Saya dan suami adalah pasangan normal. Maksudnya sih, suami saya pria dan saya wanita, haha... Nggak banget ya, kalau saya punya suami seorang wanita. Ntar malah mur ketemu mur jadinya. Kapan nyambungnya? Pakai lem kali, baru bisa disatukan, hehe... Intermezo aja, biar kekinian... Lanjut aja deh!
Sebagai pasangan yang berbeda jenis, saya dan suami pada awalnya punya banyak sekali perbedaan. Mulai dari hobby, tontonan di televisi, makanan, hingga kebiasaan tidur. Dimana aktivitas terkait empat hal itu biasanya dilakukan di luar waktu kerja suami, dan di luar aktivitas rutin saya di rumah. Padahal kami sepakat untuk menghabiskan waktu luang kami bersama-sama. Dan karena harus kami lakoni bersama, ya, mau tidak mau kami harus mulai saling menyesuaikan.
Ada aktivitas yang bisa disesuaikan dalam waktu cepat, tapi ada juga yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyesuaikannya. Saling menyesuaikan juga bukan berarti harus melakukan aktivitas yang harus persis sama, lho. Seperti selera makan. Setelah lebih dari 15 tahun kami menikah, hingga hari ini saya belum bisa memaksa suami saya untuk menyukai sayuran mentah seperti saya. Namun saya tidak bosan-bosannya memberitahu suami akan kebaikan yang bisa diperoleh dari mengkonsumsi sayuran mentah untuk tubuh. Sebagai upaya tercapainya kesesuaian tentu saja... (haha... lebay...)
Selama upaya penyesuaian itu, ada satu hal yang membuat saya akhirnya merasa puas dan bisa menikmatinya bersama suami. Ini berhubungan dengan salah satu hobby suami, yaitu memancing. Meski saya terlahir di daerah yang dekat dengan laut, memancing adalah aktivitas yang belum pernah saya lakukan hingga saya menikah. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan baca buku. Tapi dalam rangka penyesuaian, saya mulai mengikuti suami pergi memancing. Tidak lupa, bawa satu buku buat dibaca-baca sembari menunggu.
Pada awalnya memang hanya suami yang memancing. Hingga suatu waktu, suami memaksa saya untuk ikut memancing juga. Saya pun diajari cara memancing, mulai dari cara memasang umpan, melempar kail, mengenali kapan ikan mulai memakan umpan, hingga cara menarik pancing di saat yang tepat. Hasilnya, tetap saja memancing itu membosankan hingga saya bisa menarik seekor ikan ke daratan, haha...
Tapi memang, memancing itu membutuhkan kesabaran dan ketenangan luar biasa. Setelah saya mulai ikut "menikmati" memancing, saya masih merasa biasa saja. Kadang malah saya tinggal baca buku (dulu) atau utak atik hp (sekarang), kalau hingga satu jam saya tidak bisa menarik satu ekor ikan pun. Dan satu lagi, meski saya sudah bisa menarik beberapa ekor ikan ke daratan, jumlah ikan yang didapat suami selalu lebih banyak. Hmm... apa memancing memang tergantung bakat ya? Menurut saya bukan, mungkin lebih karena faktor lucky. Seperti yang terjadi minggu kemarin...
Setelah beberapa lama melempar umpan, suami rupanya sudah strike duluan. Saat suami masih sibuk menggulung senar pancing, ternyata umpan saya pun dimakan. Alhasil, kami hampir bersamaan menarik ikan ke daratan. Ah, so sweet, so romantic, rasa bahagianya sampai ke hati.
Perburuan pun berlanjut dengan tarikan-tarikan berikutnya yang juga nyaris selalu bersamaan. Hmm, kami pun tertawa bersama setiap kali ikan-ikan itu kami tarik ke darat. Tapi tiga tarikan terakhir sepertinya Dewi Fortuna hanya berpihak pada saya. Dan tidak bisa tersusul oleh suami, hingga tiba waktunya kami merasa cukup memancing. Inilah, untuk pertama kalinya, saya bisa menarik ikan lebih banyak daripada suami...
Percayalah! Meski suasana hati sedikit kurang nyaman saat akan pergi memancing, bisa menarik seekor ikan ke daratan itu selalu menjadi moment yang menggembirakan. Apalagi jika itu dilakukan bersama pasangan, insya Allah bisa membantu mencairkan suasana hati yang sedikit beku. Jadi, jangan ragu lagi untuk mulai "ikut-ikutan" menekuni hobby pasangan, khususnya memancing. Kapan lagi bisa menikmati dan menghabiskan waktu bersama pasangan dalam suasana romantis. Kalau sudah klik dengan hobby pasangan, asyiknya tuh, di sini... (nunjuk apa ya...)
Selamat menikmati hobby pasangan!