Sunday, December 14, 2014

Pacaran Terbuka: Sebuah Kerugian yang Banyak bagi Perempuan



Dan janganlah kalian mendekati zina,

sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.
(QS. Al Isra’: 32)



            Ayat ini sudah diturunkan sejad 14 abad yang lalu. Tapi pernahkah kita mencoba meresapi ayat ini dengan baik? Allah tidak melarang berzina, namun Allah melarang hambanya untuk mendekati zina. Jika mendekati saja sudah dilarang, bagaimana dengan melakukannya? Dan tidaklah Allah melarang kita berbuat sesuatu melainkan pasti hal itu untuk kebaikan kita.
            Salah satu bentuk mendekati zina yang sangat marak saat ini adalah pacaran yang terjadi di kalangan remaja. Gaya berpacaran remaja saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka yang berpacaran tidak lagi malu-malu untuk bergandengan tangan, berpelukan dan bahkan berciuman di depan umum. Ucapan dan tindakan yang dilakukan sepasang kekasih yang sedang berpacaran tak ada bedanya dengan yang dilakukan sepasang suami istri. Kalau di depan umum saja mereka berani berbuat demikian, bagaimana jika mereka hanya berduaan saja di tempat yang tidak seorang pun melihat mereka?
            Bentuk pacaran yang ada sekarang ini, memang tidak bisa dilepaskan dari yang namanya seks bebas. Bahkan pacaran yang terjadi di kalangan anak yang masih termasuk remaja awal. Banyak penelitian yang menunjukkan hasil mencengangkan. Sebagian besar pelajar SMP sudah pernah pacaran, dan tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seks. Kebanyakan dari remaja yang melakukannya menganggap itu sebagai hal yang biasa di kalangan mereka. Mereka bahkan menganggap remaja yang belum pernah pacaran sebagai remaja yang tidak gaul. Lantas, apakah masih bermakna pernikahan bagi mereka? Masih akan adakah kesakralan dan keistimewaan dari suatu pernikahan, jika semua hal yang seharusnya baru boleh mereka lakukan setelah menikah, sudah mereka lakukan?
            Sudah banyak dampak yang ditimbulkan dari berpacaran, salah satunya adalah pernikahan dini. Mereka yang berpacaran terpaksa harus menikah di usia muda, karena si perempuan sudah terlanjur hamil, atau biasa dikenal dengan istilah Married By Accident yang disingkat MBA. Namun begitu, perempuan yang mengakhiri hubungan pacarannya di kursi pelaminan masih bisa dikatakan “sedikit” beruntung. Karena beberapa dari perempuan itu ada yang harus menanggung sendiri derita akibat perbuatannya, lantaran sang pacar tidak mau bertanggung jawab terhadap janin yang dikandungnya. Bahkan ada laki-laki yang sama sekali tidak mau mengakui kalau janin itu adalah anaknya. Pada posisi ini, sangat jelas kalau perempuan sangat dirugikan.
            Akan tetapi, apakah karena terlanjur hamil saja, perempuan itu berada pada posisi yang merugi? Ternyata tidak. Ketika seorang perempuan berpacaran dan kemudian putus, laki-laki yang akan mendekatinya setelah itu mungkin akan berpikir dan mempertimbangkan siapa mantan pacar perempuan itu sebelum memutuskan untuk berpacaran dengannya. Tapi pada laki-laki, hal itu tidak terlalu berdampak. Perempuan yang terlihat berpacaran dengan bergandengan tangan dan berciuman di depan umum, mungkin akan dipandang rendah oleh sebagian laki-laki. Namun juga tidak begitu berpengaruh pada laki-laki. Dan kalau sampai terjadi hubungan seks antara laki-laki dan perempuan yang berpacaran, hal itu akan sedikit banyak berpengaruh pada si perempuan saat menikah, meskipun perempuan itu tidak hamil.
            Mengapa demikian? Karena tanda keperawanan pada perempuan sangat mudah dikenali oleh laki-laki saat mereka melakukan hubungan seks. Sementara tidak mudah bagi perempuan untuk mengenali apakah pasangannya sudah pernah melakukan hubungan seks atau tidak sebelumnya. Jika tidak ada komunikasi yang baik antara laki-laki dan perempuan tentang keadaan perempuan sebelum menikah (mengenai status keperawanannya), bagi sebagian laki-laki, hal itu bisa menjadi masalah bagi keberlangsungan pernikahan mereka.
            Lalu bagaimana dengan perempuan yang terlanjur hamil dan sang pacar tidak mau menikahinya? Beberapa laki-laki biasanya akan meminta pacarnya untuk menggugurkan kandungannya karena merasa belum siap untuk menikah. Beberapa lagi sama sekali tidak mau tahu tentang keadaan sang pacar, dan menganggap itu sebagai resiko yang memang mesti ditanggung olehnya. Alhasil, si perempuan harus melakukan sendiri aborsi (tanpa keterlibatan sang pacar) atau menyembunyikan kehamilannya sampai waktu melahirkan tiba dan kemudian membuang atau bahkan membunuh bayi yang dilahirkannya.
            Yang juga perlu untuk diketahui oleh perempuan adalah bahwa aborsi bukannya tanpa resiko. Pada saat aborsi, perempuan akan merasakan sakit yang sangat hebat dan pendarahan yang banyak. Tidak sedikit perempuan yang harus meregang nyawa di meja aborsi. Ada juga beberapa aborsi yang menyebabkan terancamnya sel telur pada rahim perempuan, sehingga setelah aborsi perempuan menjadi sulit atau bahkan tidak bisa hamil sama sekali. Belum lagi rasa malu yang harus ditanggung ketika apa yang dilakukannya diketahui oleh orang lain. Sungguh, perempuan akan selalu menjadi yang paling dirugikan sejak mereka memutuskan berpacaran.
            Maka dari itu, sangat penting bagi para remaja perempuan bisa berkata TIDAK untuk hubungan seks di luar nikah, bahkan menolak sama sekali ajakan berpacaran dalam bentuk apa pun. Romansa kehidupan dengan lawan jenis masih bisa dirasakan tanpa harus melalui pacaran, yaitu dengan menjadi pesaing sehat bagi mereka dalam mengukir prestasi atau ikut terlibat bersama mereka dalam kegiatan-kegiatan yang positif. Dan bagi para orang tua, mari jaga anak perempuan kita dari perilaku seks bebas. Jangan berikan mereka kesempatan berpacaran dengan terus memotivasi mereka untuk mengukir prestasi sejak dini dan memfasilitasi mereka dengan kegiatan-kegiatan yang positif.