Monday, August 31, 2015

Sebuah Catatan: Kurtilas

Sabtu lalu, saya menghadiri pertemuan wali murid di sekolah anak saya. Salah satu agendanya adalah penjabaran tentang kurikulum baru yang mulai diterapkan untuk murid kelas IV, yaitu kurikulum 2013, atau yang biasa dikenal dengan kurtilas.

Karena saya bukan seorang guru, saya tidak tahu secara pasti bagaimana kurtilas. Namun dari berita-berita media dan informasi dari teman-teman kuliah yang sebagian besar memang berprofesi sebagai guru, saya sedikit lah kenal. Dan sabtu lalu, saya mendapat tambahan informasi tentang wujud penerapan kurtilas itu di sekolah anak saya. Dari penjelasan tersebut, saya mencatat beberapa hal, sebagai berikut:

Kurtilas tidak mengutamakan nilai yang berupa angka-angka dalam mengukur kemampuan seorang siswa. Dalam praktik pendidikannya, menurut kurtilas, sekolah ibarat dunia margasatwa yang dihuni oleh berbagai binatang yang berbeda dalam banyak hal. Dimana masing-masing dari binatang-binatang itu memiliki kemampuan yang berbeda. Meski setiap keterampilan dan pengetahuan itu bisa dipelajari, namun tidak banyak yang bisa menguasai semuanya dengan baik, dan bahkan ada yang benar-benar tidak mampu melakukannya.

Begitu pula dengan keadaan siswa, masing-masing memiliki kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, karena setiap anak adalah pribadi yang unik. Memaksakan seorang anak menguasai keahlian yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya, bisa mengganggu proses belajarnya. Dan yang fatal akan bisa menghilangkan kemampuan yang sebelumnya memang dikuasainya. Namun dengan kurtilas, siswa diharapkan bisa mengasah dan memaksimalkan kemampuannya sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Kalau pun ada materi dan keterampilan yang tidak diminati siswa, namun diajarkan kepada mereka, hal itu cukup sebagai pengetahuan bagi mereka dengan tidak memaksa mereka harus menguasainya secara sempurna.

Dalam penilaian, kurtilas tidak menggunakan angka, tetapi menggunakan huruf A dan B. Yang tentu saja huruf-huruf itu tetap bisa dikonversikan dengan angka. Dan yang dinilai bukan hanya pengetahuan siswa, namun sikap dan keterampilan siswa juga ada poinnya. Sikap yang dinilai berupa sikap spiritual dan sikap sosial. Sehingga dengan kurtilas, seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran dan mengevaluasinya lewat ulangan, tapi juga mengamati setiap perubahan sikap dan tingkat keterampilan yang sudah dikuasai masing-masing siswa.

Pekerjaan guru bertambah? Jawabannya bisa berbeda, tergantung bagaimana seorang guru itu memandang amanah profesi yang sedang diembannya. Jika guru selama ini menganggap tugasnya hanya sebagai alat untuk transfer ilmu, mungkin kurtilas akan menjadi beban bagi mereka. Namun guru yang merasa memiliki tanggung jawab moral dan menganggap bahwa muridnya tidak hanya harus mendapat nilai bagus pada suatu pelajaran tapi juga baik dan benar dalam praktiknya, tentu kurtilas menjadi pekerjaan mudah. Karena aktivitas mengamati perkembangan sikap siswa berdasarkan pengetahuan yang dimiliki siswa memang sudah menjadi bagian dari perhatian dan pekerjaannya.

Dalam kurtilas, materi pelajaran disampaikan secara tematik. Satu buku tematik sudah mencakup pelajaran agama, matematika, bahasa indonesia, PKN, dengan sedikit IPA dan IPS. Sehingga siswa tidak perlu lagi membawa buku terlalu banyak ke sekolah, tapi cukup dengan satu buku tematik saja. Jadi beban tas juga bisa lebih ringan. Semoga juga bisa memberikan perubahan yang lebih baik dalam banyak hal kepada perkembangan belajar dan sikap moral yang ditunjukkan siswa. Amin...

*Ini hanya sedikit catatan, yang bisa memunculkan banyak catatan di masa yang akan datang.


Saturday, August 15, 2015

Capcay, Bekal Favorit Anak Saya

Bermula saat saya merasa malas untuk memasak sayur sebagai persiapan santap sahur. Maka saya memilih untuk membeli sayur matang saja. Untuk makan sahur saya selalu menghindari makanan pedas dan bersantan, serta memilih sayur yang menurut saya bergizi. Jadi, malam itu saya memutuskan untuk membeli capcay. Saat membeli itulah saya memperhatikan tahap demi tahap pembuatannya. Cukup menarik buat saya. Berbeda dengan capcay yang pernah saya makan sebelumnya, sayur dalam capcay itu dipotongnya kecil-kecil. Langsung deh dapat ide untuk memasak capcay dengan cara yang sama buat anak-anak.

Hasilnya? Sudah sekitar tiga minggu ini anak-anak menunjukkan kesukaannya pada capcay buatan saya. Saya sengaja membuat dalam porsi sedang, alias tidak terlalu banyak. Sehingga capcay yang saya buat biasanya akan selalu habis dalam sekali makan, untuk 3-4 orang. Sebagai bunda, tentu saja saya merasa senang. Apalagi putri kedua saya yang susah makan, juga menyukainya. Tidak hanya untuk dia makan di rumah, dibawa buat bekal pun, pasti akan habis tak bersisa.


Berikut ini adalah bahan-bahan dan step by step proses pembuatan capcay ala saya yang rasanya begitu disukai anak-anak.

Bahan-bahan:
  • 200 g fillet daging ayam,
  • 2 buah wortel ukuran kecil/sedang,
  • 1 buah brokoli ukuran kecil,
  • 1 buah kembang kol ukuran kecil,
  • 2 atau 3 lembar sawi putih/sawi daging,
  • 2 siung bawang putih digeprek atau cincang kecil-kecil,
  • 1/2 sdt lada bubuk, 
  • 1/2 sdt pala bubuk,
  • garam dan gula secukupnya,
  • 1 sdm tepung maizena yang dilarutkan dengan 2 sdm air.
  • 1 sdm minyak untuk menumis,
  • 1 gelas air (disesuaikan pula dengan selera, suka yang berkuah banyak atau sedikit)
  • saos tiram secukupnya (kalau rasa sudah lezat, kadang saya tidak memasukkannya, dan anak-anak tetap menyukainya, jadi bahan ini bisa sebagai pelengkap.

Cara Membuatnya:
  1. Siapkan semua bahan sayuran lalu dipotong kecil-kecil. Filet ayam juga dipotong kecil.
  2. Tumis bawang putih hingga harum, lalu masukkan ayam. Masukkan juga garam, lada dan pala.
  3. Setelah ayam berubah warna, tambahkan air, dan tunggu hingga air mendidih, lalu masukkan semua sayuran bersamaan.
  4. Jika sayuran sudah mulai matang, masukkan larutan tepung maizena, lalu aduk-aduk sampai mendidih.
  5. Terakhir masukkan sedikit gula sebagai penyedap. Saos tiram bisa ditambahkan sesudahnya.
  6. Capcay ala bunda pun siap untuk disantap langsung, maupun dibuat bekal.
Nah, selamat mencobanya buat anak-anak di rumah...


Wednesday, August 5, 2015

Memberi dan Menerima

          Ramadhan telah berlalu, semoga ibadah kita selama ramadhan diterima oleh Allah, dan semoga semangat beribadah kita selama ramadhan tetap terpelihara hingga hari ini. Selain puasa, ada ibadah lain yang diwajibkan kepada setiap muslim pada bulan ramadhan sebelum masuk tanggal 1 Syawal, yaitu menunaikan zakat fitrah. Untuk di Indonesia, zakat fitrah biasanya berupa beras seberat 2,5 kg atau uang dengan nominal senilai dengan harga beras 2,5 kg.

          Sejak kecil, kisaran usia 7 tahun ke atas, orang tua sudah membiasakan saya, kakak dan adik, untuk menyerahkan sendiri zakat fitrah saya. Sebelumnya orang tua telah memilah lima orang yang akan kami serahi zakat fitrah. Setelah ditentukan siapa menyerahkan kepada siapa, barulah kami berangkat ke tujuan masing-masing. Untuk saya, kakak dan adik yang dituju adalah yang jaraknya terdekat dengan rumah. Karena saya tinggal di desa, tidak sulit bagi saya mengenal orang-orang yang akan diserahi zakat, begitu juga dengan tempat tinggalnya. Mereka yang diserahi zakat pun biasanya sudah tahu siapa saya.

          Tinggal di desa, tidak sulit bagi saya untuk mengenali masing-masing dari tetangga sekitar rumah. Sehingga dengan mudah saya bisa mengenali si fulan ini miskin atau kaya, pekerjaannya apa, bahkan penghasilannya berapa. Begitu juga untuk mengenali siapa di antara para fulanah yang sudah menjanda atau yang tidak sanggup membiayai hidupnya dari penghasilan suaminya. Sehingga menentukan siapa yang akan diserahi zakat fitrah tidaklah sulit.

          Dulu zakat fitrah yang saya serahkan hanya beras 2,5 kg, sebagaimana telah ditentukan. Itu pun sebetulnya orang tua yang mengeluarkan, sedangkan saya hanya menyerahkan. Namun setelah berkeluarga, otomatis kewajiban mengeluarkan zakat untuk saya berpindah ke tangan suami. Alhamdulillah, rizki yang diperoleh suami selalu lebih dari cukup untuk kami memberikan tidak hanya beras 2,5 kg saat menunaikan zakat fitrah. Dan alhamdulillah juga, hal itu masih menjadi kebiasaan kami hingga ramadhan tahun ini.

          Bagi orang yang mampu, kewajiban zakat fitrah yang harus ditunaikan pastinya tidak memberatkan. Namun tidak bagi si papa, 2,5 kg beras itu sangat berarti bagi mereka, hingga terkadang bingung saat akan menunaikan zakat fitrah karena memang tidak punya. Dan saat menerima zakat fitrah yang hanya berupa beras 2,5 kg itu, mereka sudah terlihat senang luar biasa. Selain ucapan alhamdulillah, binar wajahnya juga menunjukkan rasa syukur yang begitu dalam. Deretan doa-doa untuk kita, semoga Allah membalas kebaikan bapak/ibu, semoga rizki bapak/ibu dilancarkan terus, semoga diberikan kesehatan untuk bapak/ibu dan seluruh keluarga, semoga bapak/ibu diberikan umur yang panjang, dan lain-lain yang baik-baik, terucap dari mulut-mulut mereka.

          Begitulah memang salah satu fungsi sosial saat si kaya hidup berdampingan dengan si papa. Si kaya memberi kepada si papa. Si kaya menjadi aman harta bahkan nyawa dari ancaman si papa karena telah menunaikan kewajiban. Dan si papa dengan senang hati akan turut menjaga keamanan harta bahkan nyawa si kaya sebagai bentuk syukur dan terima kasih atas apa yang diperolehnya dari si kaya. Belum lagi doa-doa yang diucapkan penuh ketulusan oleh si fakir kepada si kaya, tentu doa-doa itu akan lebih mudah dan lebih cepat dikabulkan Allah. Ya, saat memberi, kita secara otomatis akan menerima.