematian atas diri saya. Dan dengan kejadian yang saya yakini bukanlah suatu kebetulan itu, saya merasa bahwa Allah (kembali) mengingatkan dan menyadarkan saya untuk tidak mudah berputus asa dari rahmat-Nya. Terlepas dari adanya hadits yang menerangkan tentang doa meminta mati, saya berpikir bahwa (setidaknya pada kasus yang saya alami), tidak berputus asa dari rahmat Allah dengan tidak meminta mati adalah lebih utama.

Tentang Tergesa-gesa

Di Al Qur'an setidaknya terdapat tujuh ayat yang dalam terjemahnya terdapat kata "tergesa-gesa". Dalam tujuh ayat itu, kata "tergesa-gesa" semuanya ditujukan pada sifat yang dimiliki manusia. Salah satu ayatnya adalah surah Al Israa' ayat 11, seperti tersebut di atas. Sedangkan enam ayat lainnya adalah:

  1. An Nisaa' ayat 6, yang artinya: "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). 
  2. Maryam ayat 84, yang artinya: "maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti."
  3. Thaahaa ayat 114, yang artinya: "Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: 'Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.'"
  4. Al Anbiyaa' ayat 13, yang artinya: Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada nikmat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya." 
  5. Al Anbiyaa' ayat 37, yang artinya: "Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera."
  6. Ash Shaaffaat ayat 70, yang artinya:  "Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu."
Dari terjemah ayat-ayat di atas, sepertinya tergesa-gesa memang menjadi tabiat (buruk) manusia. Namun adanya perintah dari Allah untuk berdoa kepada-Nya, menjadi kewajiban kita untuk memohon perlindungan kepada Allah dari ketergesa-gesaan dan keburukan yang bisa ditimbulkannya. Dan semoga Allah memberi kita kemudahan untuk senantiasa taat kepada-Nya dalam segala keadaan, yang dengan ketaatan itu Allah akan memberikan karunia-Nya berupa sifat yang baik kepada kita. Allahumma aamiiiin...


Tuesday, April 28, 2015

Takut Poligami? Sudah Dicoba Belum?



Poligami memang tidak mudah. Bahkan seorang muslimah yang memiliki pemahaman agama yang cukup sekali pun, akan mencari jalan untuk bisa menghindar dari syari’at yang satu ini. Baik melalui dalil, maupun penjelasan-penjelasan akal yang bisa dijadikan alasan pembenaran. Sehingga wajar jika dianggap bahwa wanita-wanita yang mau memberi jalan poligami kepada suaminya sangat jarang ditemukan. Tapi jarang bukan berarti tidak ada, dan salah satunya adalah si Fulanah.
Fulanah satu majelis taklim dengan saya. Seorang ustadz yang membimbing kami cukup intens menyampaikan hal-hal tentang poligami. Apalagi saat ayat yang dibahas, topiknya memang seputar poligami. Beliau mengatakan, “dijelaskan berulang-ulang saja, belum tentu bisa dipahami. Bagaimana jika tidak pernah memperoleh informasi sedikit pun tentang hal ini?” Dan bisa dipastikan, forum akan menjadi ramai dengan komentar para ibu-ibu yang hadir dalam majelis itu. Komentarnya pun macam-macam.
Di antara puluhan ibu-ibu itu, ada satu orang yang hampir tidak pernah berkomentar selama majelis berlangsung. Dialah si Fulanah. Dia hanya datang, duduk, lalu menyimak setiap yang disampaikan oleh ustadz kami. Sesekali dia disibukkan oleh seorang balita yang dibawanya. Hingga pada suatu ketika, ibu-ibu anggota majelis taklim dikejutkan oleh sebuah undangan pernikahan. Karena nama calon pengantin pria yang tercantum dalam undangan itu adalah suami si Fulanah. Ya, siapa sangka? Dibalik diamnya Fulanah, ternyata dia begitu meresapi keutamaan-keutamaan poligami. Hingga dia pun berusaha menerapkannya.
Fulanah adalah wanita yang cantik, berkulit putih bersih. Istri dari seorang pria yang bekerja cukup jauh dari tempat tinggalnya, dengan jadwal dua minggu kerja dan dua minggu libur. Dalam pandangan wanita umum, mungkin terasa aneh. Ketemu suami saja tidak mesti bisa sepanjang waktu, malah mau berbagi suami dengan wanita lain. Bukankah akan semakin mengurangi jatah kebersamaannya dengan suami? Tapi itulah yang terjadi, ketika Allah sudah berkehendak, maka apa pun bisa terjadi.
Sepertinya, pernikahan kedua suaminya sudah direncanakan Fulanah dengan matang. Sang suami menikah tepat setelah tiga hari Fulanah melahirkan putra keempatnya. Mungkin tidak terpikir oleh kita, bahwa setelah melahirkan, istri tidak mungkin melayani suaminya hingga selesai masa nifas. Dengan menikah lagi, maka ada yang menggantikan tugas Fulanah memenuhi kebutuhan biologis suaminya. Di samping itu, akan ada wanita lain yang bisa membantu Fulanah merawat sang bayi yang baru beberapa hari dilahirkannya. Dan bagi istri kedua sang suami, dia bisa langsung belajar bagaimana merawat bayi, yang adalah darah daging suaminya, sehingga menjadi terlatih dan terbiasa. Kondisi itu tentu saja baik baginya sebagai persiapan jika kelak dia juga memiliki seorang anak.
Ini adalah kejadian nyata. Dan setiap kali Fulanah ditanya perihal poligami suaminya, dia lebih banyak memberikan senyuman, lalu mengatakan, "dicoba saja dulu..." Hmm, semoga Allah memberikan surga untukmu Fulanah. Dan semoga kisahmu bisa menjadi pelajaran bagi kami, sebagai bekal sebelum berpoligami.

Thursday, March 19, 2015

Belajar "Memaafkan" kepada Rasulullah



Sebagai muslim, kita tentu sudah mengetahui apa yang terjadi pada perang Uhud. Perang kedua antara pasukan muslimin melawan kafir Quraisy yang terjadi setelah perang Badar. Allah mentakdirkan kekalahan bagi kaum muslimin, sebagai pembelajaran kepada mereka akan betapa pentingnya makna ketaatan terhadap seorang pemimpin. Bagi kafir Quraisy, perang Uhud merupakan balasan atas kekalahan mereka di perang Badar.
Perang Uhud menjadi perang yang tidak terlupakan bagi Rasulullah. Dalam perang ini, Rasulullah kehilangan paman yang amat beliau cintai. Seorang paman yang senantiasa berada di barisan terdepan untuk membela Rasulullah dari hinaan dan penindasan kaum Quraisy selama di Mekkah. Paman yang tidak sekadar melindungi Rasulullah sebagai bagian dari darah dagingnya, namun juga meng-imani apa yang dibawa oleh beliau.
Kematian paman beliau, Hamzah, bisa beliau terima sebagai konsekuensi dari suatu peperangan. Meski cara Jahsyi membunuh Hamzah bisa dianggap tidak kesatria sehingga terasa menyakitkan. Namun yang juga menyakitkan hati Rasulullah adalah apa yang dilakukan seorang wanita Quraisy terhadap jenazah sang paman. Wanita Quraisy yang bernama Hindun itu, meminta Jahsyi untuk membelah dada Hamzah dan mengambil jantungnya. Lalu Hindun memasukkan jantung itu ke dalam mulutnya dan mengunyahnya. Tapi kemudian dia memuntahkannya dan tidak menelannya.
Kesedihan begitu nampak pada wajah Rasulullah saat beliau mensholatkan dan melepas kepergian Hamzah untuk dimakamkan. Hingga beliau tidak memakamkan Hamzah melainkan setelah seluruh sahabat yang syahid dalam perang Uhud selesai disholatkan satu per satu bersama jenazah Hamzah. Jadi Hamzah disholatkan sebanyak sahabat yang syahid pada perang itu, termasuk Hamzah.
Hari terus berganti, dan banyak sekali perang yang Rasulullah lakukan setelah perang Badar dan perang Uhud. Telah banyak pula sahabat yang syahid dalam perang-perang berikutnya. Secara umum, kebanyakan peperangan yang terjadi setelah perang Uhud dimenangkan oleh kaum muslimin. Hingga tibalah kemenangan akbar yang dikenal dengan Fathu Mekkah atau penaklukan kota Mekkah. Dimana ribuan kaum muslimin bersama Rasulullah memasuki kota Mekkah tanpa ada perlawanan sedikit pun dari kaum Quraisy. Bahkan sebagian besar kaum Quraisy memilih untuk masuk islam, kecuali beberapa orang saja dari mereka yang mencoba melarikan diri.
Hindun dan Jahsyi termasuk orang-orang yang masih hidup saat penaklukan itu terjadi. Baik Hindun maupun Jahsyi juga sama-sama memilih untuk bersyahadat, dan menjadi bagian dari kaum muslimin. Namun saat Hindun akan bertemu dengan Rasulullah, secara halus Rasulullah menolak untuk bertemu muka dengannya. Begitu juga untuk bertemu dengan Jahsyi. Apakah karena Rasulullah tidak memaafkan apa yang diperbuat Hindun dan Jahsyi terhadap paman beliau? Tentu saja bukan itu alasannya. Rasulullah telah menyampaikan secara langsung kepada Hindun maupun Jahsyi dengan santun, meski tanpa melihat mereka, bahwa beliau telah memaafkan mereka berdua. Akan tetapi Rasulullah meminta kepada Hindun dan Jahsyi untuk tidak menampakkan diri di hadapan beliau. Karena dengan melihat wajah mereka, beliau menjadi teringat dengan kejadian yang menimpa paman beliau pada perang Uhud.
Terkait dengan hal ini, Rasulullah berdoa dan memohon ampun kepada Allah atas kelemahan beliau sebagai manusia. Dan sekali lagi Rasulullah menegaskan kepada Allah bahwa apa yang dilakukan beliau bukan karena beliau tidak memaafkan mereka. Namun Rasulullah tidak kuasa untuk mengingat kembali kenangan pahit dan kepedihan yang beliau rasakan saat kehilangan orang yang dicintainya.
Adapun Hindun dan Jahsyi, mereka berdua dengan lapang dada bisa menerima perlakuan Rasulullah. Mereka menyadari bahwa perbuatannya dulu telah menyakiti hati Rasulullah, dan mereka juga bisa memahami apa yang dirasakan Rasulullah. Hal itu dibuktikan dengan kesungguhan Hindun dan Jahsyi dalam memegang islam sebagai akidah yang mereka yakini, dan tidak menjadikan perlakuan Rasulullah sebagai alasan mereka untuk menolak aqidah yang hanif.
Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari rangkaian peristiwa ini. Terutama saat kita atau saudara kita berbuat kesalahan. Masih sangat banyak dari umat ini yang sulit memberi maaf kepada saudaranya. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan tidak akan memaafkan kesalahan saudaranya dan akan menuntutnya di akhirat kelak. Begitu angkuhnya manusia, hingga merasa ketentuan akhirat ada di tangannya. Apa memang sebegitu besar kesalahan saudara kita hingga kita enggan memaafkannya?
Memaafkan merupakan hal utama yang bisa dilakukan seorang muslim kepada saudaranya yang berbuat kesalahan. Jika memang dirasa begitu berat kesalahan yang diperbuat oleh saudara kita, jadikanlah pemaafan Rasulullah ini sebagai pelajaran dalam memberi maaf. Berilah maaf kepada saudara kita dengan bahasa yang santun dan tanpa emosi. Mintalah kepada saudara kita untuk tidak menampakkan diri di hadapan kita sementara waktu, bila kita memang menginginkannya. Dan sampaikanlah alasan kita melakukan hal tersebut kepadanya, meski hanya sekadar dikarenakan kita belum bisa melupakan kesalahan-kesalahannya.
Begitu pula sebaliknya. Jika kita yang berbuat salah, yang mungkin melampaui batas dan menyakiti hati saudara kita, sehingga mereka enggan untuk bertemu dengan kita, maka terimalah keengganan mereka. Terimalah keengganan itu dengan penuh keikhlasan sebagai bentuk penebusan atas kesalahan-kesalahan kita terhadap mereka. Hargailah sikap saudara kita, terlebih bila mereka sudah memaafkan dan menyampaikan alasan keengganannya bertemu kita.
Wallahu a'lam.