Friday, April 1, 2016

Aktivitasku: Hadirkan "Gemerlap" Dalam Gelap


Membuka mata kala yang lain masih terlelap dalam mimpinya, serasa menjadi keharusan ketika fokus pikiran hanya pada pekerjaan semata. Berkutat dengan hal-hal yang sama setiap harinya, bisa membuat seseorang mengalami kebosanan. Namun ada sederet alasan yang bisa menjadi sebab seseorang justru bersyukur atas keadaan "sama" yang didapatinya setiap hari. Itu pula yang coba aku hadirkan dalam penatnya raga setelah mengisi hari-hari dengan aktivitas yang sama dari masa ke masa.

Langit mungkin masih gelap. Tapi rasa bahagia bisa menatap rembulan di ujung malam, hanya bisa dirasakan saat itu. Saat langit masih gelap. Merasakan setiap tetes air yang mengguyur di pagi buta, tidak hanya bisa meluruhkan lemak-lemak tubuh yang merugikan, namun juga menjadi penyemangat untuk melanjutkan aktivitas berikutnya. Lantunan azan pembuka hari serupa senandung dawai asmara, yang sayang bila terlewat dari pendengaran. Memanjakan diri dalam sujud panjang, semoga menjadi syukur atas nikmat mata, kulit, telinga, dan hati, yang tidak pernah alfa Dia anugerahkan.

"Bangun, Nak. Sudah waktunya menunaikan kewajibanmu kepada pemilik hidup dan kehidupan." Begitu mantra yang hampir tiap pagi terucap dari bibir ini. Sebagai ucapan penuh sayang kepada generasi penerusku, sekaligus penawar kewajiban kepada pemilik mereka.

"Aaah... Sebentar lagi, Bunda," tutur kalian lirih sambil mengganti posisi tidur yang sudah nyaman. Iya, kata-kata seperti itu biasanya keluar bukan karena rasa kantuk, tapi lebih karena rasa malas yang menyerang akibat begitu kuatnya rayuan setan.

"Tidak! Bangunlah sekarang. Kamu akan kehilangan banyak kesempatan kalau mengulurnya, meski beberapa menit saja." Aku ucapkan mantra terakhir itu sembari membantu mereka bangkit dari peraduan yang semalam menemani mereka bermimpi. Dengan langkah gontai mereka akan menuju kamar mandi dan diiringi langkah kakiku di belakang mereka.

Sungguh, di saat mereka--anak-anakku, bisa segera memeluk paginya, mereka akan lebih semangat menghadapi hari. Tidak ada rasa terburu-buru yang bisa membuat kesal hati dan bisa menjadi duri yang menghambat langkah kaki. Semua akan merasa nyaman. Melalui setiap tahap rutinitas pagi dengan santai. Bahkan bisa memiliki bonus sedikit waktu untuk bersenda gurau dan saling lempar kata. Dan akhirnya, mereka bisa melanjutkan langkah dengan hati seringan awan.

Masa setelah itu adalah masa terang benderang, dimana mereka mulai merajut mimpi besar, yang telah dimulai dari langkah-langkah kecil penuh makna. Belajar hidup dari panggung kehidupan yang tak henti memberi ibrah berbeda dari hari ke hari. Sementara aku melanjutkan rutinitasku di sini, di gubuk kecil yang jadi pelindungku dan keluargaku dari panas sinar mentari dan dinginnya air hujan. Mencoba menata dan menjadikannya serupa istana, agar pancaran surga bisa terasa di dalamnya.

Kala gelap kembali menghampiri. Tiba waktunya memberikan hak pada diri untuk mengganti semua lelahnya. Mungkin suasana esok akan sama, namun pasti menjadi hari yang berbeda. Istighfar atas segala kesalahan diri terlantun lirih, sembari merapal doa-doa untuk hari esok yang lebih indah dan penuh kesyukuran. Bersama sebuah harap, semoga keberkahan menjadi menu wajib yang senantiasa Dia suguhkan untukku dan keluargaku.


Pamulang, 1 April 2016
*dibalik rutinitas pagi


#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
#25

Thursday, March 31, 2016

Belajar Sejarah di Monumen dan Museum PETA

Gerbang masuk Monumen dan Museum PETA
Kemarin saya menemani Zahra melakukan kunjungan bersama teman-teman sekolahnya ke Monumen dan Museum PETA di kota Bogor. Berangkat sekitar jam 6 pagi dari Pamulang--Tangerang Selatan, sekitar satu setengah jam kemudian kami sudah sampai di lokasi Monmus (Monumen dan Museum). Perjalanan bisa dibilang lancar. Mungkin karena arahnya yang menjauh dari Jakarta di pagi hari. Monmus ini berada di Jalan Jenderal Sudirman Nomer 35 Bogor.

Tiba setengah jam lebih awal dari jadwal yang direncanakan, anak-anak, para guru dan orang tua menggunakan kesempatan itu untuk berfoto-foto di halaman luar Monmus. Terdapat dua patung besar, dua tank, dan satu prasasti di halaman depan itu. Kondisinya sangat baik dan terawat, sangat cocok untuk dijadikan teman ber-selfie dan ber-selwee ria. Lingkungan halamannya juga hijau dan sangat asri. Saya pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengabadikannya dalam sebuah foto.

Patung Panglima Besar Jenderal Soedirman
Prasasti dari batu
Tank yang begitu gagah dan bersih
Jalan setapak yang dihiasi tanaman palm dan bunga-bunga
Melewati gerbang masuk Monmus, seperti melewati terowongan berjarak pendek. Kanan kirinya merupakan bangunan museum yang sudah ada berdiri sejak tahun 1900-an. Dalam bangunan itu terdapat beberapa diorama yang menggambarkan jejak pembentukan PETA dan Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang merupakan cikal bakal terbentuknya TNI (Tentara Nasional Indonesia). Berikut ini beberapa di antaranya:

Kesepakatan tokoh-tokoh negara Indonesia untuk mengupayakan berdirinya PETA (tahun 1943)
Kegiatan latihan di pusat pendidikan perwira PETA di Bogor (tahun 1943)
Pembentukan bataliyon-bataliyon PETA di daerah-daerah (tahun 1944)
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur no. 56
Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal TNI (22 Agustus 1945)
Pemilihan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat (12 November 1945)
Dari diorama-diorama yang ada, nuansa Jepang begitu kental terlihat dari pakaian dan aksesoris yang digunakan tentara PETA. Berbicara tentang PETA memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan tentara Jepang di negeri ini pada masa sebelum Indonesia merdeka, begitu kurang lebih penjelasan guide museum yang ada di sana. Informasi detil mengenai hal tersebut bisa ditanyakan langsung saat berkunjung ke Monmus yaaa...

Di dalam museum juga terdapat beberapa koleksi senjata. Yang unik, ternyata senjata-senjata itu berbahan kayu, hanya mesinnya saja yang dari besi. Dan untuk sementara, senjata-senjata itu non aktif, karena bagian mesinnya dilepas. Senjata-senjata itu merupakan hasil rampasan para pejuang Indonesia dari tangan Jepang. Jepang sendiri memperoleh senjata-senjata itu dari hasil merampas milik tentara sekutu. Haha, begitulah perang.

Beberapa koleksi senjata yang ada di dalam museum
Pemandangan halaman dalam Monmus tidak kalah menarik untuk dijadikan obyek foto-foto. Bangunan-bangunan lama yang khas, pepohonan yang rindang, serta jalan-jalan setapaknya yang bersih membuat saya betah berlama-lama duduk di kursi yang ada di beberapa sudut Monmus.

Halaman dalam Monmus
Nah, tunggu apalagi? Masih ingin menikmati diorama yang lainnya? Ingin menikmati suasana sejuk bernuansa militer? Atau ingin menikmati refreshing sarat ilmu, terutama tentang sejarah PETA? Segeralah berkunjung ke Monumen dan Museum PETA di kota Bogor ini ya...


#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
#24