Wednesday, August 5, 2015

Memberi dan Menerima

          Ramadhan telah berlalu, semoga ibadah kita selama ramadhan diterima oleh Allah, dan semoga semangat beribadah kita selama ramadhan tetap terpelihara hingga hari ini. Selain puasa, ada ibadah lain yang diwajibkan kepada setiap muslim pada bulan ramadhan sebelum masuk tanggal 1 Syawal, yaitu menunaikan zakat fitrah. Untuk di Indonesia, zakat fitrah biasanya berupa beras seberat 2,5 kg atau uang dengan nominal senilai dengan harga beras 2,5 kg.

          Sejak kecil, kisaran usia 7 tahun ke atas, orang tua sudah membiasakan saya, kakak dan adik, untuk menyerahkan sendiri zakat fitrah saya. Sebelumnya orang tua telah memilah lima orang yang akan kami serahi zakat fitrah. Setelah ditentukan siapa menyerahkan kepada siapa, barulah kami berangkat ke tujuan masing-masing. Untuk saya, kakak dan adik yang dituju adalah yang jaraknya terdekat dengan rumah. Karena saya tinggal di desa, tidak sulit bagi saya mengenal orang-orang yang akan diserahi zakat, begitu juga dengan tempat tinggalnya. Mereka yang diserahi zakat pun biasanya sudah tahu siapa saya.

          Tinggal di desa, tidak sulit bagi saya untuk mengenali masing-masing dari tetangga sekitar rumah. Sehingga dengan mudah saya bisa mengenali si fulan ini miskin atau kaya, pekerjaannya apa, bahkan penghasilannya berapa. Begitu juga untuk mengenali siapa di antara para fulanah yang sudah menjanda atau yang tidak sanggup membiayai hidupnya dari penghasilan suaminya. Sehingga menentukan siapa yang akan diserahi zakat fitrah tidaklah sulit.

          Dulu zakat fitrah yang saya serahkan hanya beras 2,5 kg, sebagaimana telah ditentukan. Itu pun sebetulnya orang tua yang mengeluarkan, sedangkan saya hanya menyerahkan. Namun setelah berkeluarga, otomatis kewajiban mengeluarkan zakat untuk saya berpindah ke tangan suami. Alhamdulillah, rizki yang diperoleh suami selalu lebih dari cukup untuk kami memberikan tidak hanya beras 2,5 kg saat menunaikan zakat fitrah. Dan alhamdulillah juga, hal itu masih menjadi kebiasaan kami hingga ramadhan tahun ini.

          Bagi orang yang mampu, kewajiban zakat fitrah yang harus ditunaikan pastinya tidak memberatkan. Namun tidak bagi si papa, 2,5 kg beras itu sangat berarti bagi mereka, hingga terkadang bingung saat akan menunaikan zakat fitrah karena memang tidak punya. Dan saat menerima zakat fitrah yang hanya berupa beras 2,5 kg itu, mereka sudah terlihat senang luar biasa. Selain ucapan alhamdulillah, binar wajahnya juga menunjukkan rasa syukur yang begitu dalam. Deretan doa-doa untuk kita, semoga Allah membalas kebaikan bapak/ibu, semoga rizki bapak/ibu dilancarkan terus, semoga diberikan kesehatan untuk bapak/ibu dan seluruh keluarga, semoga bapak/ibu diberikan umur yang panjang, dan lain-lain yang baik-baik, terucap dari mulut-mulut mereka.

          Begitulah memang salah satu fungsi sosial saat si kaya hidup berdampingan dengan si papa. Si kaya memberi kepada si papa. Si kaya menjadi aman harta bahkan nyawa dari ancaman si papa karena telah menunaikan kewajiban. Dan si papa dengan senang hati akan turut menjaga keamanan harta bahkan nyawa si kaya sebagai bentuk syukur dan terima kasih atas apa yang diperolehnya dari si kaya. Belum lagi doa-doa yang diucapkan penuh ketulusan oleh si fakir kepada si kaya, tentu doa-doa itu akan lebih mudah dan lebih cepat dikabulkan Allah. Ya, saat memberi, kita secara otomatis akan menerima.


Friday, July 10, 2015

Salah Satu Keterbatasan Saya Sebagai Manusia

"Katakanlah: 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah', dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan."
(Q.S. An Naml: 65)

Saya lahir dan besar di Situbondo. Di rumah tempat saya tinggal dulu, ada cukup banyak pohon mangga. Dari yang pohonnya besar hingga pohon-pohon kecil hasil mencangkok. Jenisnya pun bermacam-macam, dari yang umum di pasaran, hingga jenis yang jarang ditanam orang. Mangga-mangga yang dihasilkan dari pekarangan rumah itu biasanya dibeli para tengkulak dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber rizki tambahan bagi orang tua saya. Namun tidak semua buah mangga yang dijual. Ada beberapa pohon kecil yang buahnya dipersiapkan khusus untuk dinikmati sendiri atau dibagikan saat ada saudara yang datang berkunjung bertepatan dengan musim mangga.

Dulu, mangga menjadi buah favorit yang paling banyak dan sering saya makan. Namun meski saya cukup menyukai rasanya, saya bisa menahan diri untuk tidak membeli, dan memilih untuk menunggu buah mangga hasil panen sendiri. Saya dan keluarga hampir tidak pernah memetik buah mangga untuk diperam, tapi kami akan menunggu hingga mangga benar-benar sudah tua atau bahkan matang di pohon. Hingga tidak jarang kami mendapati beberapa buah mangga sudah krowok dimakan codot atau burung. Kalau sudah begitu, barulah perburuan buah mangga matang pohon, dimulai. Ya, mungkin hanya dengan cara itu, selain tentu saja menghitung hari sejak mangga mulai berbuah, saya bisa mengenal bahwa mangga-mangga itu sudah siap dipetik dengan rasa yang manis atau belum.


Tapi, bagaimana dengan buah mangga yang dijual di supermarket dan pasar-pasar buah? Mampukah saya mengenali tingkat kematangan mangga-mangga itu? Jawabannya adalah TIDAK!

Sejak saya tinggal jauh dari rumah, saya sempat membeli buah mangga karena salah satu anak saya yang begitu menyukainya. Tapi kebanyakan buah yang saya pilih tidak pernah memuaskan, meski dari sisi tampilan sepertinya sudah oke. Kadang rasanya yang tidak manis atau daging buahnya yang tidak begitu merah meski rasanya cukup manis. Seperti buah manalagi yang memang punya rasa cukup manis meski sebetulnya buahnya belum terlalu tua untuk dipanen. Bertahun-tahun saya hidup dengan buah mangga dan menjadikan mangga sebagai buah yang banyak saya nikmati-karena tidak perlu membeli-ternyata tidak membuat saya mampu membedakan dan mengenali mangga yang berkualitas baik dan tidak.

Tidak hanya buah mangga, saya juga paling kesulitan mengenali buah pepaya. Meskipun kulitnya sudah berwarna kuning kemerahan, tidak jarang setelah dibuka isinya sama sekali tidak merah. Dan jelas terlihat kalau buah itu dipetik dalam keadaan masih terlalu muda, dan untuk mematangkannya tentu menggunakan proses pemeraman yang boleh jadi "karbitan". Begitu pula dengan buah-buahan yang sejenis.

Namun, disinilah saya belajar, bahwa saya hanyalah makhluk (yang diciptakan) yang tidak punya pengetahuan apa-apa, dan Allah adalah sang Kholik (yang menciptakan) yang Maha Mengetahui segala seuatu. Bagi saya, bagaimana warna dan rasa daging buah mangga dan buah pepaya merupakan sesuatu yang ghaib, yang belum saya ketahui hingga saya membukanya. Sebagaimana tercantum dalam surah an-Naml ayat 65 di atas, 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'.

Hal ghaib lain yang bisa dijadikan contoh adalah kondisi janin yang ada dalam rahim. Meski saat ini sudah ada alat canggih yang bisa mengenali janin dari segi kelengkapan secara fisik dan jenis kelaminnya, tidak jarang ketika keluar "wujud"nya berbeda seperti yang diperkirakan. Hal ini dijelaskan oleh Allah melalui firman-Nya dalam surah Luqman ayat 34:
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Ya, begitulah manusia, termasuk saya, yang sangat terbatas kemampuannya. Tidaklah manusia memiliki pengetahuan akan sesuatu melainkan hanya sedikit saja, dan itu pun terjadi hanya dengan kehendak dan ijin Allah.