Thursday, March 28, 2019

Hujan Adalah Rahmat dan Berkah, Bukan Sumber Musibah


Hujan deras

Sebagai negara yang berada di kawasan tropis, Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini bergantian dalam siklus masa tertentu selama satu tahun. Seharusnya masing-masing secara seimbang mengisi waktu dalam setahun tanpa ada ketimpangan, yaitu 6 bulan kemarau dan 6 bulan hujan. Namun perubahan iklim bumi membuat keseimbangan alam cukup terganggu, termasuk keseimbangan masa musim yang sedang terjadi. 

Indonesia sempat mengalami kemarau cukup lama. Sehingga beberapa daerah mengalami kekeringan. Namun begitu datang musim hujan, yang terjadi kemudian cukup ekstrem, tidak seperti yang diharapkan. Kekeringan mungkin teratasi, tapi datang "ancaman" baru yang dianggap sebagai dampak datangnya musim hujan. Ya, musim hujan di beberapa daerah di Indonesia sudah identik dengan banjir yang kerap melanda. Bencana seperti tiada hentinya mengepung negeri ini dengan timbunya kekeringan saat hujan tak datang dan terjadinya banjir kala musim hujan tiba. 

Hmm, ada tanda tanya besar. Seolah biang bencana yang terjadi adalah karena hujan. Kasian hujan, ia tak datang salah, ia datang pun dianggap bikin susah. Apakah sebenarnya salah hujan? Bukankah Allah sudah menciptakan bumi dan semua yang berhubungan dengannya, termasuk hujan, dalam porsi yang seimbang? Mungkin sudah waktunya kita melakukan perenungan mendalam atas berbagai fenomena alam yang terjadi tidak seperti harapan kita.

Tentang hujan, Allah menjelaskan dalam Al Quran surat Az Zukhruf ayat 11,

الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْدًا وَجَعَلَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya: "Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (ukuran tertentu yang diperlukan), lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur)."

Dalam Ensiklopedia Al-Qur'an tulisan Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, beliau menulis penjelasan ayat 11 surah Az Zukhruf sebagai berikut:
"Dan yang menurunkan hujan dari awan menurut kadar yang diperlukan dan sesuai dengan kemaslahatan, lalu Kami hidupkan dengan hujan itu negeri yang mati dan tandus, seperti itulah kalian akan dikeluarkan dalam keadaan hidup dari dalam kubur untuk dihisab dan diberi balasan."

Dengan kata lain, air hujan yang Allah turunkan itu sudah sesuai dengan kebutuhan manusia, tidak kurang dan tidak lebih. Dalam suatu kajian ilmiah pernah disebutkan bahwa air yang turun dari langit lewat hujan, jumlahnya sama dengan air yang naik ke langit melalui proses penguapan. Kalau kemudian yang terjadi justru kekurangan air atau air menjadi berlebih maka sudah sepantasnya kita sebagai manusia yang menghuni bumi memikirkan apa penyebabnya.

Di ayat yang lain Al-Qur'an menyebut hujan sebagai rahmat dan berkah.

وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِن بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنشُرُ رَحْمَتَهُ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ

Artinya: "Dan Dia-lah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah Maha Pelindung, Maha Terpuji." (QS. Asy Syuuraa: 28)

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

Artinya: "Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah, lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen." (QS. Qaaf: 50)

Air sebagai sumber kehidupan akan selalu dicari dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia. Setelah musim kemarau yang cukup lama, semua makhluk pasti merindukan datangnya hujan. Tidak hanya manusia, tapi juga makhluk Allah yang lain seperti binatang dan tanaman. Beberapa binatang mengurangi aktivitasnya untuk menekan rasa haus pada musim kemarau. Sebagian tanaman juga menggugurkan daunnya sebagai cara untuk bertahan hidup selama musim kemarau. Mereka semua menunggu turunnya rahmat dari Allah berupa air yang turun dari langit. Adalah kesalahan ketika manusia menyambut datangnya musim hujan dengan gundah lantaran merasa terancam akan dampaknya.

Hujan adalah rahmat. Allah menurunkan hujan sebagai bentuk keberkahan. Yang dengan air hujan itu tanaman bisa kembali tumbuh dan mengeluarkan daunnya. Binatang-binatang pun bisa kembali beraktivitas setelah kebutuhannya akan air tercukupi dan melanjutkan tugasnya sebagai makhluk di bumi. Petani bisa kembali bercocok tanam. Peternak bisa menggemukkan binatang-binatang ternaknya dan mengisi kembali kolam-kolam ikannya dengan air yang selama kemarau tidak didapatinya. Kita bahkan bisa langsung merasakan segarnya aroma tanah basah setelah terkena air hujan. Tidak hanya itu, udara yang kita hirup setelah turun hujan juga terasa lebih bersih. Begitu besar manfaat hujan bagi kehidupan, serta membawa rahmat dan keberkahan.

Ketika hujan yang turun malah memunculkan masalah dan dianggap sebagai sumber musibah, sudah waktunya manusia sebagai makhluk Allah yang berakal memikirkannya. Sudah saatnya manusia berpikir kenapa sampai terjadi banjir dan bukan mempermasalahkan hujan yang turun. Jika kita mau jujur, banjir dan kekeringan sebagian besar terjadi karena kelalaian kita dalam menjaga alam yang sudah banyak memberi manfaat pada kehidupan kita. Hutan digunduli sehingga tidak ada lagi pohon yang bisa menyerap dan menyimpan air hujan. Akibatnya saat kemarau mudah sekali timbul kekeringan dan ketika hujan turun dengan cepat timbul banjir. Selain penggundulan hutan, penataan pembangunan yang tidak mengindahkan alam dengan mengabaikan saluran air menjadi masalah timbulnya banjir di daerah pemukiman.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kepada kita sebuah doa ketika hujan turun, yaitu اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً yang artinya: "Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat." Doa ini Rasulullah ajarkan kepada kita dengan tujuan agar Allah melipatgandakan rahmat dan keberkahan diturunkannya hujan. Semoga dengan membaca doa ini, Allah juga akan menghindarkan kita dari terjadinya musibah yang berpotensi menimpa kita meski itu akibat ulah kita.

Sungguh, betapa besar nikmat yang Allah selipkan di antara butiran-butiran air yang sudah Dia turunkan dari langit. Nikmat yang seharusnya bisa dirasakan tidak hanya oleh umat manusia, tetapi juga oleh seluruh makhluk Allah yang hidup di muka bumi. Namun seluruh makhluk yang ada di muka bumi malah terancam saat datang hujan diakibatkan oleh kelalaian segelintir manusia.

Kini musim hujan telah tiba. Semoga kita termasuk manusia-manusia yang diliputi rahmat dan keberkahan dengan memperoleh manfaat yang besar dari turunnya hujan.
Aamiiin yaa Robbal alamiiin....


*tulisan ini diikutsertakan dalam program SETIP bareng Estrilook

#SemingguTigaPostingan 
#day12 

Wednesday, March 27, 2019

Berbagi atau Bertanyalah (Bagian 3)


Menjelang Operasi

Keputusan Berat

Penjelasan dokter syaraf di RS Mayapada sangat informatif, membuat kami (sedikit) faham tentang sesuatu yang kami benar-benar awam. Itu cukup menenangkan kami, setidaknya untuk sementara waktu, karena kondisi suami masih kritis. Kami pun mendapat jawaban tentang apa yang terjadi.

Suami saya diserang stroke. Beliau mengalami penyumbatan pembuluh darah yang menuju otak kanannya. Itulah kenapa sisi tubuh bagian kiri suami saya terus melemah sejak hari pertama serangan. Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau berkurang akibat penyumbatan (dikenal dengan stroke iskemik) atau terjadi pecahnya pembuluh darah (dikenal dengan stroke hemoragik). Dan suami saya mengalami stroke iskemik, bukan stroke hemoragik seperti yang disangkakan dokter syaraf di RS sebelumnya. (Ah, andai dokter itu tidak salah mendiagnosa, huhuhu...)

Pemicu stroke yang menyerang suami disebabkan oleh perpaduan antara kadar gula darah yang tinggi, kolesterol yang sedikit di atas angka normal (yang untuk ukuran orang yang tanpa diabet masih terbilang aman), dan kemungkinan dipicu akibat kelelahan fisik. Menurut dokter, banyak hal yang bisa memicu serangan stroke. Itulah kenapa setiap orang yang terkena stroke memiliki riwayat kesehatannya masing-masing yang satu sama lain tidak selalu sama.

Tindakan darurat yang perlu segera dilakukan adalah menangani pembengkakan pada otak. Pembengkakan umumnya akan mencapai puncaknya pada hari ke-4. Namun suami saya mengalami pembengkakan lebih cepat yang jika dibiarkan bisa beresiko fatal. 

Setiap orang memiliki kemampuan berbeda menghadapi toleransi pembengkakan otak, namun ini bukan ajang coba-coba. Beberapa resiko yang bisa timbul akibat pembengkakan yang terus berlanjut, di antaranya:

1. Menimbulkan kerusakan fungsi otak secara permanen
Jika otak dibiarkan terus membengkak tanpa adanya penanganan, kemungkinan otak tidak bisa berfungsi kembali. Hal ini bisa menyebabkan dampak kerusakan yang permanen. Jadi meski pasien sembuh dan selamat dari serangan stroke, namun pasien terancam mengalami kelumpuhan fisik yang sulit disembuhkan dengan terapi apapun atau minimal membutuhkan masa pemulihan yang sangat lama.

2. Pembengkakan bisa menekan bagian otak yang masih sehat 
Bagian otak yang tidak mendapatkan asupan darah sangat berpotensi mengalami kerusakan. Jika bengkaknya menekan bagian otak yang sehat, tentu menambah luas area otak yang mengalami kerusakan dan berpotensi menambah luas dampak yang bisa ditimbulkan.
Yang paling fatal jika pembengkakan sampai menekan bagian batang otak. Karena kerusakan fungsi batang otak bisa menyebabkan pasien mengalami kelumpuhan secara total.

3. Menyebabkan pecahnya pembuluh darah
Dengan kata lain bisa menimbulkan terjadinya pendarahan. Penanganan stroke pada pasien yang mengalami pendarahan lebih beresiko dibandingkan yang mengalami penyumbatan. Terjadinya pendarahan yang terus menerus akan bisa menyebabkan terjadinya kematian.


28 Januari 2018

Tim dokter yang menangani suami saya menyarankan untuk segera dilakukan tindakan operasi. Untuk kasus stroke iskemik seperti suami saya, sebenarnya ada tindakan yang relatif lebih efektif dan murah, yaitu dengan dilakukan DSA (Digital Subtraction Angiography). Namun tindakan itu hanya bisa dilakukan pada pasien yang mengalami serangan stroke kurang dari 12 jam. Tim dokter tidak berani melakukan tindakan tersebut terhadap suami saya karena beresiko besar akan terjadinya pecahnya pembuluh darah pada titik terjadinya sumbatan.

Selama masa proses konsultasi kami dengan tim dokter, suami saya mendapatkan terapi obat yang salah satunya untuk menghambat laju pembengkakan pada otak. Terapi obat tersebut tetap diberikan baik kami setuju atau tidak dilakukannya tindakan operasi.

Selama proses pemberian obat berlangsung, suami saya ditempatkan di ruang ICU di bawah pengawasan 4 orang dokter spesialis, yaitu spesialis syaraf, spesialis penyakit dalam, spesialis THT, dan spesialis jantung.

Dua hari tanpa penanganan tepat membuat tingkat kesadaran suami saya yang seharusnya meningkat setelah diberikan tindakan, justru mengalami penurunan. Hal itu menyebabkan kemampuan fungsi organ yang juga mengalami penurunan, termasuk kinerja jantung dan pernafasan. Itulah kenapa harus melibatkan dokter spesialis jantung dan spesialis THT.


29 Januari 2018

Alhamdulilllah ... terapi obat yang diberikan memberikan hasil positif. Dalam 24 jam tingkat kesadaran suami saya meningkat. Secara medis, bisa dikatakan suami saya sudah melewati masa kritis. Kalau kata dokter, tidak dioperasi pun, suami saya bisa tetap hidup. Tapi tentu dengan resiko kerusakan otak yang belum bisa diprediksi dan masih mungkin terus bertambah selama masa terapi berlangsung, karena pembengkakan otak yang dialami suami tidak bisa diprediksi sampai kapan akan terjadi. Dokter tetap menyarankan dilakukan operasi sebagai ikhtiyar maksimal agar potensi kerusakan otak bisa ditekan seminimal mungkin dan dengan harapan bisa pulih lebih cepat.

Setelah berunding, akhirnya kami sepakat memilih opsi dilakukan operasi. Lebih cepat dilakukan tindakan akan lebih baik, begitu saran dokter. Jadi hari itu juga segala persiapan dilakukan untuk pelaksanaan operasi di kepala suami, yaitu membuka sebagian tengkoraknya. Besar harapan kami semua, ini menjadi langkah terbaik kami untuk kesembuhan suami saya.


*bersambung...


#SemingguTigaPostingan
#day11

Thursday, March 14, 2019

Nikmati Nabeez dan Dapatkan Manfaatnya


Air Nabeez Kurma Sukari

       Sejak 25 Januari 2018, hari pertama saya menemani suami di rumah sakit -ketika beliau sakit-, saya jadi jarang merasa lapar. Pernah ketika menunggu itu, dalam sehari saya hanya makan seporsi bubur ayam yang sempat saya lupakan keberadaannya semenjak pagi. (Alhamdulillah belum basi.) Saya baru memakannya lewat tengah hari dan tidak makan apa-apa lagi hingga keesokan harinya. Mungkin karena pikiran saya lebih fokus kepada suami yang terbaring sakit serta empat anak yang saya tinggalkan di rumah. (Ah, pingin mewek kalau ingat, huaaa...)

       Ada cukup makanan di meja dan di dalam lemari kecil ruang rawat inap yang ditempati suami. Tapi saya seperti tidak punya waktu meski sekadar untuk melihatnya. Biasanya makanan-makanan buah tangan teman-teman dan kerabat suami itu lebih sering saya bawa pulang untuk diberikan kepada anak-anak. Ya, setiap malam sekitar pukul 21.00 - 22.00 saya biasanya pulang ke rumah, lalu kembali ke RS pagi harinya. Butuh waktu sekitar satu jam perjalanan naik mobil dari RS ke rumah. Lumayan jauh, tapi tetap saya lakukan demi si bungsu yang masih ngASI. (Mungkin seperti mimpi buat dia, karena setiap saya datang, dia biasanya sudah tidur, dan saya berangkat lagi sebelum dia bangun, hiks.)

       Makan saya memang tidak banyak, tapi menjadi lebih sedikit dan lebih jarang lagi sejak suami sakit. Apalagi sebelumnya saya memang biasa sarapan buah saja di pagi hari. Dengan mengunyah buah secukupnya di pagi hari, saya bisa lupa makan setelahnya. Kalau akhirnya saya memasukkan sesuatu ke dalam mulut untuk dimakan, itu karena saya ingat punya kewajiban untuk memenuhi hak tubuh saya. Apalagi saya yang fulltime mengurus suami sempat drop beberapa hari waktu itu. Alhamdulillah, ada yang membantu mengurus empat anak saya selama saya fokus mengurus suami.

       Dari RS, saya lanjutkan mengurus suami di rumah. Menjadi istri, teman bicara, dokter, perawat, ahli gizi, sekaligus terapis suami menjadi aktivitas rutin saya di rumah. (Akhirnya semua cita-cita di bidang kesehatan yang dulu pernah terlintas, terealisasi juga, huhu...) Meski anak-anak sudah ada yang mengurus, untuk beberapa keperluan terkadang mereka masih mencari saya. Sebesar apapun usaha saya untuk menikmati semua kesibukan itu, kadang-kadang tubuh saya merasakan lelah, minta diistirahatkan sejenak.

       Waktu terus berjalan, hingga tak terasa sudah mendekati ramadhan kala itu. Ketika saya membeli beberapa kebutuhan di toko langganan, tidak sengaja saya melihat kurma Tunisia. Sudah lama tidak makan kurma, saya pun membelinya sebungkus. Sengaja saya pilih yang banyak isinya karena itu adalah kurma kesukaan saya. Hingga saat itu, kurma Tunisia memang menjadi kurma favorit saya.

       Biasanya saya mengonsumsi kurma dengan cara dimakan biasa. Ternyata mengunyah 3 atau 5 atau 7 butir kurma cukup membutuhkan waktu buat saya yang kalau mengunyah makanan suka lama. Tiba-tiba saya teringat bahwa kurma bisa dinikmati dengan cara berbeda. Cara yang sama yang biasa dipakai Rasulullah dalam menikmati buah kurma. Sudah cukup lama saya mengetahuinya, tapi saya belum pernah mencobanya. Pembuatannya tidak jauh berbeda dengan proses membuat infused water. Yaitu dengan merendam buah kurma di dalam air atau biasa dikenal dengan sebutan Nabeez.

       Pertama kali membuat air nabeez, saya tidak memperhatikan lama waktu merendamnya, karena saya lupa kalau sedang menyiapkan nabeez. Begitu ingat dan mencicipinya, saya langsung jatuh cinta. Rasa air rendaman kurmanya enak, manis dari kurmanya berasa. Begitu juga rasa kurmanya, menjadi makin lezat karena manisnya sudah berkurang. Membuat kurma Tunisia matang yang sangat manis itu menjadi terasa seperti kurma Tunisia segar dengan rasa manis yang pas di lidah saya. Selain itu, teksturnya juga jadi sangat lembut sehingga lebih mudah dikunyah dan ditelan. Mengonsumsi nabeez benar-benar menjadi cara menikmati kurma yang lezat dan praktis.

Cara mudah membuat air nabeez

       Sejak saat itu, saya hampir selalu menyantap kurma dengan dijadikan nabeez terlebih dahulu. Memasuki bulan ramadhan, saya pernah lupa belum menyiapkan air nabeez, padahal waktu berbuka tinggal beberapa jam lagi. Untuk mempercepat proses kurma menjadi cepat lembek, saya pun menggunakan air panas. Dari sisi rasa dan lembutnya kurma, cara ini berhasil, tapi saya tidak tahu pasti bagaimana kadar gizinya. Apakah berkurang karena penambahan air pada suhu panas atau tidak. Jadi penambahan air panas saya lakukan hanya ketika kondisi darurat saja, demi bisa menikmati buah kurma dengan cara direndam air.

       Selain rasanya yang lezat, mengonsumsi air nabeez nyata terasa manfaatnya buat saya. Mata yang menjadi gelap saat saya tiba-tiba bangun dari posisi duduk yang pernah saya rasakan ketika lupa makan, tidak terasa lagi. Air nabeez benar-benar memberi saya cukup energi. Saya jadi tidak khawatir lagi meski lupa makan. Selama puasa, air nabeez menjadi solusi praktis sebagai sajian berbuka dan sahur. Berbuka dengan air nabeez yang dibuat dari 7 butir kurma mampu menyumbang kalori yang membuat saya kuat tidak makan hingga saat sahur tiba.

       Selain manfaat nyata yang sudah saya buktikan, masih banyak manfaat lainnya. Berikut ini beberapa di antara manfaat air nabeez yang saya rangkum dari berbagai sumber:
  1. Membantu Proses Detoksifikasi
  2. Membantu Proses Metabolisme
  3. Membersihkan Sisa Metabolisme
  4. Meningkatkan Fungsi Pencernaan
  5. Menurunkan Kadar Keasaman pada Lambung
  6. Menstabilkan Tekanan Darah
  7. Membantu Menghilangkan Kolesterol Jahat dalam Tubuh
  8. Membantu Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
  9. Membantu Memperbaiki Masalah Hati dan Limpa
  10. Sangat Baik Dikonsumsi oleh Ibu Hamil dan Menyusui

       Alhamdulillah ... setelah hampir enam bulan saya tidak menikmati nabeez, kemarin saya bisa menikmatinya lagi. Kali ini saya tidak memakai kurma Tunisia, tapi memakai kurma Sukari, karena saya memang memesan kurma Sukari. Kalau dikonsumsi langsung, kurma Tunisia dan kurma Sukari terasa bedanya. Namun jika dijadikan nabeez, perbedaannya tidak terlalu kentara. Rasa lezat dan lembutnya kedua jenis kurma tersebut setelah direndam air beberapa jam, hampir sama.

       Sebetulnya sudah sejak lama saya ingin membeli kurma, tapi agak sulit juga mendapatkannya. Begitu ketemu di super market langganan, saya tidak jadi beli karena harganya kurang bersahabat buat saya. Entah memang harga kurma yang tinggi atau karena bukan bulan ramadhan jadi yang menyediakan kurma belum banyak sehingga harganya menjadi tinggi.

       Alhamdulillah lagi ... saya mempunyai teman fb yang menjual kurma secara online. Harganya mungkin tidak terlalu jauh berbeda dengan di pasaran, tapi jaminan kualitas yang ditawarkan membuat saya tertarik membelinya.

       Kualitas buah-buahan yang akan dikonsumsi sangat penting, lho, termasuk buah kurma. Saya beberapa kali membeli kurma dengan harga murah (karena memang mencari yang murah). Tampilan luar kurmanya memang bagus, tapi begitu dibuka, bagian dalamnya kering dan di sekitar bijinya terdapat binatang-binatang kecil. Meskipun bisa dibersihkan tapi kan bikin be-te pas mau makan. Kurma yang seperti itu menunjukkan bahwa kualitas kurmanya tidak bagus atau bisa karena kurmanya sudah beredar cukup lama.

       Selain membeli kurma, ternyata saya juga mendapat kesempatan untuk bergabung sebagai reseller. Ini kesempatan emas, saya pun memutuskan untuk bergabung, sehingga saya bisa memperoleh dua keuntungan. Yaitu mendapatkan kurma berkualitas dengan mudah dan memiliki kesempatan memulai usaha. (Bismillah ... mohon doanya semoga jadi usaha yang berkah ya, Mak.)

       Nah, teman-teman ada yang belum mencoba menikmati air nabeez? Sok atuh, dicoba dan rasakan manfaatnya. Cara bikinnya gampang banget, kan? Kalau kesulitan mendapatkan buah kurmanya, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi saya. (*eh, hehe... sengaja...) Tapi kalau tidak mau ketagihan sih sebaiknya memang tidak perlu mencoba, haha... 


*tulisan ini diikutkan dalam tantangan SETIP bersama Estrilook

#SemingguTigaPostingan
#day10

Saturday, March 2, 2019

Seperti Apa Makna Rasa Kehilangan Bagimu?


Bersama ayah di Taman Nasional Baluran

Anak ke-4 bikin saya baper habis hari ini. Sudah biasa sih dia bikin saya baper lewat obrolan-obrolan kami tentang ayahnya, tapi tidak sebanyak hari ini. 

Kebaperan ini berawal dari keinginan si bungsu naik mobil. Si bungsu aka anak ke-5 yang biasa saya ajak wira-wiri kesana kemari rupanya kangen ingin naik mobil setelah hampir sepekan saya tidak mengajaknya kemana-mana. Jadilah tadi sore saya ajak dia dan dua kakaknya (anak ke-4 dan anak ke-3) ke rumah mbahyut-nya alias nenek saya. Jaraknya tidak terlalu jauh, mungkin sekitar 1 km saja dari rumah.

Namun perjalanan itu melewati satu area pemakaman dan terjadilah obrolan yang bikin saya baper.

A4: "Ayah ada di sana ya, Bun?"
A3: "Ayah kan juga dimakamkan."
Me: "Ayah sudah dimakamkan, tapi bukan di sana. Adik Nuha sudah tiga kali ke makam ayah."
A3: "Aku nggak diajak."
Me: "Iya, nanti kalau kita ke Malang, kita ke makam ayah."

A4 alias anak ke-4 diam saja, tapi seperti biasa, dia pasti sedang memikirkan sesuatu. Mungkin dia sedang membayangkan hari-hari indah bersama ayahnya... (*saya mewek.)

Perjalanan berlanjut. Akhirnya anak ke-4 berkata lagi setelah dia sempat diam beberapa saat.

A4: "Aku kalau sudah tidur sering menangis."
A3: "Kok tahu, kan sudah tidur?"
A4: "Kalau mau tidur."
Me: "Kenapa, Mas?"
A4: "Ingat ayah."
Me: "Setiap mau tidur jangan lupa doakan ayah, ya..."

Lagi-lagi, ini tentang ayahnya. Anak ke-4 memang paling sering menanyakan ayahnya dan menyampaikan kerinduannya. Itulah obrolan kedua yang bikin saya baper hari ini. (*yaaa, saya mewek lagi dah.)

Obrolan ketiga yang bikin saya baper habis, terjadi menjelang anak ke-4 pergi tidur.

A4: "Kalau kita sudah meninggal semua, kita nanti dilahirkan lagi ya, Bun?"
Me: "Kenapa, Mas?"
A4: "Kita nanti kan akan meninggal juga kayak ayah, terus nanti kita semua apa akan dilahirkan lagi?"
Me: "Nggak dilahirkan lagi, Mas. Setiap hari akan selalu ada yang dilahirkan dan ada yang meninggal. Tapi nanti kita akan dihidupkan lagi."
A4: "Berarti bisa ketemu ayah?"
Me: "InsyaAllah ... kita akan bertemu ayah dan kita semua akan berkumpul di surga."
A4: "Aku sudah pingin ketemu ayah."
Me: "Ayo kita berdoa buat ayah. Semoga nanti kita bisa bertemu ayah dalam mimpi."

Begitulah anak ke-4 yang seringkali menyampaikan kerinduannya kepada sang ayah dan selalu sukses membuat saya mewek, seperti saat ini. Apalagi setelah melihatnya tertidur lelap, saya tidak bisa lagi menahan air mata dan akan menangis diam-diam.

Anak ke-4 ... usianya baru saja enam tahun ketika suami saya meninggal. Seperti anak kecil lainnya, dia sempat bermain-main di sekitar jasad ayahnya. Dia juga sempat menolak saat diminta mendekati ayahnya. Tapi akhirnya dia mau mendekat dan mencium pipi ayahnya. Setelah itu dia pun bermain-main lagi. 

Saat ayahnya akan dibawa ke pemakaman, rupanya dia sedang bermain di rumah sebelah dan baru kembali saat suami saya sudah di pemakaman. 

Dia pun bertanya, "Ayah ke mana?"
"Ayah sudah dibawa ke pemakaman, Sayang," jawab saya sambil memeluk dan menciumnya. 
Saya tidak memikirkan apakah dia paham ucapan saya atau tidak kala itu.

Malam harinya dia dibawa mbah-nya kembali ke kampung, sementara saya tetap tinggal di kota tempat suami saya menghembuskan nafas terakhirnya. Saya baru bertemu dia lagi sebulan lebih kemudian. 

Hal pertama yang diungkapkannya tentang kepergian ayahnya saat bertemu saya adalah keinginannya untuk meninggal sebentar saja agar bisa bertemu ayahnya. Ketika itulah saya tahu bahwa dia sangat merindukan ayahnya. Ayah yang sejak dia lahir hingga usianya enam tahun, hampir selalu hadir mengisi hari-harinya. Bukan berarti anak-anak yang lain tidak begitu. Hanya saja, anak ke-4 ini lahir saat suami saya memiliki banyak waktu di rumah hingga usianya satu tahun. Tahun-tahun berikutnya suami saya mulai bekerja dengan jam kerja yang longgar sehingga tetap mempunyai lebih banyak waktu bersama anak-anak.

Dia juga sempat mengungkapkan rencana kehidupan ke depan yang mirip atau bahkan sama dengan perjalanan hidup ayahnya. Dia mengatakan bahwa setelah lulus dari TK dia akan sekolah SD, SMP, SMA, kuliah, lalu menikah, dan kemudian meninggal, jadi bisa bertemu ayahnya di surga. 

Selama saya tidak bersamanya, dia biasa menanyakan tentang ayahnya kepada buliknya. Ternyata dari buliknya dia mendapat penjelasan bahwa ayahnya sudah lebih dulu ke surga dan nanti kalau dia sudah besar, sudah sekolah seperti ayah baru bisa bertemu ayah di sana. Maksud buliknya tentu untuk memotivasi dia agar rajin ke sekolah. Namun rupanya dia berpikir bahwa setiap manusia akan memiliki siklus yang kurang lebih sama seperti yang dialami ayahnya. Sepertinya karena hal ini juga dia jadi begitu takut saya tinggal. 

"Ah, anakku. Engkau mungkin masih terlalu kecil untuk mengerti. Yang engkau tahu hanyalah rindu dan keinginan untuk bertemu. Namun engkau mampu memaknai arti rasa kehilangan."

Bersama ayah di lokasi wisata Jeep Lava Tour Merapi

Pesan bunda untukmu, Nak.
Teruslah kau mengenang ayahmu. 
Kenanglah hari-hari indah yang dilaluinya bersamamu. 
Tirulah semangatnya dalam menuntut ilmu. 
Teladanilah sosoknya yang gemar membantu. 
Itu tidak akan sulit bagimu. 
Karena darahnya mengalir dalam darahmu.



#SemingguTigaPostingan
#day9