Tuesday, February 23, 2016

Asyiknya Menikmati Hobby Pasangan



Saya dan suami adalah pasangan normal. Maksudnya sih, suami saya pria dan saya wanita, haha... Nggak banget ya, kalau saya punya suami seorang wanita. Ntar malah mur ketemu mur jadinya. Kapan nyambungnya? Pakai lem kali, baru bisa disatukan, hehe... Intermezo aja, biar kekinian... Lanjut aja deh!

Sebagai pasangan yang berbeda jenis, saya dan suami pada awalnya punya banyak sekali perbedaan. Mulai dari hobby, tontonan di televisi, makanan, hingga kebiasaan tidur. Dimana aktivitas terkait empat hal itu biasanya dilakukan di luar waktu kerja suami, dan di luar aktivitas rutin saya di rumah. Padahal kami sepakat untuk menghabiskan waktu luang kami bersama-sama. Dan karena harus kami lakoni bersama, ya, mau tidak mau kami harus mulai saling menyesuaikan.

Ada aktivitas yang bisa disesuaikan dalam waktu cepat, tapi ada juga yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyesuaikannya. Saling menyesuaikan juga bukan berarti harus melakukan aktivitas yang harus persis sama, lho. Seperti selera makan. Setelah lebih dari 15 tahun kami menikah, hingga hari ini saya belum bisa memaksa suami saya untuk menyukai sayuran mentah seperti saya. Namun saya tidak bosan-bosannya memberitahu suami akan kebaikan yang bisa diperoleh dari mengkonsumsi sayuran mentah untuk tubuh. Sebagai upaya tercapainya kesesuaian tentu saja... (haha... lebay...)

Selama upaya penyesuaian itu, ada satu hal yang membuat saya akhirnya merasa puas dan bisa menikmatinya bersama suami. Ini berhubungan dengan salah satu hobby suami, yaitu memancing. Meski saya terlahir di daerah yang dekat dengan laut, memancing adalah aktivitas yang belum pernah saya lakukan hingga saya menikah. Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan baca buku. Tapi dalam rangka penyesuaian, saya mulai mengikuti suami pergi memancing. Tidak lupa, bawa satu buku buat dibaca-baca sembari menunggu.

Pada awalnya memang hanya suami yang memancing. Hingga suatu waktu, suami memaksa saya untuk ikut memancing juga. Saya pun diajari cara memancing, mulai dari cara memasang umpan, melempar kail, mengenali kapan ikan mulai memakan umpan, hingga cara menarik pancing di saat yang tepat. Hasilnya, tetap saja memancing itu membosankan hingga saya bisa menarik seekor ikan ke daratan, haha...

Tapi memang, memancing itu membutuhkan kesabaran dan ketenangan luar biasa. Setelah saya mulai ikut "menikmati" memancing, saya masih merasa biasa saja. Kadang malah saya tinggal baca buku (dulu) atau utak atik hp (sekarang), kalau hingga satu jam saya tidak bisa menarik satu ekor ikan pun. Dan satu lagi, meski saya sudah bisa menarik beberapa ekor ikan ke daratan, jumlah ikan yang didapat suami selalu lebih banyak. Hmm... apa memancing memang tergantung bakat ya? Menurut saya bukan, mungkin lebih karena faktor lucky. Seperti yang terjadi minggu kemarin...

Setelah beberapa lama melempar umpan, suami rupanya sudah strike duluan. Saat suami masih sibuk menggulung senar pancing, ternyata umpan saya pun dimakan. Alhasil, kami hampir bersamaan menarik ikan ke daratan. Ah, so sweet, so romantic, rasa bahagianya sampai ke hati.

Perburuan pun berlanjut dengan tarikan-tarikan berikutnya yang juga nyaris selalu bersamaan. Hmm, kami pun tertawa bersama setiap kali ikan-ikan itu kami tarik ke darat. Tapi tiga tarikan terakhir sepertinya Dewi Fortuna hanya berpihak pada saya. Dan tidak bisa tersusul oleh suami, hingga tiba waktunya kami merasa cukup memancing. Inilah, untuk pertama kalinya, saya bisa menarik ikan lebih banyak daripada suami...

Percayalah! Meski suasana hati sedikit kurang nyaman saat akan pergi memancing, bisa menarik seekor ikan ke daratan itu selalu menjadi moment yang menggembirakan. Apalagi jika itu dilakukan bersama pasangan, insya Allah bisa membantu mencairkan suasana hati yang sedikit beku. Jadi, jangan ragu lagi untuk mulai "ikut-ikutan" menekuni hobby pasangan, khususnya memancing. Kapan lagi bisa menikmati dan menghabiskan waktu bersama pasangan dalam suasana romantis. Kalau sudah klik dengan hobby pasangan, asyiknya tuh, di sini... (nunjuk apa ya...)

Selamat menikmati hobby pasangan!

Monday, August 31, 2015

Sebuah Catatan: Kurtilas

Sabtu lalu, saya menghadiri pertemuan wali murid di sekolah anak saya. Salah satu agendanya adalah penjabaran tentang kurikulum baru yang mulai diterapkan untuk murid kelas IV, yaitu kurikulum 2013, atau yang biasa dikenal dengan kurtilas.

Karena saya bukan seorang guru, saya tidak tahu secara pasti bagaimana kurtilas. Namun dari berita-berita media dan informasi dari teman-teman kuliah yang sebagian besar memang berprofesi sebagai guru, saya sedikit lah kenal. Dan sabtu lalu, saya mendapat tambahan informasi tentang wujud penerapan kurtilas itu di sekolah anak saya. Dari penjelasan tersebut, saya mencatat beberapa hal, sebagai berikut:

Kurtilas tidak mengutamakan nilai yang berupa angka-angka dalam mengukur kemampuan seorang siswa. Dalam praktik pendidikannya, menurut kurtilas, sekolah ibarat dunia margasatwa yang dihuni oleh berbagai binatang yang berbeda dalam banyak hal. Dimana masing-masing dari binatang-binatang itu memiliki kemampuan yang berbeda. Meski setiap keterampilan dan pengetahuan itu bisa dipelajari, namun tidak banyak yang bisa menguasai semuanya dengan baik, dan bahkan ada yang benar-benar tidak mampu melakukannya.

Begitu pula dengan keadaan siswa, masing-masing memiliki kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, karena setiap anak adalah pribadi yang unik. Memaksakan seorang anak menguasai keahlian yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya, bisa mengganggu proses belajarnya. Dan yang fatal akan bisa menghilangkan kemampuan yang sebelumnya memang dikuasainya. Namun dengan kurtilas, siswa diharapkan bisa mengasah dan memaksimalkan kemampuannya sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Kalau pun ada materi dan keterampilan yang tidak diminati siswa, namun diajarkan kepada mereka, hal itu cukup sebagai pengetahuan bagi mereka dengan tidak memaksa mereka harus menguasainya secara sempurna.

Dalam penilaian, kurtilas tidak menggunakan angka, tetapi menggunakan huruf A dan B. Yang tentu saja huruf-huruf itu tetap bisa dikonversikan dengan angka. Dan yang dinilai bukan hanya pengetahuan siswa, namun sikap dan keterampilan siswa juga ada poinnya. Sikap yang dinilai berupa sikap spiritual dan sikap sosial. Sehingga dengan kurtilas, seorang guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran dan mengevaluasinya lewat ulangan, tapi juga mengamati setiap perubahan sikap dan tingkat keterampilan yang sudah dikuasai masing-masing siswa.

Pekerjaan guru bertambah? Jawabannya bisa berbeda, tergantung bagaimana seorang guru itu memandang amanah profesi yang sedang diembannya. Jika guru selama ini menganggap tugasnya hanya sebagai alat untuk transfer ilmu, mungkin kurtilas akan menjadi beban bagi mereka. Namun guru yang merasa memiliki tanggung jawab moral dan menganggap bahwa muridnya tidak hanya harus mendapat nilai bagus pada suatu pelajaran tapi juga baik dan benar dalam praktiknya, tentu kurtilas menjadi pekerjaan mudah. Karena aktivitas mengamati perkembangan sikap siswa berdasarkan pengetahuan yang dimiliki siswa memang sudah menjadi bagian dari perhatian dan pekerjaannya.

Dalam kurtilas, materi pelajaran disampaikan secara tematik. Satu buku tematik sudah mencakup pelajaran agama, matematika, bahasa indonesia, PKN, dengan sedikit IPA dan IPS. Sehingga siswa tidak perlu lagi membawa buku terlalu banyak ke sekolah, tapi cukup dengan satu buku tematik saja. Jadi beban tas juga bisa lebih ringan. Semoga juga bisa memberikan perubahan yang lebih baik dalam banyak hal kepada perkembangan belajar dan sikap moral yang ditunjukkan siswa. Amin...

*Ini hanya sedikit catatan, yang bisa memunculkan banyak catatan di masa yang akan datang.