Tuesday, May 31, 2016

Surga Menanti, Film Religi yang Menginspirasi dan Menguras Emosi

Semalam, untuk pertama kalinya saya bisa turut serta menghadiri sebuah acara bersama teman-teman dari Blogger Mungil (BloMil). Yaitu menyaksikan pemutaran film perdana dari Khanza Film Production yang bekerja sama dengan Yayasan Syekh Ali Jaber, sekaligus konperensi pers bersama para pemeran film tersebut. Acara ini juga menjadi liputan film pertama bagi tim BloMil.

Tayang Perdana pada 2 Juni
"Surga Menanti", begitu judul film yang dibintangi oleh "Umi" Pipik Dian Irawati dan Agus Kuncoro ini. Sebuah film religi tentu saja. Film yang berkisah tentang seorang Daffa yang diperankan oleh Syakir Daulay, dalam perjuangannya menjadi seorang hafidh qur'an. Sebuah cita-cita yang tidak muncul begitu saja pada diri Daffa, akan tetapi tidak lepas dari impian, motivasi, doa-doa dan usaha kedua orang tua Daffa, yaitu Yusuf (Agus Kuncoro) dan Humairoh (Umi Pipik).

Untuk mewujudkan impiannya--memiliki seorang anak yang hafidh qur'an, Yusuf dan Humairoh mengirimkan Daffa--anak semata wayangnya, ke pesantren tahfidh. Tempat yang jauh dan harus berpisah dengan sang buah hati, tidak menjadi halangan bagi mereka. Begitu juga dengan Daffa, dia benar-benar telah siap berpisah untuk sementara dengan orang tuanya, demi mewujudkan impiannya yang juga impian kedua orang tuanya.

Namun, untuk meraih impian sebagai hafidh qur'an ternyata bukanlah perkara yang mudah. Berbagai halangan dan rintangan menunggu sepanjang perjalanan dalam meraihnya. Belum sampai usai pendidikan Daffa di pesantren, belum juga tercapai cita-citanya menjadi seorang hafidh, Yusuf menjemput Daffa pulang. Kondisi Humairoh yang sakit dan fisiknya yang terus melemah, memaksa Yusuf untuk menjemput Daffa. Sebuah keputusan yang berat tidak hanya bagi Yusuf dan Humairoh, tapi juga Daffa.

Memang bukan tidak mungkin bisa meraih gelar hafidh di luar pesantren. Tapi tantangannya pasti jauh lebih berat bila dibandingkan di pesantren. Lingkungan yang kurang mendukung dan pandangan "miring" sebagian orang terhadap mereka yang tsiqoh memegang agamanya--termasuk mereka yang berkeinginan menjadi hafidh qur'an, menjadi ujian yang berat. Hal itu juga dialami Daffa di kampung halamannya. Bahkan penghalang terberat justru datang dari tetangga yang rumahnya berada tepat di sebelah rumah orang tua Daffa. Seolah tak bosan-bosannya bu Asri--tokoh antagonis dalam film ini yang diperankan oleh Della Puspita, memandang sebelah mata dan selalu berusaha mengendurkan semangat Daffa untuk menjadi hafidh.

Belum lagi kondisi Humairoh yang terus memburuk. Daffa pun mengetahui keadaan umminya setelah dia mendapati hidung umminya mengeluarkan darah. Humairoh yang tadinya selalu berusaha menyembunyikan sakitnya dari Daffa, serta berpura-pura tegar dan kuat saat di hadapan putranya, akhirnya harus menyerah juga pada sakitnya. Beberapa kali Humairoh harus keluar masuk rumah sakit. Keadaan yang tentu saja tidak mudah dihadapi oleh seorang anak, termasuk Daffa. Hal itu cukup membebani pikiran Daffa. Namun di dalam sakitnya, Humairoh tak henti-hentinya terus menyemangati Daffa untuk bisa segera meraih impiannya. Begitu juga dengan Yusuf. Yusuf begitu tegar dan bersemangat dalam memotivasi Daffa. Meski sesungguhnya Yusuf pun tak tega melihat kondisi Humairoh--istrinya, hingga diam-diam terkadang Yusuf pun menitikkan air mata.

Kehadiran dr. Fitri dalam film ini memberikan warna tersendiri. Berbeda dengan karakter bu Asri, empati dr. Fitri terhadap kondisi keluarga Yusuf-Humairo dan Daffa menjadikan dr. Fitri sebagai sosok teman sekaligus tetangga yang patut dicontoh. Sikap empati dan simpati yang ditunjukkan dr. Fitri terpancar dari tutur kata dan perilakunya. Begitu juga dengan kehadiran dua orang tuna netra yang merupakan sepasang ayah dan anak. Pesan Syekh Ali Jaber kepada mereka berdua, serta petuah yang disampaikan sang ayah kepada anaknya, sangatlah indah.

Ini benar-benar film religi yang patut ditonton. Sangat menginspirasi. Terutama bagi para orang tua yang juga sangat menginginkan anaknya menjadi hafidh qur'an, film ini sangat recommended untuk ditonton. Ada banyak pesan-pesan penting dalam film ini yang bisa menjadi suntikan semangat untuk tetap menjaga cita-cita mulia sebagai seorang hafidh qur'an dan atau menjadikan buah hatinya sebagai hafidh qur'an.

Sebagai orang tua yang juga memiliki impian sama seperti Yusuf dan Humairoh, saya tidak bisa menahan emosi selama menonton film ini. Meski berusaha untuk menahannya, air mata saya tetap saja keluar. Salah satunya adalah adegan saat Daffa harus dijemput dari pesantren dan berpisah dengan teman-temannya. Ingatan saya segera melayang kepada anak pertama yang juga berada di pesantren.

Seperti apakah pesan-pesan yang terkandung dalam film ini? Dan bagaimanakah akhir kisah film ini? Berhasilkah Daffa mewujudkan cita-citanya sebagai hafidh? Bagaimana pula dengan kondisi kesehatan Humairoh? Untuk mengetahui jawabannya, jangan lupa datang dan saksikan film ini di jaringan bioskop 21 mulai tanggal 2 Juni nanti.

Berpose seusai nonton film Surga Menanti
Suasana Konferensi Pers 


Pamulang, 31 Mei 2016
#liputanfilm
 

Saturday, May 7, 2016

Hadiah Untuk Kakek (bagian 3)

Ringkasan cerita sebelumnya:
Kecanduan Zahra bermain kartu rupanya makin parah. Namun saat pulang sekolah Zahra nampak kebingungan, karena kartu-kartunya yang tidak terhitung banyaknya itu, semuanya lenyap tak berbekas.


Setelah Zahra yakin kartu-kartunya benar-benar tidak ada, dia hanya bisa terduduk pasrah. Alih-alih bertanya pada ibu, bercerita saja dia tidak berani. "Ibu pasti tahu apa yang terjadi dengan kartu-kartu itu," bisik Zahra dalam hati.

Ibu memang sudah berkali-kali mengingatkan Zahra untuk tidak melupakan tugas dan kewajibannya. Ibu sama sekali tidak melarang Zahra untuk bermain. Ibu hanya ingin agar Zahra bisa membagi waktu dengan baik. Dan ibu memang sempat mengancam untuk membuang semua kartu Zahra jika nasihat ibu tidak dia laksanakan.

Seolah menyadari kesalahannya, Zahra mulai melakukan apa yang biasa dia lakukan saat pulang sekolah. Dia pun melepas baju seragam yang dipakainya. Karena tidak ada lagi kartu-kartu yang bisa dimainkan, Zahra memilih untuk merebahkan tubuhnya di kasur. Beberapa saat kemudian, dia pun tertidur lelap.

~~~

"Zahra, bangun. Sudah sore," kata ibu sambil membelai kepala Zahra lembut.
"Ibu membuat puding kesukaanmu," sambung ibu lagi.

Zahra pun langsung terbangun dan bermaksud untuk mencicipinya. Tapi ibu mencegah dan menyuruh Zahra untuk mandi terlebih dahulu.

"Setelah mandi, antarkan sebagian puding itu untuk kakek, ya," kata ibu lagi.

"Baiklah, Bu," jawab Zahra senang.
"Aku boleh menemani kakek makan puding, tidak?" Tanya Zahra.

"Tentu saja boleh, anak bunda yang sholihah," jawab ibu sambil tersenyum.

~~~

Setelah mandi sore, Zahra langsung ke rumah kakek dengan membawa beberapa porsi puding kesukaannya. Selain untuk menemani kakek makan, ada yang ingin Zahra tanyakan pada kakeknya. Karenanya kesempatan bersama kakek kali ini, tidak dia sia-siakan.

"Kakek, adakah makanan yang belum pernah kakek cicipin?" Tanya Zahra dengan mimik serius.

Kakek pun tertawa, dan bertanya kembali, "Memangnya kenapa, Zahra?"

"Aku ingin membawakan kakek makanan yang belum pernah kakek makan," jawab Zahra begitu polos.

"Terima kasih, cucu kakek yang cantik," kata kakek sambil mencium pipi Zahra. "Zahra boleh membawakan kakek apa saja yang Zahra mau," sambung kakek lagi.

"Baiklah, Kek. Aku akan bawakan kakek sesuatu yang belum pernah kakek makan," ucap Zahra yakin.

~~~

Malam ini Zahra senang sekali karena bisa bertemu ayahnya. Mumpung ayah lagi di rumah, ada hal penting yang ingin ditanyakan Zahra kepada ayahnya. Sebelum ayahnya kembali bekerja ke luar kota dan baru akan kembali paling cepat dua minggu berikutnya. Zahra pun segera mengutarakan keinginannya.

"Ayah, kalau semester ini aku bisa ranking satu, aku boleh minta hadiah?" Tanya Zahra kepada ayahnya.

"Tentu saja boleh, Sayang," jawab ayah. "Mau minta hadiah apa sih?" Tanya ayah.

"Hmm, apa ya? Nanti deh, Ayah. Kalau aku sudah yakin dengan hadiahnya, aku akan sampaikan pada ayah," jawab Zahra membuat ayahnya penasaran.


(bersambung)

#OneDayOnePost
#48

Friday, May 6, 2016

Hadiah Untuk Kakek (bagian 2)

Ringkasan cerita sebelumnya:
Zahra yang sedang kecanduan bermain kartu, pamit kepada ibu untuk bermain di rumah kakek. Ibu berpesan agar dia kembali sebelum maghrib. Tapi hingga azan maghrib berkumandang, dia belum juga pulang.


Seusai sholat maghrib, ibu bermaksud menjemput Zahra ke rumah kakek. Tapi ternyata kakek sudah lebih dulu datang bersama Zahra.

"Langsung mandi, Zahra," kata kakek begitu Zahra masuk rumah.

Sementara Zahra mandi, kakek menjelaskan kepada ibu kalau Zahra baru saja pulang dari bermain di rumah temannya. Rumah temannya kebetulan dekat dengan rumah kakek. Setelah menyerahkan singkong rebus, Zahra pamit kepada kakeknya untuk bermain. Tadinya kakek mengira kalau Zahra langsung pulang ke rumah. Ternyata selepas azan maghrib dia baru kembali.

Sebelum pamit pulang, tidak lupa kakek berpesan kepada ibu agar tidak memarahi Zahra karena perbuatannya hari ini. Kakek memang sangat menyayangi Zahra.

~~~

"Bu, kakek nggak dimasakin singkong rebus lagi?" Tanya Zahra.

"Kenapa? Zahra kangen sama kakek, ya? Zahra tidak harus membawa singkong rebus kalau mau ketemu kakek. Sepertinya semalam ayah bawa brownies kukus. Itu juga bisa Zahra bawa sebagai oleh-oleh untuk kakek," kata ibu menjelaskan dengan panjang lebar.

"Kalau kakek tidak suka, bagaimana?" Tanya Zahra lagi.

"Ya, pasti suka lah. Kakek itu tidak suka pilih-pilih makanan. Apa yang tersedia di meja, pasti kakek makan," jawab ibu.

Mendengar penjelasan ibu, Zahra membayangkan, "kalau aku bawakan Pizza atau Burger, kira-kira kakek mau makan nggak ya?"

"Baiklah, Bu. Zahra bawa browniesnya buat kakek, ya," ucap Zahra kemudian sambil tersenyum.

"Boleh," jawab ibu yang langsung menuju meja untuk mengambilkan beberapa potong brownies untuk kakek.

~~~

Suatu hari, "Kartu-kartuku dimana, ya?" bisik Zahra dalam hati. Dia baru saja datang dari sekolah dan belum ganti baju. Dan biasanya dia tidak akan ganti baju sebelum ibu akhirnya mengingatkan. Kecanduan Zahra terhadap kartu-kartu itu rupanya mulai parah. Membuat dia lupa akan tugas-tugas yang sebelumnya sudah rutin dia kerjakan.

Zahra masih terlihat bingung mencari kartu-kartunya di antara tumpukan buku-buku yang ada di lemari meja belajar. Dia mengulang-ulang pencariannya hingga dua dan tiga kali, namun tak juga ditemukan.


(bersambung)

#OneDayOnePost
#47

Thursday, May 5, 2016

Hadiah Untuk Kakek (bagian 1)

Zahra dikenal sebagai anak yang pintar. Sejak kelas satu hingga kelas tiga, dia selalu ranking satu. Namun Zahra tetaplah seorang anak kecil. Dia juga suka bermain seperti anak kebanyakan. Dan keasyikannya bermain mulai mengganggu aktivitas belajarnya. Tidak hanya itu, Zahra juga jadi sering terlambat pulang dan lupa makan.

~~~

"Zahra, bermainnya sudah yuk. Sekarang mandi, lalu siapkan buku untuk besok," kata ibu suatu hari.

"Iya, Bu," jawab Zahra selalu dan selalu begitu. Namun tidak jarang itu hanya di bibir saja, karena Zahra kembali melanjutkan bermainnya. Bermain kartu memang mengasyikkan dan tak pernah merasa puas. Padahal kartu yang Zahra miliki sudah sangat banyak. Begitu banyaknya hingga tak terhitung lagi.

"Zahra, sudah hampir maghrib, waktunya pulang!" Ibu berkata dengan setengah berteriak.
"Ibu tunggu sampai hitungan kesepuluh," sambung ibu lagi.

Mendapat peringatan seperti itu, Zahra cepat-cepat membereskan kartunya yang berserakan. Dia tahu betul ancaman yang menunggu di balik peringatan ibunya. Meski ibu tidak mungkin memukulnya, Zahra tidak mau mainan kesukaannya disita ibu.

Begitulah yang dikerjakan Zahra dari ke hari. Sejak kelas empat, dia mulai kecanduan bermain kartu, yang memang lagi musim itu. Tapi ibu tidak pernah bosan untuk selalu memanggil Zahra di jam-jam seharusnya dia sudah masuk rumah.

~~~

"Bu, aku main di rumah kakek, ya?" Tanya Zahra.

Zahra sudah biasa ke rumah kakeknya sendirian. Jarak rumah kakek cukup dekat, hanya beberapa blok saja dari rumah Zahra.

"Iya, boleh. Sekalian ibu titip singkong rebus buat kakek," jawab ibu sambil menyerahkan rantang kecil berisi singkong rebus.

Ibu memang tidak pernah melarang Zahra pergi ke rumah kakeknya, meski pun ibu tahu, itu hanya akal-akalan Zahra agar dia bisa lebih bebas bermain tanpa terganggu panggilan ibu yang menyuruhnya pulang.

"Kakek suka sekali singkong rebus, ya, Bu?" Tanya Zahra serius.

"Betul!" Kata ibu sembari menyentil hidung Zahra. "Singkong rebus adalah makanan kesukaan kakek. Kata kakek, makanan itu mengingatkan kakek pada masa-masa kemerdekaan dulu," tutur ibu menjelaskan.

"Oya, nanti sebelum maghrib sudah di rumah, ya," kata ibu lagi.

"Iya, Bu," jawab Zahra.

~~~

Azan maghrib sudah berkumandang, tapi Zahra belum juga pulang. Ibu mulai bertanya-tanya dalam hati. Tidak biasanya hal itu terjadi.


(bersambung)


#OneDayOnePost
#46

Friday, April 29, 2016

Dari Kecil Aku Sudah Suka Jalan-jalan (lanjutan)

Kisah sebelumnya ada di sini.

Pesona Alam Pantai Pasir Putih di Situbondo

Perjalanan berikutnya, lebih jauh dari sebelumnya. Obyek wisaya ziarah wali ditambah hingga ke daerah Jawa Tengah, yaitu ke tempat Sunan Kalijaga. Karena jarak lebih jauh, maka waktu yang dibutuhkan juga lebih lama dari perjalanan sebelumnya yang hanya dua hari dua malam. Dan pada perjalanan kali ini, giliranku dan adik yang diajak. Hehe, lagi-lagi aku deh yang dapat giliran...

Berangkat pada malam hari, suasana tampak tenang-tenang saja. Namun suasana berubah saat memasuki Jawa Tengah pada keesokan harinya. Adikku mabuk bukan kepalang. Muntah hingga berkali-kali dalam hitungan jam. Menjadi perjalanan jauh pertama membawa adik, membuat bapak sempat panik mendapati adik mabuk darat. Bapak sampai berpikir untuk pulang lebih dulu ke rumah dengan menumpang bus umum. Sungguh menjadi perjalanan tak terlupakan bagi bapak dan ibu.

Sementara aku, seperti biasa, begitu senang dan menikmati perjalanan darat menuju Jawa Tengah yang memang untuk pertama kalinya aku rasakan. Melintasi jalan licin beraspal, dan melalui daerah pegunungan, sungguh sangat mengasyikkan. Kecuali mata sudah benar-benar tidak bisa dibuka, barulah aku tertidur di atas kendaraan. Tapi begitu sampai di tujuan dan bus berhenti, bisa dipastikan aku akan bangun dan turun dari bus untuk menjelajah alam sekitar.

Tahun berikutnya, tempat ziarah yang dituju lebih jauh lagi. Target terakhir bisa sampai tempat Sunan Gunung Jati di daerah Cirebon, Jawa Barat. Pada perjalanan ketiga itu, hanya aku yang diajak. Adik sudah tidak mau lagi ikut karena trauma pada perjalanan sebelumnya. Sementara kakak juga tidak mau, meski hanya karena alasan malas pergi. Jadilah aku senang dan puas bisa melakukan perjalanan ke kota-kota yang jauh dari tempat tinggalku.

Perjalanan ke Cirebon, sepertinya menjadi perjalanan wisata terakhir kami. Karena dua tahun berikutnya bapak memilih untuk pindah madrasah di dekat rumah. Dimana tahun sebelumnya, pihak madrasah yang lama meliburkan dulu acara darmawisata. Dan di madrasah yang baru tidak ada agenda jalan-jalan. Hihi, garing...

Tapi saat itu aku yang sudah SMP, memilih untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Yang salah satu kegiatannya hampir tiap bulan sekali adalah kemping dan atau kemah. Lengkaplah pemenuhan hasrat kesukaanku, karena aku tidak sekadar jalan-jalan saat kemah atau kemping, tapi juga berpetualang. Entah ada berapa destinasi yang sudah aku jangkau selama di bangku SMP. Yang jelas ada kisah di setiap perjalanan yang telah aku lalui.

Memasuki bangku SMA, aku memilih sekolah di pusat kabupaten. Tiap hari aku harus mengendarai bus umum untuk bisa sampai ke sekolah. Saat ada satu bus yang tidak beroperasi, maka saat itulah aku akan menumpang bus sambil berdiri. Naik bus menjadi kegiatan rutin yang aku lakukan pada pagi dan siang/malam hari. Tapi aku tidak pernah sekali pun merasakan bosan untuk apa yang telah aku lakukan kala itu.

Untuk selanjutnya, menempuh pendidikan di Malang, membuat aku benar-benar sudah terbiasa melakukan perjalanan dengan bus. Aku pun melakukan perjalanan sendiri sedari awal mengikuti tes UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), daftar ulang setelah dinyatakan diterima, hingga menuju tempat kos.

Dan setelah menikah pun, tak terpikirkan sebelumnya aku akan pindah tempat tinggal beberapa kali. Karena memang aku suka-suka aja jalan-jalan, pindah-pindah rasanya biasa. Bahkan lebih terasa menyenangkan bisa mengetahui tempat-tempat yang sebelumnya hanya aku kenal namanya dari media.


Pamulang, 29 April 2016
*pengalamanku

#OneDayOnePost
#45

Azan, Ma

Repost!

Ini hari minggu. Mama mengajak Zahra ke pasar minggu, yaitu pasar yang hanya ada pada hari minggu saja. Tepat di sebelah pintu keluar-masuk pasar minggu itu, ada seorang laki-laki tua yang hanya punya satu tangan, sedang meminta-minta kepada pengunjung pasar. Setelah membeli beberapa kebutuhan dan jajanan sehat buat Zahra, Mama mengajak Zahra pulang. Sampai di pintu pasar, Zahra berhenti dan menoleh pada Mama.
“Ma, boleh minta uangnya? Untuk kakek tua itu?”, tanya Zahra.
“Boleh sekali, Sayang? Nih, berikan pada kakek itu, ya...?”, jawab Mama sambil menyodorkan uang kepada Zahra. Lalu mereka pulang. Di jalan, Zahra melihat seorang laki-laki yang berjalan dengan bantuan sebuah tongkat. Zahra terus memperhatikan dan seperti sedang mencari sesuatu dari orang itu.
Setiba di rumah, Zahra langsung bertanya pada Mama, “Ma, kakek yang di pasar tadi, tangannya kemana ya?”
“Wah, kita tadi tidak menanyakan itu, ya, Sayang? Mungkin Allah memang tidak memberinya tangan. Atau mungkin Allah sudah memberinya, tapi kemudian Allah mengambilnya lagi. Kira-kira yang benar yang mana, ya?”, papar Mama yang ditutup dengan pertanyaan untuk Zahra.
“Berarti, Ohm yang berjalan pakai tongkat di jalan tadi juga tidak diberi kaki oleh Allah, Ma? Atau, sudah Allah beri, tapi Allah mengambilnya lagi!”, kata Zahra. Dia tidak menjawab pertanyaan terakhir Mama. Zahra justru menyimpulkan sendiri kenapa laki-laki yang dilihatnya di jalan itu tidak punya kaki dan berjalan menggunakan tongkat.
“Ma, aku main dulu, ya...?”, ujar Zahra sebelum Mama menanggapi pernyataannya. Zahra tidak lagi menanyakan perihal dua laki-laki yang dilihatnya di pasar dan di jalan itu. Zahra seolah-olah sudah mendapat jawaban dari pertanyaannya.
“Iya, Sayang... Kembali sebelum waktu makan siang, ya...?”, jawab Mama yang tak lupa menyampaikan pesan sebelum Zahra pergi.

...
“Sudah azan, aku pulang dulu, ya...”, ucap Zahra kepada Bagas.
“Memangnya kalau azan harus pulang, ya?”, tanya Bagas.
“Ya, iya. Mama pasti sudah menunggu aku untuk sholat. Aku juga sudah lapar. Aku mau makan.”, jawab Zahra.
“Sholat??? Ngapain susah-susah sholat? Memangnya habis sholat kamu dapat apa?”, tanya Bagas sedikit ketus.
Beberapa saat, Zahra terlihat berpikir. Tapi kemudian dia pamit lagi untuk pulang.

...
“Sayang..., azan..., TV-nya matikan dulu. Sholat yuk...!”, seru Mama sembari meninggalkan dapur dan menuju musholla, yaitu ruangan kecil yang ada di salah satu sudut rumah Zahra.
“Tanggung, Ma. Bentaaar aja!”, jawab Zahra sambil dia bangkit dari duduknya dan memilih untuk meneruskan nontonnya dengan berdiri.
“Sayang..., lupa ya...?”, seru Mama lagi yang sudah berada di musholla.
“Iya, Ma...!”, jawab Zahra yang segera mematikan TV dan lari ke kamar mandi untuk berwudu.

...
“Ma, kenapa sih, kita mesti sholat?”, tanya Zahra yang sedang bersiap untuk tidur pada suatu malam. Usia Zahra memang masih 6 tahun. Kadangkala dia juga suka mogok tidak mau sholat, dengan alasan capek. Namun tidak terlalu susah juga untuk mengajaknya sholat. Dengan sedikit rayuan, Zahra pasti mau diajak sholat.
“Zahra masih ingat kan, siapa yang menciptakan kita?”, tanya Mama pelan.
“Allah, kan, Ma!”, jawab Zahra mantap.
“Trus yang memberi kita mata, mulut, telinga, hidung, tangan, dan kaki, siapa?”, tanya Mama lagi.
“Ya, Allah juga, Ma? Kalau Allah gak ngasih zahra mata, nanti zahra gak bisa melihat, dong, Ma!”, jawab Zahra.
“Nah, sholat itu sebagai bentuk syukur kita kepada Allah yang sudah memberi kita mata, mulut, tangan, kaki dan yang lain-lain juga... Coba, bagaimana kalau Allah tidak memberi tangan atau mengambil tangan Zahra?” Mama memberi penjelasan sambil menatap Zahra dengan lembut.
“Allah bisa mengambil tangan Zahra juga, Ma???”, tanya Zahra.
“Allah bisa menciptakan kita. Allah memberi apa yang kita butuhkan. Allah juga bisa mengambil semua pemberian-Nya dengan mudah, Sayang... Zahra ingat, kakek yang kita lihat di pasar tempo hari? Bukannya dia tidak punya tangan? Nah, kita yang diberi tangan sudah sepatutnya berterima kasih kepada Allah. Salah satunya dengan sholat. Karena Allah senang sekali kalau melihat Zahra sholat. ”, kata Mama sambil tetap menatap Zahra dan membelai rambutnya.
“Oh, gitu ya, Ma?”, jawab Zahra sambil menguap.
“Nah..., Zahra sudah mengantuk. Sebelum tidur, kita berdoa dulu, yuk.”

...
Sore itu, Mama mengajak Zahra menjenguk Bagas ke rumah sakit. Namun Bagas sepertinya sedang tidur, jadi Zahra tidak bisa menyapanya. Setelah Mama berbincang sebentar dengan orang tua Bagas, Mama mengajak Zahra pulang.
Sampai di rumah, Zahra bertanya kepada Mama, “Mama, kaki Bagas tadi itu diapain, Ma?”
“Diperban, Sayang... Kaki Bagas patah, setelah dia jatuh dari pohon kelengkeng di depan rumahnya. Makanya, Zahra kalau main hati-hati, ya?”, jawab Mama.
“Kasihan Bagas. Coba Bagas mau mau berterima kasih pada Allah. Pasti Allah tidak akan mengambil kakinya.”, ucap Zahra.
“Kenapa Zahra bilang begitu?”, tanya Mama.
“Iya, Ma. Bagas kan tidak pernah sholat? Berarti dia tidak bersyukur kan, Ma?”, jawab Zahra.
“Ma, azan... Ayo sholat, Ma. Zahra tidak mau Allah mengambil kaki Zahra.”, sambung Zahra sambil bergegas menuju kamar mandi untuk berwudu.

 ~~~ end ~~~
 
 
Special for: 
#OneDayOnePost

Thursday, April 28, 2016

Dari Kecil Aku Sudah Suka Jalan-jalan

Pesona Alam Pantai Pasir Putih di kabupaten Situbondo

Aku anak desa. Lahir dan besar di desa. Sanak saudara hampir semuanya di desa. Jadi kalau hari raya aku tidak perlu "repot-repot" bepergian jauh untuk menemui mereka. Saudara kandung bapak dan ibuku semuanya tinggal di kabupaten yang sama--Situbondo. Tapi aku selalu ingin bisa bepergian jauh. Sampai kadang bingung sendiri, mau kemana dan mau menemui siapa? Haha...

Sepertinya bapak dan ibuku tahu aku senang pergi-pergi. Setiap diajak pergi, aku tidak pernah menolak. Tidak dengan alasan apa pun. Kemana pun perginya, aku langsung oke. Aku juga tidak pernah rewel saat diajak pergi. Karena bisa pergi-pergi saja sudah sangat menyenangkan bagiku. Itulah kenapa bapak dan ibuku kalau mau bepergian yang terjadinya satu atau dua tahun sekali itu, senang-senang saja mengajakku.

Bapakku dulu seorang guru di sebuah madrasah. Setiap satu atau dua tahun sekali, pihak madrasah mengajak para guru berdarmawisata, alias jalan-jalan. Pertama kali pergi darmawisata, saat usiaku masih sekitar delapan tahun, tahun 1988 waktu itu. Tujuan wisata pertama kala itu adalah ziarah wali yang ada di sekitar kota Surabaya dan menyeberang sedikit ke pulau Madura.

Bapak mendaftar untuk mengikutkan empat orang yang akan berangkat, yaitu bapak, ibu, dan dua orang anak. Sebagai anak kedua, tentu saja aku masuk nominasi. Senangnya aku, seperti dapat hadiah istimewa. Kebahagiaan sangat terlihat dari wajahku sejak sebelum berangkat, begitu kata ibu. Kami mengendarai bus pariwisata yang besar. Sepanjang jalan aku benar-benar menikmatinya dengan melihat ke luar jendela. Berbeda dengan kakakku yang sepertinya terlihat biasa saja. Sepanjang perjalanan lebih banyak digunakan untuk tidur.

Sampai di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, saat itulah untuk pertama kalinya aku merasakan naik kapal feri (jembatan Suramadu belum ada waktu itu), menyeberang dari Surabaya menuju pulau Madura. Dan aku pun kembali menikmatinya. Turun dari bus dan menikmati suasana di dalam kapal. Melihat-lihat ke arah lautan biru dengan ombaknya yang tenang. Ah, aku suka sekali merasakan semua itu. Coba kalau waktu itu sudah ada sosial media, pasti aku sudah foto-foto dan membaginya di sosmed. Hihi, saking senangnya.

Perjalanan berikutnya, lebih jauh dari sebelumnya...


(bersambung)

#OneDayOnePost
#43

Tuesday, April 26, 2016

Pantaskah Untuk Tidak Bersyukur?

Dalam beberapa hadits, Rasulullah beberapa kali menyebut, "Demi Dzat, yang jiwaku dalam genggaman-Nya." Dimana Dzat yang dimaksudkan oleh Rasulullah tentu saja adalah Allah Azza wa Jalla. Benar saja, Allah adalah penggenggam seluruh jiwa. Tak bisa dipungkiri, bahwa segala penentu hidup dan mati manusia adalah dalam kekuasaan Allah. Jika Allah berkehendak seseorang untuk tidak bangun lagi setelah tidurnya, maka jadilah orang itu tidak lagi bernyawa.

Akan tetapi, pernahkan kita menyadari bahwa penentu kehidupan setelah manusia pulas dalam tidurnya juga adalah kekuasaan Allah. Dengan seseorang bisa terbangun (lagi) di pagi hari, itu menunjukkan bahwa Allah mengembalikan jiwa orang itu ke dalam raganya. Yang beberapa saat sebelumnya, jiwanya ada dalam genggaman Allah.

Tidak hanya saat kita tertidur, ada keadaan lain di mana seseorang mengalami kehilangan kesadaran. Baik sesaat dalam hitungan detik saja, atau dalam waktu yang lama seperti seseorang yang mengalami pingsan atau koma. Hanya karena kuasa dan kehendak Allah sajalah jiwa seseorang bisa kembali ke dalam raganya. Tidak ada satu pun manusia yang bisa mengetahui, apakah dia bisa bangun lagi setelah tidurnya? Apakah dia bisa sadar kembali setelah pingsan atau komanya? Dan apakah seseorang bisa "selamat" setelah mengalami kejadian yang secara logika sungguh mengancam jiwanya?

Ketika seseorang selamat dari suatu peristiwa yang mengancam jiwanya, apa yang terpikir olehnya? Apa yang seharusnya pertama kali terucap dari lisannya? Terkadang manusia lupa, bahwa Allah-lah yang telah menyelamatkannya. Tidak sedikit dari mereka yang berkata, "Untung aku sigap menghadapi situasi darurat tadi, kalau tidak, nyawaku pasti melayang." Begitulah! Manusia merasa keselamatan itu diperoleh karena kehebatannya, dan lupa dengan keberadaan Robb-nya.

Ketika jiwa seseorang melayang, lebih mudah bagi manusia untuk mengatakan, "Semua terjadi atas kehendak Allah." Namun saat seseorang terselamatkan jiwanya, manusia seolah-olah lupa bahwa yang terjadi itu juga tidak lepas dari kehendak Allah, karena kasih sayang-Nya. Dimanakah rasa syukur kita? Setiap pagi terbangun dan bisa kembali menghirup udara pagi, adakah kita ingat untuk berterima kasih pada-Nya?

Kembali pada ucapan Rasulullah, "Demi Dzat, yang jiwaku dalam genggaman-Nya." Tersimpan makna yang dalam dari ucapan itu. Ada kesadaran dalam diri bahwa yang menentukan hidup dan mati seseorang ada di tangan Allah. Dengan begitu, bisa melahirkan rasa syukur atas setiap nikmat berupa kehidupan yang dianugerahi-Nya. Dan sudah sepantasnya ungkapan syukur kepada Allah disampaikan oleh setiap yang masih hidup. Karena orang yang sudah mati, tidak akan (lagi) bisa bersyukur.

Jika Rasulullah saja, begitu besar rasa syukurnya kepada Allah, yang menggenggam jiwanya. Pantaskah kita yang hanya memiliki sedikit amal untuk tidak bersyukur kepada-Nya?


Pamulang, 26 April 2016, 20:20 WIB
*Alhamdulillah, atas semua nikmat yang Allah berikan

#OneDayOnePost
#42

Monday, April 25, 2016

Menanam Memberi Manfaat

panenan terakhir, cukup buat beberapa hari

Beberapa hari yang lalu, saya melihat berita tentang 'Cabenisasi' di kota Jakarta. Sempat bertanya-tanya sebelum beritanya ditayangkan, "Cabenisasi? Kira-kira tentang apa ya?" Ternyata memang tidak jauh dari dugaan saya. Ya, tentang cabe, alias ada hubungannya dengan cabe. Apakah itu?

Gerakan cabenisasi adalah sebuah gerakan yang diluncurkan oleh bapak walikota Jakarta. Bapak walikota menganjurkan kepada warganya untuk mulai menanam di rumah masing-masing, terutama menanam cabe. Apa pasal? Apalagi kalau bukan harga cabe yang terus merangkak naik beberapa bulan terakhir ini. Terlebih saat ini mulai mendekati bulan puasa. Sepertinya sangat kecil kemungkinannya harga cabe akan turun. Yang ada mungkin malah akan tambah naik. Begitu kira-kira pertimbangan bapak walikota meluncurkan gerakan tersebut.

Ngomongin tentang menanam, itu hobbi saya banget dah. Ya, sejak menikah, menanam menjadi salah satu hiburan bagi saya mengisi waktu luang sekaligus mengusir kebosanan selama di rumah. Menanam benar-benar mengasyikkan. Meski saya tidak punya lahan cukup luas untuk menanam, saya terus berusaha mencari cara agar bisa menanam. Waktu masih tinggal di Malang, saya malah tidak punya "tanah" sedikit pun. Jadi, semua tanaman saya tanam di dalam pot. Bukan hanya bunga yang berfungsi sebagai hiasan dan penyejuk mata. Tapi juga tanaman seperti lombok dan tomat. Bahkan saya sempat menanam buah waktu di Malang, yaitu buah tin dan buah melon. Di pot, lho!

Alhamdulillah... Sejak pindah ke Pamulang, Tangerang Selatan, ada sedikit tanah terbuka untuk ditanami. Tadinya berisi bunga-bunga yang hanya daun. Bunga tapi daun? Ya, tanaman hias yang lebih dimanfaatkan daunnya itu lho. Tapi tidak ada bunganya. Tapi perlahan-lahan saya kurangi, dan saya ganti dengan tanaman buah dan sayur. By the way, menanam buah dan sayur buat saya lebih terasa manfaatnya. Dua tahun saya tinggal di Pamulang, saya sudah pernah menanam pepaya California dan sempat panen untuk sekali musim buah. Gak kebayang deh, rasa puas saya. Menanam buah sendiri, saya bisa menunggu si buah sampai benar-benar matang sebelum dipetik. Jadi, buah pepaya yang saya petik, rasanya, amboooiii manisnya. Warnanya juga merah menggoda. Sangat berbeda dengan pepaya California yang biasanya saya beli.

Saya juga sempat menanam tomat meskipun gagal. Dia tidak tumbuh subur seperti yang diharapkan. Sempat berbuah, tapi kecil-kecil dan hanya beberapa biji saja. Setelah itu kering dan mati. Tapi tidak demikian halnya dengan kacang panjang dan lombok.

Kacang panjang yang saya tanam juga sukses seperti si buah pepaya. Bahkan buah kacang panjang yang dihasilkan gemuk-gemuk dan panjang. Lima lonjor kacang panjang saja sudah cukup untuk sekali tumis dan dimakan untuk satu keluarga. Sekali makan tentunya. Dan tidak lupa, sebagai tindakan berkelanjutan, buah pertamanya saya biarkan kering untuk persiapan benih menanam selanjutnya. Karena umur tumbuh kacang panjang tidak sepanjang buahnya, haha. Biasanya lama-lama pohon kacang panjang juga akan mengering sendiri seiring sudah tidak produktifnya si kacang panjang berbuah.

Naaah, yang asyik nih cerita si lombok. Saya menanamnya sudah lebih dari setahun yang lalu. Sebelum puasa tahun lalu saya sudah pernah panen buahnya. Dan masih produktif berbuah hingga saat ini, menjelang bulan puasa lagi. Alhamdulillah, semoga lombok itu bisa berkah dengan "tersebarnya" ke para tetangga. Tiap saya merapikan tanaman lombok itu, tetangga yang kebetulan lewat selalu berhenti dan memuji si lombok. (Eits, gak boleh takabbur, lho ya...) Kemarin malah ada tetangga yang ingin minta buahnya yang benar-benar tua untuk dijadikan bibit. Dan saya menjanjikan nanti kalau sudah ada yang merah lagi. Karena sekarang masih hijau-hijau setelah saya melakukan panen raya beberapa minggu sebelumnya.

sebelum dipanen, pohonnya melebihi tinggi pagar rumah

Berkah yang paling terasa dari si lombok, tentu saja saat harga si lombok melambung seperti saat ini. Sampai-sampai bakul sayur yang lewat depan rumah bilang, "Wah, enak mbak, nanam lombok sendiri, sekarang harga lombok mahal." Malah saya yang kaget! "Oya, Bu. Berapa harganya sekarang," tanya saya. Kata ibu bakul berkisar di enam puluh ribuan. Waw! Tinggi juga ya... Bukan apa-apa, sejak setahun yang lalu, saya memang tidak tahu berapa harga lombok, karena memang tidak pernah beli lombok lagi.

Pohon lombok saya memang hanya dua batang, tapi besar pohonnya lumayan lah. Tingginya sudah mencapai dua meter. Saya sampai harus menggunakan kursi jika akan memetik lombok yang ada di pucuk pohon. Dan saya tidak akan menebangnya sampai si lombok sudah tidak berbuah dan ada pohon pengganti yang menjadi generasi penerusnya. Kebayang kan, manfaatnya menanam. Menanam hanya sekali, tapi saya bisa panen lombok berkali-kali sepanjang tahun. Jadi, ayo menanam mulai sekarang.


Pamulang, 25 April 2016
*Ayo Bertanam

#OneDayOnePost
#41

Friday, April 22, 2016

Jakarta Macet dan Banjir?


"Tinggal dimana sekarang?" Tanya seorang teman suatu hari.
"Pamulang," jawab saya singkat.
"Tangerang Selatan," jawab saya lagi mencoba menjelaskan, karena teman saya terlihat bingung.
"Sebelah selatannya ibu kota, Jakarta," saya pun menambahkan untuk memperjelas.

Siapa juga yang tidak tahu Jakarta, ibu kota negara kita tercinta, Indonesia. Meski belum pernah menjejakkan kaki, warga negara Indonesia pasti tahu nama ibu kotanya.

Beberapa teman memberi respon "wah" mendengar nama Jakarta disebut. Mereka menganggap ibu kota sebagai kota metropolis yang ramai, mengira ada banyak artis berkeliaran sehingga bisa bertemu setiap saat dengan mereka. "Bekerja di Jakarta, pasti gajinya besar," begitu pikir mereka. Sehingga mereka pun punya keinginan untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Padahal, kalau soal gaji, ya tergantung pekerjaannya, haha...

Namun beberapa teman yang lain justru memberi respon yang berbeda. Respon mereka muncul berdasarkan informasi yang diperoleh dari media tentang Jakarta, dan umumnya benar adanya. Seperti kemacetan yang hampir tiap hari melanda Jakarta. Atau banjir yang kerap terjadi di sana-sini saat musim penghujan tiba.

Orang tua saya sepertinya termasuk kelompok yang kedua ini. Hal ini membuat kekhawatiran mereka sebagai orang tua bertambah saat musim penghujan. Apalagi setelah mendengar informasi terjadinya banjir dari televisi. Bapak saya akan segera menghubungi lewat telpon untuk menanyakan keadaan saya dan keadaan rumah yang saya tinggali kini. Setiap kali telpon, saya selalu sampaikan kepada bapak dan ibu, bahwa berkat doa-doa dari mereka berdua, insya Allah rumah saya tidak terkena dampak banjir.

Seperti banjir yang terjadi kali ini di beberapa daerah di Jakarta dan sekitarnya. Gencarnya berita di media tentang banjir yang terjadi membuat bapak menghubungi saya lewat telpon, pagi-pagi sekali. Tapi jawaban yang sama selalu saya berikan, "Alhamdulillah, kami baik-baik saja, dan rumah kami juga aman." Begitu (seringkali) jawaban saya kepada bapak di telpon. Biasalah, anak kesayangan, begitu dikhawatirkan, hehe...

Kembali ke kota Jakarta. Sepertinya macet dan banjir memang sudah identik dengan kota ini. Dimana disebut nama Jakarta, maka yang muncul dalam benak seseorang tidak akan jauh dari dua hal tersebut. Malah mungkin akan menjadi aneh jika ada berita di pagi hari efektif yang menyebutkan bahwa lalulintas di sepanjang jalan Soedirman, Jakarta, terlihat lengang. Bagaimana bisa???

Tapi tidak ada yang mustahil jika ada usaha. Impian kota Jakarta menjadi kota metropolis yang tanpa macet dan aman dari banjir sangat mungkin bisa terwujud. Dan yang saat ini terkena dampak macet dan banjir, teruslah berdoa dan bersabar, semoga segera diberikan jalan keluar oleh Sang Pemilik Bumi. Amiiiin...


Pamulang, 22 April 2016

#OneDayOnePost
#40

Thursday, April 21, 2016

Janji Cinta


Malam ini hujan kembali turun ke bumi
Tapi aku tak beringsut dari sebuah janji
Meski jalan penuh lumpur harus kulalui
Demi sebuah cinta, semua aku lewati

Lihatlah di sana, sang pujaan hati
Dengan seulas senyum dia menanti
Meski di langit tak ada bintang menghiasi
Dia begitu yakin esok akan tetap ada mentari

Begitu indah cinta yang telah terpatri
Menyatukan banyak perbedaan dua hati
Tak ada aral yang mampu menghalangi
Cinta telah terlanjur menetap dan terkunci

Dalam pertemuan cinta bersemi
Hadirkan kisah romansa abadi
Dalam perpisahan cinta teruji
Hadirkan rindu yang tiada bertepi


Pamulang, 21 April 2016, 23.40 WIB
*dalam lumpur, bintang, kunci, dan rindu

#OneDayOnePost
#39

Wednesday, April 20, 2016

Seru-seruan di Kampung Horta


Jam menunjukkan pukul 05.00 WIB.

"Zahra, bangun! Jadi jalan-jalan nggak?"
"Jam berapa ini, Bun?" Tanya Zahra yang langsung membuka mata setelah aku membangunkannya.
"Jam 5, masih ada cukup waktu untuk kamu siap-siap," jawabku.

Zahra pun bergegas bangkit dari tidurnya dan segera menuju ke kamar mandi. Saat akan bepergian seperti ini, Zahra memang mudah sekali dibangunkan. Dari dua hari sebelumnya dia berulang kali mengingatkanku agar tidak terlambat membangunkannya saat waktu jalan-jalan bersama teman-teman sekolahnya tiba. Begitu juga dengan hari ini. Jam tujuh nanti, dia dan teman-teman sekolahnya akan pergi ke Kampung Horta yang ada di kota Bogor, Jawa Barat.

Hmm, Kampung Horta. Dari namanya aku pikir pasti ada hubungannya dengan boneka Horta. Yaitu boneka yang dibuat dari serbuk gergaji kayu dan diberi benih-benih rumput pada bagian kepalanya. Dengan perawatan rutin, setelah beberapa hari benih itu akan tumbuh. Sehingga seolah-olah boneka itu mulai tumbuh rumput di kepalanya. Semakin hari rumput-rumput yang tumbuh akan makin banyak dan makin panjang. Tapi itu baru gambaran yang pernah aku dapatkan dari tayangan di televisi. Bagaimana bentuk aslinya, nanti aku akan mengetahuinya, karena aku turut pergi mendampingi Zahra dalam perjalanan kali ini.

"Kita akan mengetahuinya nanti," kataku kepada Zahra yang juga merasa penasaran dengan apa yang akan ditemukan dan dilakukannya di Kampung Horta nanti.

Kampung Horta bukan satu-satunya tujuan yang akan dikunjungi dalam perjalanan kala itu. Namun menjadi tujuan favorit yang sepertinya sudah ditunggu oleh Zahra dan teman-temannya. Entah gambaran seperti apa yang mereka dapat dari guru-gurunya sehingga mereka ingin bisa cepat-cepat sampai ke sana.

"Kampung Hortaaa..." Kata seorang guru pendamping yang ada di bus yang aku dan Zahra tumpangi begitu bus berhenti di suatu tempat.

Dari tempat parkir bus, kami harus jalan kaki menuju lokasi. Tidak terlalu jauh jaraknya, apalagi sesampai di lokasi, pemandangan hijaunya persawahan dan suasana tenang alam desa begitu kental terasa. Sesuatu yang tentunya baru dan menarik bagi Zahra dan teman-temannya yang sehari-hari hidup di antara hiruk pikuk macetnya kendaraan kota Jakarta. Semua anak-anak merasa takjub dengan apa yang telah dilihatnya.

"Bu, aku nanti boleh main air di situ?" Tanya salah seorang teman Zahra begitu melihat ada sepetak sawah yang belum ditanami dan terisi penuh air.
"Tentu saja, tapi sekarang kita masuk ke saung dulu, yuk," jawab bu guru.

Iya, di tempat itu ada saung yang cukup besar untuk tempat kami berkumpul dan meletakkan barang-barang bawaan. Dari saung itu, semua rangkaian kegiatan dimulai.

Setelah membuka acara, kegiatan pertama, anak-anak diajak membuat karya dari tanah liat. Rupanya mereka akan membuat tempat untuk meletakkan pensil yang dibentuk menyerupai gelas. Yaitu dengan memilin tanah liat menjadi seperti tali panjang, lalu membuat lingkaran-lingkaran dari pilinan tersebut. Kemudian lingkaran-lingkaran itu ditumpuk ke atas sampai didapat ketinggian yang cukup untuk menyimpan pensil di dalamnya.

Kegiatan berikutnya adalah menghiasi caping dengan cat. Anak-anak diberi kebebasan seluas-luasnya untuk memberi gambar atau tulisan pada caping yang mereka dapatkan.

Selanjutnya, mereka menghias boneka Horta yang berbentuk beruang. Beruang itu belum memiliki alat indera. Anak-anak ditugaskan untuk melengkapi alat indera dan memberi aksesoris dengan menempel fanel yang sudah dibentuk sedemikian rupa ke tubuh si boneka beruang. Setelah selesai, anak-anak boleh menyimpan boneka Horta itu, dan membawanya pulang.

Tiga kegiatan telah dilalui Zahra dan teman-temannya dengan penuh suka cita. Ketiganya merupakan hal baru bagi mereka, karena itu adalah pertama kali mereka melakukannya. Tapi kegiatan belum selesai. Tiba waktunya kegiatan yang ditunggu-tunggu, seru-seruan di kolam sawah.

Setelah ganti baju, Zahra dan teman-temannya berjejer di pematang sawah, menunggu komando dari petugas Kampung Horta untuk memasuki kolam sawah. Kali ini Zahra dan teman-temannya akan menangkap ikan mas yang ada di kolam sawah dengan tangan kosong.

Setelah bunyi pluit, anak-anak pun nyebur dan mulai mencari-cari si ikan mas. Cukup lama waktu yang dibutuhkan Zahra untuk bisa mendapatkan ikan pertamanya. Menangkap ikan itu memang bukan perkara mudah, apalagi di air yang keruh dan penuh lumpur. Dibutuhkan kejelian mata memperhatikan dimana ikan-ikan itu berada. Keseruan makin bertambah begitu ada anak yang berhasil menangkap ikan mas. Yang lain pun jadi kembali bersemangat, termasuk Zahra.

Kegiatan mencari ikan mas pun dinyatakan selesai yang ditutup dengan kejutan istimewa buat Zahra. Dia berhasil menangkap dua ikan mas, terbanyak di antara anak-anak perempuan. Karenanya Zahra berhak memperoleh bintang pertamanya. Sebuah pin berbentuk bintang, meski kadang hanya terbuat dari kertas asturo, bagi anak-anak itu istimewa dan sangat berharga.

Aktivitas berikutnya masih di kolam sawah, tapi yang ditangkap kali ini adalah seekor bebek. Namanya bebek, kalau dikejar-kejar, ya pasti lari. Anak-anak pun berlari lebih cepat untuk bisa menangkapnya, termasuk Zahra. Berhasil mendapatkan bintang pertama memacu Zahra untuk bisa meraih bintang kedua. Dengan semangat berapi-api dia pun berhasil menangkap bebek sebanyak dua kali. Sekaligus menjadikan dia pemenang di antara anak-anak perempuan dan kembali mendapatkan bintang.

Setelah seru-seruan bersama ikan mas dan bebek, Zahra dan teman-temannya pindah ke kolam sawah sebelahnya. Di sana sudah ada dua ekor kerbau yang setia menunggu anak-anak dari tadi. Kegiatan kali ini tidak dilombakan. Anak-anak diberi kebebasan bersenang-senang dengan kerbau. Zahra tidak ketinggalan untuk turut serta. Bahkan dia termasuk yang pertama menerima tawaran untuk mandi lumpur bareng kerbau dan naik ke punggung si kerbau.

Akhirnya semua kegiatan di Kampung Horta itu pun usai. Zahra terlihat sangat puas dan senang. Wajahnya berbinar bahagia. Benar-benar menjadi kunjungan yang seru dan menyenangkan. Aku yakin, semua yang dilakukan Zahra hari ini akan menjadi kenangan indah di masa yang akan datang. Dan suatu saat Zahra akan rindu dengan semua kenangan itu. Seperti aku rindu akan masa kecilku dan terbayar setelah melihat Zahra bermain-main dengan puas hari ini.

Tiba saatnya kembali pulang. Zahra sangat bersemangat membawa sendiri oleh-oleh yang didapatnya dari Kampung Horta. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu ayahnya dan bercerita banyak hal. Tapi mungkin dia harus menunggu hingga ayahnya datang jam 9 malam nanti. Padahal jam 7 kami sudah sampai di depan rumah. Hanya saja, kami tidak bisa masuk rumah, karena aku lupa membawa kunci serep tadi pagi. Itu artinya, aku harus meminta ayah pulang dulu sebentar untuk menyerahkan kunci. Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan Zahra untuk menceritakan semua pengalamannya hari ini yang super seru di Kampung Horta.


#OneDayOnePost
#38

Monday, April 18, 2016

Saya Ingin Bisa Bahasa Arab Agar

contoh materi bahasa arab

Tahun 2008 saya mulai belajar agama dengan mengikuti majelis taklim. Semangat yang tinggi kala itu membuat saya ingin mengetahui dan melakukan banyak hal dalam kerberagamaan. Saya rajin menghadiri kajian, baik yang rutin maupun tidak, tanpa pernah absen. Waktu luang, saya gunakan untuk membaca buku-buku yang bisa menambah ilmu agama. Ajang Islamic Book Fair selalu saya gunakan untuk berburu buku-buku agama yang ingin saya miliki.

Sebagai muslim, dalam beragama tidak bisa dilepaskan dari pedoman utamanya, yaitu Al Qur'an dan Hadits. Karena itulah, satu buku yang ngebet harus saya beli adalah sepaket Buku Tafsir Ibnu Katsir. Saya memilih paket Tafsir Ibnu Katsir yang terdiri dari delapan jilid. Dengan berbagai kemudahan yang ada saat ini, saya bisa belajar ilmu tafsir dengan mudah. Tapi tetap ada yang kurang rasanya kalau saya tidak bisa mengenal dan sedikit memahami bahasa asli Al Qur'an, yaitu bahasa arab.

Saya pun mengikuti kelompok belajar bahasa arab non formal bersama ibu-ibu pengajian. Namanya belajar non formal, ya memang tidak ada kurikulum pasti yang digunakan. Waktunya pun fleksibel, namun diadakan pertemuan sepekan sekali. Selesai dibahas satu materi, pekan berikutnya terkadang harus diulang lagi. Penyebabnya adalah ada yang tidak hadir pekan lalu, jadi harus dijelaskan agar bisa paham materi. Alhasil, proggres belajar bahasa arab menjadi sangat lambat, tapi bagi yang mengikuti penyampaian ulang menjadi lebih paham.

Meski terkesan ala kadarnya, semangat saya untuk belajar dan bisa bahasa arab sangat tinggi. Menurut saya, menjadi pemeluk islam tanpa memahami (sedikit minimal) bahasa arab itu, ya kurang lengkap. Karena itu, setelah hampir tiga tahun tidak pernah belajar bahasa arab lagi, saat ini saya memutuskan untuk mengikuti program BISA, yaitu program belajar bahasa arab secara online. Target saya tentu saja agar bisa memahami bahasa arab, baik lisan maupun tulisan, dan mampu berkomunikasi dalam bahasa arab.

Tapi ada beberapa alasan kenapa saya ingin bisa berbahasa arab, diantaranya:

1. Memahami Bacaan Sholat

Satu kewajiban yang berlaku bagi setiap muslim adalah menegakkan sholat. Menjadi rukun islam yang kedua, sholat yang dilaksanakan lima kali dalam sehari semalam itu, keseluruhan bacaannya menggunakan bahasa arab itu. Bagaimana mungkin melaksanakan sebuah rukun tapi tidak memahami bacaan-bacaan yang terdapat dalam rukun itu? Mungkinkah kekhusyukan bisa diraih? Padahal lisan mengucap sesuatu, tapi tidak mengerti dan tidak memahami arti dari kata demi kata yang diucapkan.

2. Mudah Memahami Al Qur'an

Meskipun saat ini terjemah Al Qur'an bisa dengan mudah ditemukan, bisa memahami kata demi kata ayat-ayat dalam Al Qur'an itu akan memberi perasaan berbeda. Saat membaca Al Qur'an biasanya saya hanya fokus pada bacaan saja, tanpa secara khusus meresapi makna dari setiap bacaan. Berbeda jika dari awal membuka Al Qur'an terjemah saya berniat untuk mentadabburi isinya, fokus bisa lebih kepada terjemahan ayatnya.

Namun dengan mengerti dan memahami (sedikit saja) bahasa arab, saat membaca jadi bisa sekaligus mengerti apa yang dibaca. Sehingga bila bertemu dengan ayat-ayat yang berisi berita gembira, yang membaca bisa turut merasa bahagia. Dan tentu saja, jadi bisa lebih semangat untuk (kembali) beramal sholih, karena ingin menjadi bagian dari umat-umat yang mendapat kabar gembira tersebut.

3. Memudahkan dalam Menghafal Al Qur'an

Hal ini akan terasa saat menghafal surat-surat panjang dalam Al Qur'an. Dengan mengerti bahasanya, menghafal akan menjadi jauh lebih mudah. Karena saat proses menghafal, seseorang tidak hanya sekadar menghafal, tapi juga mengerti maksud dari ayat-ayat yang dihafal. Misalnya surat yang dihafal tentang kisah-kisah. Dengan mengerti arti bacaan, kan jadi bisa memahami cerita dan alur ceritanya. Sehingga bisa menghafal dengan tepat, dengan urutan yang benar, dan tidak mudah tertukar dengan ayat-ayat lain yang mirip. Dan dengan mengerti bahasa arab, setelah menghafal ayat-ayat Al Qur'an, insya Allah menjadi tidak mudah lupa.

4. Menjadi Lebih Khusyuk Berdoa

Doa-doa yang memang secara khusus dicontohkan oleh Nabi Muhammad, pastinya menggunakan bahasa arab. Meski tidak ada batasan bahasa dalam berdoa, membaca doa-doa berdasarkan petunjuk dari Nabi yang berbahasa arab itu, jelas lebih utama. Yang dibutuhkan setelah mengenal dan menghafal doa-doa tersebut adalah memahami maksud dari doa yang dipanjatkan. Doa-doa sehari-hari seperti doa mau makan, doa mau tidur, doa keluar-masuk kamar mandi, sudah lazim sekali menggunakan bahasa arab. Rasanya bagaimana ya, jika tidak mengerti maknanya.

Berbeda dengan kalau memahami maknanya. Membaca doa naik kendaraan sesaat sebelum naik kendaraan, tidak hanya membuat hati jadi tenang karena telah berdoa. Tapi juga kembali mengingatkan pembacanya akan kebesaran Robb-nya, dan menyadarkannya kembali akan kedudukan seorang hamba terhadap Robb-nya. Indah sekali bukan?

Itulah empat alasan utama kenapa saya ingin bisa berbahasa arab. Alasan lain tentu saja masih banyak. Salah satunya, bisa buat bekal kalau mau haji dan umroh. Tapi, siapa yang tidak senang bisa mengerti dan memahami bahasa penduduk langit dan penduduk surga ini. Saya pernah membaca sebuah quote, "buat apa mengerti banyak bahasa, kalau bahasa komunikasi dengan penciptanya tidak dimengerti sedikit pun."

Semoga teman-teman semua dan saya, diberikan kemudahan untuk bisa mengerti dan memahami bahasa arab, bahasanya Al Qur'an, dan bahasa penduduk surga. Amin.....


Pamulang, 18 April 2016
*semangat belajar bahasa arab

#OneDayOnePost
#36

Saturday, April 16, 2016

Antara Mata, Pikiran, dan Hati


Ketika penerjemah cahaya tak bisa lagi diajak kompromi
Tuts keyboard terlihat menari-nari di antara sela-sela jari
Ada kalanya ujung jari tiba-tiba berhenti dan tak kembali
Menampilkan satu huruf di layar yang muncul ribuan kali
Bersamaan dengan kepala yang makin tertunduk menepi
Sejatinya itu adalah tanda telah tiba waktunya mengakhiri
Tapi panggilan jiwa menyuruh untuk tidak dulu berhenti

Bukan masalah meski kepala harus tertunduk beberapa kali
Bangkit dan kembali bangkit lagi memainkan jari jemari
Walau terkadang otak sudah tak ingat apa yang tadi dimulai
Kepala selalu saja bangkit untuk memulai dari awal lagi dan lagi
Memilah dan memilih lagi isi pikiran yang sejalan dengan hati
Menuangkannya dalam rangkaian kata yang kadang susah dimengerti
Asalkan hati puas, pikiran jadi tenang, yang lainnya urusan nanti

Akhirnya tiba juga waktunya berkata dalam hati
Alhamdulillah, sudah cukup untuk hari ini
Besok atau lusa bisa dilanjutkan lagi
Sekarang waktunya untuk bermimpi


Pamulang, 16 April 2016
#kantuk tak tertahankan

#OneDayOnePost
#17

Friday, April 15, 2016

Itu Doa Si Teraniaya, Bukan Karma

"Cucu si Fulan meninggal dalam kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya dijejalkan ke dalam lumpur. Semua perhiasannya diambil, tanpa tersisa satu pun," seseorang membuka cerita."Iyaaa, dulu si Fulan juga pernah berbuat sama kepada anak kampung sebelah. Anak kampung sebelah itu meninggal setelah semua perhiasannya dirampas dan tubuhnya dimasukkan ke dalam lumpur di sawah," sahut yang lain lagi.
"Oooh... kena karma itu..." Kata yang lain ikut menimpali.

Kisah-kisah serupa biasa saya dengar dari para orang-orang tua di kampung, ketika saya kecil dulu. Dan yang dibicarakan oleh mereka bukanlah cerita sinetron seperti yang banyak diputar sekarang. Itu adalah kisah nyata yang kejadiannya menimpa tetangga kanan-kiri, bukan sekadar "qila wa qol" (katanya-katanya) yang identitas korbannya tidak jelas. Dan kejadian-kejadian serupa itu selalu dikaitkan dengan hukum karma. Tapi benarkah memang ada hukum karma?

Istilah "hukum karma" memang sudah ada sejak lama. Dalam hukum karma berlaku anggapan bahwa jika seseorang melakukan hal buruk kepada orang lain, maka seseorang itu pada saatnya kelak akan mengalami hal buruk yang sama. Seperti memperoleh pembenaran, ternyata banyak juga fakta-fakta yang menunjukkan seolah-olah hukum karma ini berlaku dalam kehidupan.

Tapi tidak demikian dalam islam, karena tidak ada dosa dan kesalahan yang diwariskan. Setiap dosa dan kesalahan akan ditanggung oleh pelakunya. Beberapa dosa dan kesalahan manusia telah diatur secara jelas mengenai hukum dan tata cara menebus dosa yang dilakukan. Ambillah contoh paling berat, seperti pada kasus pembunuhan. Dalam islam dikenal adanya hukum qishos yang mengatur peradilan pada kasus pembunuhan.

Namun ada hal yang perlu diwaspadai oleh setiap yang berbuat dosa dan kesalahan, terutama yang ada hubungannya dengan orang lain. Mungkin saja ada kasus pembunuhan yang tidak terungkap, sehingga pelakunya tidak terkena jeratan hukum. Dan pihak korban merasa sakit hati atas kejadian itu. Jika korban bukan termasuk golongan orang-orang yang "boleh" dibunuh, maka itu berarti ada kedholiman yang diperbuat pelaku terhadap korban.

Saat itulah pelaku harusnya hati-hati. Sebagai orang yang didholimi, bisa saja si korban tidak terima dan berdoa kepada Allah agar pelaku mendapat balasan yang sama dengan yang dialami korban atau bahkan lebih buruk lagi. Ingatlah, bahwa doa orang-orang yang terdholimi dan teraniaya itu "tanpa hijab". Langsung didengar Allah, serta lebih mudah dan lebih cepat terkabul.

Jadi, ketika ada seseorang yang mengalami nasib buruk serupa dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukannya pada orang lain, harus diyakini bahwa itu bukan karena karma. Tetapi hal itu terjadi mungkin karena doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang yang terdholimi atau pun teraniaya oleh sikap dan perilaku seseorang tersebut.

Maka dari itu, jadilah orang baik yang selalu berbuat baik kepada orang lain, sehingga kebaikan-kebaikan itu (juga) akan kembali kepada kita.


Pamulang, 15 April 2016
#berbuat baiklah kepada orang lain

#OneDayOnePost
#35

Thursday, April 14, 2016

Dia Pasti Datang


Dia memang misteri dan akan selalu jadi rahasia
Dia bisa datang begitu cepat dan tiba-tiba
Tanpa memandang paruh masa dan rentang usia
Tanpa menimbang lagi bagaimana kondisi raga
Bahkan tanpa sebab yang bisa dinalar logika

Dia memang misteri dan akan selalu jadi rahasia
Dia bisa datang perlahan hingga tiada terasa
Hingga beberapa orang kadang tak menyadarinya
Dan banyak dari mereka yang merasa terpedaya
Kecuali sebagian kecil saja yang tetap waspada

Dia memang misteri dan akan selalu jadi rahasia
Dia bisa datang karena sebab yang tak terduga
Sebuah perjalanan harus terhenti untuk selamanya
Kunjungan kecil menjadi pertemuan terakhirnya
Tapi semua sudah tercatat dalam ketetapan-Nya

Dia memang misteri dan akan selalu jadi rahasia
Dia tetap akan datang meski tanpa ada rencana
Tiada upacara sambutan maupun salam pembuka
Tiada pesan yang tersampaikan meski satu kata
Tapi tak ada yang bisa menghindar dari ketetapan-Nya

Dia memang misteri dan akan selalu jadi rahasia
Tak ada yang tahu hingga masa yang ditetapkan tiba


Pamulang, 14 April 2016
#mengenang sahabat yang telah tiada

#OneDayOnePost
#34

Wednesday, April 13, 2016

Perlunya Memberi Kepercayaan Pada Anak-anak


Alhamdulillah...
Setelah sepuluh hari berlatih "Toilet Training", kini saya sudah bisa bernafas lega. Akhirnya anak keempat saya bisa melalui masa latihan dengan sukses. Masa latihan yang susah-susah gampang dan sempat diwarnai dengan beberapa kali aksi pipis di celana. Bahkan sempat juga anak saya minta untuk memakai pospak lagi.

Rentang waktu yang lama dia memakai pospak sangat mempengaruhi proses Toilet Training yang dia jalani. Di usia 3,5 tahun ini, dia sesungguhnya sudah bisa membedakan keadaan nyaman dan tidak nyaman. Tapi peralihan kondisi dari merasa nyaman dengan pospak ke kondisi tidak nyaman pipis di celana, membutuhkan waktu untuk menyesuaikannya.

Sepekan pertama masa berlatih, saya menerapkan tips-tips Toilet Training dengan sangat hati-hati. Saya menyadari, berhasil tidaknya masa itu dilalui, sangat tergantung pada rasa nyaman yang dirasakan anak. Secara umum prosesnya berjalan baik. Sesekali mengompol saya anggap biasa, karena memang saat Toilet Training adalah saat dimana dia belajar menahan untuk tidak pipis hingga dia sudah buka celana dan masuk ke kamar mandi. Jeda waktu pipis terakhir dengan pipis berikutnya juga tidak selalu sama. Tetap sabar dan terus perhatikan.

Namun pipis pertama di pagi hari, sempat membuat suasana tidak nyaman antara saya dan anak. Saya berpikir, karena sudah tidak pipis semalam suntuk, seharusnya bangun tidur di pagi hari dia sudah kebelet untuk pipis. Jadi hampir tiap pagi, begitu bangun, saya akan langsung mengajaknya ke kamar mandi. Tapi kemarin, dia menolak ajakan saya dan bilang belum ingin pipis. Saya pun memaksanya, dan dia berontak sekuat-kuatnya. Akhirnya dia benar-benar tidak pipis, lalu keluar dari kamar mandi sambil menangis. Ah, nyesel deh, pakai maksa-maksa segala...

Setelah minta maaf atas kejadian itu, saya berpesan, agar nanti kalau sudah mau pipis segera ke kamar mandi sendiri atau memberitahu saya jika butuh bantuan. Selama masa berlatih, anak saya memang belum pernah (dengan inisiatifnya) memberitahu kalau mau pipis. Biasanya saya yang aktif bertanya kepadanya, "Adek, mau pipis?" Lalu dia akan menjawabnya dengan "iya" atau "nggak". Dan pagi ini, setelah beberapa menit dia membuka mata, dia menghampiri saya dan bilang, "Bunda, aku mau pipis."

Kejadian kemarin membuat saya belajar. Saya tidak boleh memaksa kalau memang dia belum ingin pipis, di pagi hari sekali pun. Akhirnya, pagi ini dia tidak hanya berhasil menahan diri untuk tidak mengompol, tapi juga mau menyampaikan keinginannya untuk pipis--di kamar mandi.

Memang benar adanya, bahwa memberi kepercayaan kepada anak itu sangat diperlukan pada kondisi-kondisi tertentu. Salah satunya seperti kondisi yang saya alami kemarin.

Ada keadaan lain dimana saya "belajar" memberikan kepercayaan kepada anak-anak. Yaitu saat anak kedua saya--usianya 9 tahun waktu itu, minta untuk menggoreng telor sendiri untuk lauk makan sarapannya. Saya pun mengijinkannya setelah percobaan pertamanya saya awasi dengan baik, dan saya nyatakan lolos uji. Saya memberi nasihat seperlunya. Karena membiarkan anak-anak bereksplorasi di dapur pasti ada resikonya.

Akhirnya, putri saya sudah bisa menyiapkan telor ceplok atau telor dadar sendiri. Dia juga senang membantu menyiapkan telor goreng untuk adik-adiknya. Saya pun senang, karena tugas saya jadi lumayan terbantu. Sempat terjadi insiden kecil, yaitu kejatuhan wajan panas setelah menggoreng, dan meninggalkan bekas di lengan kirinya. Tapi hal itu sama sekali tidak membuatnya kapok dan berhenti melakukan aktivitas menggoreng. Justru dari kejadian itu, sepertinya dia belajar untuk lebih hati-hati.
Dan saya semakin percaya bahwa anak saya memang benar-benar bisa melakukannya, insya Allah...

"Ada saatnya orangtua akan tahu, bahwa anaknya benar-benar bisa melakukan sesuatu."


Pamulang, 13 April 2016
#belajar jadi orangtua

#OneDayOnePost
#33

Monday, April 11, 2016

Korban Salah Paham

Tidak semua pernikahan bisa berjalan mulus tanpa hambatan. Bahkan sangat sedikit sekali yang benar-benar tidak menemui batu sandungan. Karena ujian merupakan bagian dari hidup setiap manusia. Yang membedakan adalah bagaimana manusia menyikapi setiap ujian yang hadir mewarnai hidupnya. Bagi mereka yang tahan banting, seolah-olah dalam hidupnya tidak ada ujian sama sekali. Padahal ujian juga menghampirinya, dengan bentuk yang berbeda.

Kalau perceraian dianggap sebagai kegagalan, maka kakak pertama saya bisa dikatakan gagal. Meski perceraian tidak diinginkannya, toh akhirnya terjadi juga. Kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga kakak dan istrinya, sama sekali tidak bisa menjadi perekat untuk tetap bisa mempertahankan rumah tangganya. Konflik keluarga kakak justru meruncing dengan adanya campur tangan keluarga besar dari kedua belah pihak.

Dan setelah perceraian terjadi, kakak seakan-akan tidak diijinkan untuk bertemu putrinya sendiri oleh keluarga besar mantan istrinya. Mereka memberi pembatasan yang menurut saya sangat berlebihan. Setidaknya begitu kesan yang saya tangkap berdasarkan cerita dari saudara-saudara saya yang lain di kampung. Saya yang bertempat tinggal jauh, memang tidak tahu persis bagaimana asal muasal kejadian yang menimpa keluarga kakak.

Qodarullah, beberapa bulan setelah perceraian, mantan istri kakak meninggal dunia. Karena saya sedang tidak di kampung, saya hanya bisa mendengar kisahnya dari cerita saudara-saudara yang ada di kampung. Bukannya memberi kesempatan lebih banyak kepada keponakan untuk lebih banyak bertemu dengan ayahnya, sebagai satu-satunya orang tua yang masih hidup. Konflik rumah tangga yang terjadi malah mulai merembet pada konflik "serius" antar keluarga besar.

Namun saya tetap menganggap bahwa saya tidak ada masalah dengan keluarga besar mantan istri kakak. Toh saya jarang pulang dan bertemu dengan mereka. Sehingga saat ada kesempatan pulang kampung, saya menyempatkan diri untuk berkunjung, dengan tujuan menjenguk keponakan dan menyerahkan sedikit buah tangan buat dia.

Akan tetapi, apa yang terjadi, sungguh di luar dugaan. Bukan disilahkan masuk, saya sudah diusir sebelum sempat mengetuk pintunya. Berbagai macam umpatan keluar dari mulut mereka yang ditujukan kepada saya dan keluarga besar saya. Saya berusaha tenang, dan menyampaikan maksud kedatangan saya sembari menyerahkan buah tangan yang saya bawa. Namun ditolak mentah-mentah.

Sebelumnya orang tua saya memang menganjurkan agar saya tidak berkunjung ke sana, tapi saya tetap nekat untuk datang. Dan yang terjadi benar-benar mengagetkan saya. Seumur-umur, rasanya itu adalah kejadian pertama dan semoga menjadi yang terakhir kalinya, saya dimaki-maki habis-habisan, tanpa alasan yang tidak saya mengerti.

Sepertinya nasib saya memang kurang beruntung saat itu. Selain satu dua patah kata yang sempat saya ucapkan, selebihnya saya lebih banyak melongo dan berpikir, "Salah saya apa?" Ibarat sedang ramai-ramai makan nangka, saya tidak ikut makan, tapi saya ikut terkena getahnya. Nasib-nasib... #tepokjidat, hehe...


Pamulang, 11 April 2016
#analogi kehidupan

#OneDayOnePost
#31

Thursday, April 7, 2016

Ngomongin Solidaritas Nih

Sepertinya dua hari terakhir sedang ramai berita gosip seputar artis yang menggundul rambutnya dengan alasan "demi solidaritas bagi penderita kanker", ya... Sayup-sayup sih, saya dengarnya, dari media elektronik tetangga, haha...

Eh, tapi, pas buka fb pagi tadi, berita itu ada di halaman muka. Hmmm, buka, nggak, buka, nggak... Nggak jadi aja deh! Info berita gosip artis dari suami lebih hot kayaknya. Kata suami, teman-teman di kantornya pada suka gosipin artis, itulah kenapa dia tahu banyak tentang gosip artis terkini, hihi...

Eits! Stop! Jangan diteruskan. Dilarang nge-gosip, lho! Itu namanya ghibah. Kalau begitu saya tidak jadi membahas berita gosip artis deh. Tapi saya akan membahas seputar solidaritas saja, hehe...

Solidaritas. Menurut KBBI yang saya punya, solidaritas bermakna: sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (seperti senasib); dan perasaan setia kawan. Kalau solider bermakna: bersifat mempunyai atau memperlihatkan perasaan bersatu (senasib, sehina, semalu, dan sebagainya); (rasa) setia kawan.

Menurut saya, sifat solidaritas merupakan sifat yang terpuji. Namun tidak jarang, ada orang-orang yang menunjukkan sikap solider dengan cara yang keliru. Terutama di kalangan remaja, yang memang memiliki rasa setia kawan yang tinggi. Saya pernah mendapati seorang remaja yang merokok karena alasan klise, "teman-teman main saya semuanya merokok. Ya, saya ikut merokok laaah. Solider..." Begitu jawabannya. Haddeeeh...

Begitu juga dengan gosip yang lagi ramai media. Menurut saya, itu sudah termasuk berlebihan dalam menangkap sebuah makna solidaritas. Kalau hanya untuk menunjukkan rasa peduli terhadap penderita kanker, rasanya tidak perlu lah, harus dengan menggundul rambut. Masih banyak cara lain yang bisa ditempuh. Atau kalau berduit banyak, langsung saja berikan bantuan biaya pengobatan bagi para penderita kanker.

Itu sih menurut pendapat saya. Orang lain bisa saja memiliki pendapat yang berbeda. Eh, tadi itu yang digosipin siapa sih? Kok jadi membahas gosip lagi? Udahan aja deh! Daripada ntar malah keterusan... Ini juga sudah malam. Tunjukkan solidaritas kepada tetangga kanan dan kiri. Malam hari itu waktunya istirahat, jadi jangan membuat keributan. Apalagi dengan bergosip, hihi...


Pamulang, 7 April 2016
#menanggapi isu hangat negeriku tercinta

Wednesday, April 6, 2016

Toilet Training Terlambat, Ini Tipsnya

Asyik bermain

Mendapati materi kuliah via whatsapp (kulwap) yang saya ikuti membahas masalah Toilet Training (TT), saya jadi bersemangat untuk memulai TT. Meski ini sudah amat sangat terlambat, tapi tetap harus dilakukan. Bukankah lebih baik terlambat daripada terus dibiarkan--ngeles ini mah, haha...

Kenapa terlambat? Iya, karena anak keempat saya sudah berusia 3,5 tahun. Anak keempat? Bagaimana dengan anak pertama, kedua dan ketiga saya? Alhamdulillah, mereka semua sukses melakukan TT di rentang usia 1 - 1,5 tahun. Ketiganya terbilang lancar, sesuai target dan harapan. Nyaris tidak ada yang pernah mengompol. Kalau pun sempat terjadi, itu bisa dihitung jari.

Terus kenapa anak keempat begitu terlambat? Alasannya banyak laaah... Namanya orang gagal atau terlambat kan biasanya punya banyak alasan? Tapi itu tidak penting. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana mengajarkan anak TT di usia tersebut.

Saya memulai TT pada anak keempat, empat hari yang lalu. Sebelumnya saya sudah pernah mencobanya. Namun saat itu dia berontak, menolak untuk tidak memakai popok sekali pakai (pospak). Padahal sudah sejak lama dia bisa jongkok dan bisa berbicara dengan baik. Yang artinya, dia seharusnya sudah bisa menyampaikan apa yang diinginkannya, termasuk keinginannya untuk buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB).

Kalau saya perhatikan, anak saya berontak karena dia sudah merasa nyaman memakai pospak. Dia merasa bebas BAK dan BAB kapan saja dan di mana saja. Namun ada kalanya dia tidak memakai pospak tanpa memberontak, yaitu saat dia mainan air. Nah, hari minggu kemarin, kebetulan saya mengajaknya berenang. Karena jarak rumah dengan kolam renang cukup dekat, setelah mandi saya langsung memakaikan dia baju untuk renang, tanpa pospak. Alhasil, dia tidak protes, kan mau renang, hehe...

Setelah puas bermain air, tiba waktunya bilas dan ganti baju. Saya sengaja kembali tidak memakaikan pospak. Dia merasa senang karena habis berenang, sehingga dia tidak protes tidak memakai pospak. Sampai di rumah, saya ingatkan dia kalau sedang tidak memakai pospak. Jadi saya minta dia untuk menyampaikan jika ingin BAK atau BAB. Tapi karena dia biasa memakai pospak, bisa dipastikan awalnya dia tidak akan memberitahu bila ingin BAK maupun BAB. Bagaimana solusinya?

Untuk langkah selanjutnya, simak tips-tips berikut ini!

Langkah pertama. 
Carilah kesempatan kapan anak merasa nyaman dan tidak terganggu tanpa pospak.

Bisa saat anak-anak akan berenang seperti kondisi anak saya di atas. Atau di saat-saat lain dimana anak sudah terbiasa melakukan kegiatan itu tanpa memakai pospak, misalnya saat bermain di luar rumah.

Langkah kedua.
Selalu perhatikan gerak gerik anak, kenali tanda-tandanya saat ingin BAK dan BAB

Perhatikan anak, nomer duakan dulu pekerjaan rumah yang lain, karena ini sangat penting untuk keberhasilan TT. Pasti ada tingkah yang bisa dikenali saat anak ingin BAK dan BAB. Meski tentu saja kita baru akan mengetahuinya setelah anak sudah terlanjur BAK di celana alias mengompol. Sabaaar... 

Langkah ketiga.
Kenali rentang waktu anak biasa BAK

Percobaan pertama gagal itu biasa. Jangan lihat gagalnya, tapi lihatlah berapa jam waktu yang dibutuhkan anak antara BAK pertama dengan BAK berikutnya. Rentang waktu itu bisa digunakan sebagai acuan untuk mempersiapkan diri menjelang BAK yang berikutnya lagi.

Langkah keempat.
Ajaklah anak ke kamar mandi pada saat yang tepat

Setelah tahu rentang waktunya, gunakan kesempatan untuk mengajak ke kamar mandi. Bisa dengan menanyakan dulu, "Adik kepingin pipis? Ayo, kita pipis ke kamar mandi?" Tapi jangan terlalu sering ya, karena pasti akan membuat dia tidak nyaman, dan bisa menggagalkan TT. Selalu perhatikan suasana anak dan kesempatan yang ada sebelum bertanya.

Langkah kelima.
Ulangi langkah kedua dan ketiga hingga anak jadi terbiasa.

Percobaan kedua masih gagal? Tetap sabar! Percayalah, untuk anak seusia itu, terkena basah oleh pipisnya sendiri sampai dua kali atau lebih, pasti akan membuat dia tidak nyaman. Pada hari pertama, dia mungkin belum mau bilang kalau mau BAK dan BAB, tapi pandangan matanya akan memberi isyarat kepada kita bahwa dia menginginkannya. Itulah kenapa, langkah kedua, selalu memperhatikan gerak gerik anak menjadi sangat penting.

Langkah keenam.
Teruslah bersabar dan tahan untuk tidak marah selama proses melakukan langkah kedua hingga langkah kelima

Modal pertama TT baik untuk anak di usia tepat untuk TT maupun yang terlambat adalah kesabaran kita sebagai orang tua. Mungkin ada yang mudah di awal-awal TT, tapi di tengah-tengah tiba-tiba anak mengompol itu hal yang biasa. Itulah resiko TT. Jadi siapkan stok sabar sebanyak mungkin, ya... Sebisa mungkin jangan memarahi anak hanya karena mengompol. Itu akan membuat program TT itu percuma. Ingat! Tujuan dari Toilet Training adalah agar anak bisa mengontrol diri dari keinginannya untuk BAK dan BAB tidak pada tempatnya--kamar mandi.

Itulah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk bisa berhasil TT. Saya sudah mencobanya pada anak keempat saya. Dan hingga hari keempat ini, tidak ada hambatan yang terlalu berarti. Ingat untuk tetap sabar dan menahan diri untuk tidak marah.


Pamulang, 6 April 2016
#TipsToiletTraining


Tuesday, April 5, 2016

Mie Goreng Kacang

Apa sih Mie Goreng Kacang? Saya akan berbagi resep mie goreng kacang sebagai jawabannya. Mie goreng kacang ini sebenarnya lebih tepat kalau disebut mie goreng instan kacang. Karena mie yang saya gunakan memang selalu mie goreng instan.

"Hanya dengan itu (mie instan goreng) bisa diperoleh rasa mie goreng kacang yang mantap," begitu kata suami, hehe...

Ngomongin mie instan, pasti banyak yang sepakat kalau itu makanan tidak sehat. Sudah banyak fakta dan penjelasan yang bisa dicari lewat internet tentang bahayanya terlalu sering mengkonsumsi mie instan. Instant gitu, lho! Terus, kalau tidak sering bagaimana? Jawabannya cari sendiri deh, saya tidak sedang mau membahas tentang itu, haha...

Kalau saya pribadi sih, belum tentu sekali dalam seminggu saya mengkonsumsinya. Selain karena memang tidak terlalu suka, sepertinya saya memang terprovokasi untuk ikut menganggap bahwa mie instan itu tidak sehat. Sehingga walaupun anak saya ada yang sangat menyukainya, saya tetap memberi batasan maksimal dua kali dalam seminggu dia boleh memakannya.

Eh tapi, bagaimana kalau suami begitu menyukai mie instan? Padahal kita menganggap mie instan sebagai makanan tidak sehat. Apa rumah tangga harus dikorbankan hanya karena persoalan selera makan ini? (Halah, masak ya sampai segitunya? Hihihi...) Atau kita mesti menolak melayani suami (menyiapkan makannya) hanya karena makanan yang dimintanya kita anggap sebagai "musuh" bagi tubuh kita? Kalau bisa jangan ya, bisa-bisa nanti suami malah carinya di warung. Yang bisa saja, pelayan warung lebih "berbahaya" dibanding bahaya mie instan itu sendiri. Nah, lho!

Terus solusinya bagaimana? Sejauh ini saya berusaha menekan bahaya mie instan dengan mengikuti petunjuk cara mengkonsumsinya yang juga banyak bertebaran di internet. Salah satunya dengan membuang air rebusan pertama. Dan untuk memasukkan gizi ke dalam mie instan, saya hampir selalu menambahkan sayuran. Yang paling praktis biasanya sawi, tinggal dicampurkan dengan mie yang sudah matang dan masih panas, selesai. Kadang-kadang malah saya gunakan sawi sama banyak dengan porsi mienya. Hingga terasanya justru makan sawi, bukan lagi makan mie, hehe...

Sayuran pelengkap lainnya yang biasa saya gunakan adalah kacang panjang. Yang memilih tambahan kacang panjang pertama kali justru suami. Rencana awalnya kan mau oseng-oseng kacang. Karena tidak ada tempe atau tahu sebagai tambahan, maka dipilihlah mie instan. Jadilah mie goreng kacang ala suami yang lezat. (Ya iyalah, pakai mie instan gitu lho!) Selain penyajiannya praktis, cepat, dengan tambahan kacang panjang kan bergizi jadinya. Dan sejak itulah saya jadi sering membuatkan  suami, mie goreng kacang sebagai teman makan nasi.

Apa saja yang dibutuhkan untuk membuat mie goreng kacang? Berikut ini bahan-bahan yang perlu disiapkan dan cara mengolahnya.

Mie Goreng Kacang

Mie Goreng Kacang

Bahan:
1 bungkus mie instan goreng
1 ikat kecil kacang panjang, potong-potong sesuai selera
2 siung bawang putih, cincang halus
3 siung bawang merah, iris-iris tipis
1 buah bawang bombay, ukuran kecil saja, diiris kasar
10 buah cabe rawit (bisa ditambah jika suka pedas), iris-iris sesuai selera
garam dan gula secukupnya

Cara mengolah:
1. Rebus mie dalam panci hingga matang, lalu tiriskan.
2. Siapkan wajan, tumis bawang putih, bawang merah dan cabe rawit sampai tercium aroma sedapnya, lalu masukkan bawang bombay, tunggu hingga sedikit layu.
3. Masukkan kacang panjang, diaduk-aduk agar matangnya merata.
4. Tambahkan garam dan gula.
5. Setelah kacang panjang matang, kecilkan api, lalu masukkan mie-nya. Masukkan juga bumbu-bumbu yang terdapat dalam kemasan mie instan, tanpa kecuali.
6. Kembalikan api seperti semua, aduk-aduk sebentar agar bumbu rata, angkat.
7. Taraaa... Mie Goreng Kacang siap dihidangkan.

Tips: 
Belah mie instan menjadi dua bagian sebelum direbus, atau bisa juga diremukkan, agar mie yang direbus tidak terlalu panjang, sehingga bisa tercampur merata dengan kacang panjang.


Pamulang, 5 April 2016
#berbagi resep

#OneDayOnePost
#27

Monday, April 4, 2016

Lagi-lagi Korupsi Lagi

Uang yang selalu menggoda untuk dimiliki *)
Beberapa hari terakhir ini, warta di ponsel pintar saya selalu menghadirkan berita tentang seorang anggota partai politik yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kabar kasus suap yang melibatkan anggota parpol dan beberapa perusahaan besar yang terjadi beberapa hari yang lalu itu, bukanlah yang pertama kalinya. Sudah beberapa kali KPK berhasil melakukan tangkap tangan dengan kasus yang serupa. Kasus-kasus yang tidak jauh dari suap dan korupsi.

Dari beberapa persidangan kasus korupsi, hampir semua yang tertangkap tangan pada akhirnya terbukti dengan sengaja telah melakukan kesalahan. Anehnya, setelah beberapa kali hal yang sama terjadi, masih saja ada oknum-oknum pejabat pemerintah maupun anggota dewan yang mesti tertangkap tangan oleh KPK. Sepertinya mereka yang memang dengan sengaja melakukan tindakan korupsi dan suap itu, tidak memiliki rasa takut sedikit pun dengan KPK. Atau justru dengan hukum yang ada di negeri ini.

Ada apakah gerangan?

Sebagai warga negara biasa, saya hanya sesekali menyimak kabar-kabar kasus korupsi dan suap di negeri ini. Bukan saja tidak tertarik dengan berita serupa yang mesti berulang kali terjadi, tapi juga jengah mendapati para oknum yang terbukti bersalah hanya mendapat sanksi yang menurut saya tidak sebanding dengan kesalahan yang telah mereka lakukan.

Bagaimana korupsi tidak tumbuh subur di negeri ini. Mereka yang terbukti bersalah hanya mendapat hukuman penjara beberapa tahun saja dengan denda yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan kerugian yang dialami oleh negara. Hukuman yang sama sekali tidak memberi efek jera bagi pelakunya. Seperti tidak bisa, atau mungkin tidak mau belajar dari negara-negara yang berhasil menekan angka korupsi sedemikian rupa, pelaku korupsi dan suap di negeri ini bukannya berkurang, tapi terasa semakin bertambah saja.

Belum lagi sentimen antar parpol yang menyebabkan tidak hanya pelaku korupsi dan suap saja yang jadi terhukum. Namun nama parpol, almamater, agama dan atribut lain yang dianut pelaku korupsi dan suap, juga ikut terkena dampaknya. Tentu hal ini sangat tidak baik, terlebih bila sudah membawa-bawa nama agama. Seperti kasus tangkap tangan oleh KPK yang terjadi beberapa hari yang lalu.

Saya tidak sengaja membaca notifikasi fb yang membicarakan oknum yang tertangkap. Sebagai muslim tentu saja saya sangat tidak nyaman mendengarnya. Mau ustadz sekelas apa pun, pada saat melakukan kesalahan, tidak seharusnya kesalahan itu dihubungkan dengan agama yang dianutnya. Pelaku korupsi, suap, pencuri, atau yang lainnya, semua kesalahannya adalah akibat ulah mereka sendiri. Yang itu mungkin sudah menjadi karakter yang sulit dirubah pada diri si pelaku. Mau agamanya ganti, kalau sudah watak, ya akan selalu begitu perilakunya.

Apalagi dengan "ringan"nya hukuman bagi para pelaku korupsi dan suap. Maka bisa dijamin mereka tetap akan melancarkan aksinya sampai kapan pun. Bahkan meski sudah pernah merasakan tinggal di balik jeruji, mereka mungkin akan kembali mencoba melakukannya. Malah bisa semakin menjadi. Karena mereka akan berpikir, "Ah, dipenjara sebentar aja kok!" Atau mereka akan berkomentar, "Korupsi yang banyak sekalian saja, paling dendanya tidak sampai 50% dari uang yang dikorupsi, kan kita masih bisa untung." Komentar yang tentu saja bisa melahirkan pelaku-pelaku korupsi baru.

Ya, korupsi di negeri ini akan terus terjadi selama pengelolaan dan sanksi hukum terhadap pelaku korupsi dan suap masih sama, sama sekali tidak memberi efek jera bagi pelakunya.


Pamulang, 4 April 2016
#korupsi oh korupsi
*) foto diambil dari kabar24.bisnis.com

#OneDayOnePost
#26