Saturday, April 2, 2016

Happy Anniversary Bang Syaiha dan Mbak Ella

Dalam islam, menikah itu sesuatu yang mulia. Bukan sekadar untuk mengikuti jejak kekasih-Nya. Tapi juga jadi penyempurna separuh dari agama. Setiap yang beriman pasti menginginkannya. Namun kadang tak mudah mewujudkannya. Ujian acapkali datang menghampiri setiap hamba-Nya. Sesuai kadar keimanan yang ada dalam hatinya. Semakin tinggi iman, makin berat pula ujian yang akan diterimanya. Dan muslim yang tinggi iman akan mampu menghadapinya.

Ujian memang tidak selalu berupa kesulitan. Terkadang ujian datang bersama banyaknya kemudahan. Tentu keduanya diberikan secara terukur oleh pemberi ketetapan. Dia memang lebih tahu kepada siapa suatu ujian mesti ditimpakan. Tugas seorang muslim hanyalah mengupayakan untuk tetap berada di atas jalan keimanan. Senantiasa bersyukur terhadap semua kemudahan. Dan terus bersabar dalam menghadapi kesulitan. Termasuk saat jodoh pilihan tidak jua Dia pertemukan.

Ada sebuah kisah mengharukan tentang seseorang yang sedang berusaha menemukan jodohnya. Dia adalah seorang pria yang bernama Bang Syaiha. Bertahun-tahun dia terus mencari wanita pilihan yang akan dinikahinya. Berbagai cara halal sesuai tuntunan agama telah ditempuhnya. Beberapa kali dia hampir mendapatkannya. Namun beberapa kali pula kegagalan yang diperolehnya. Kegagalan-kegagalan serupa yang nyaris membuatnya putus asa. Kalau bukan karena keimanan di dalam hatinya. Dia akan terus menyalahkan kondisi fisik sebagai penyebab kegagalannya.

Ketinggian iman telah membuat Bang Syaiha sadar akan makna kesabaran. Dia yakin akan semua janji Allah terhadap hamba-Nya yang beriman. Dia sadar bahwa segala sesuatu telah diatur sesuai takaran. Dia mengerti bahwa tugasnya adalah melaksanakan setiap kewajiban. Namun semua keputusan tetaplah Allah yang menentukan. Dan saat hanya kepasrahan diri kepada Allah dia jadikan pegangan. Allah pun mendatangkan apa yang selama ini dia harapkan. Seorang calon pendamping hidup yang akan menemaninya meraih keberkahan.

Adalah Ella Nurhayati, seorang wanita yang berparas cantik nan mempesona. Menjadi hadiah istimewa dari Allah kepada Bang Syaiha. Menjadi jawaban atas semua kepasrahan dan doa-doanya. Dengan niat ibadah untuk menyempurnakan separuh agama karena Allah semata. Tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan jawaban wanita yang diinginkannya. Cukup waktu seminggu menunggu, dan dia memperoleh jawaban iya. Pernikahan yang diimpikan pun akhirnya terlaksana.

Tak terasa telah dua tahun berlalu sejak ijab kabul dilafazkan. Allah juga telah memberi hadiah seorang buah hati yang rupawan. Buah hati yang tidak hanya menjadi hiburan. Tapi juga menjadi perekat untuk terus menjaga kasih sayang sebagai pasangan. Menjadi pelengkap sejarah sebuah mahligai perkawinan. Begitu besar anugerah yang mereka berdua rasakan. Hingga tak ada alasan lagi mereka untuk tidak mengisi hari-hari dengan penuh kesyukuran. Walau kadang riak kecil datang menghampiri manisnya kehidupan. Mereka sadar, bahwa ujian memanglah suatu keniscayaan.

Semoga dalam dua tahun pernikahan Bang Syaiha dan Ella Nurhayati, menjadi wahana bagi mereka berdua sebagai pembelajaran untuk menghadapi tantangan kehidupan selanjutnya.



Friday, April 1, 2016

Aktivitasku: Hadirkan "Gemerlap" Dalam Gelap


Membuka mata kala yang lain masih terlelap dalam mimpinya, serasa menjadi keharusan ketika fokus pikiran hanya pada pekerjaan semata. Berkutat dengan hal-hal yang sama setiap harinya, bisa membuat seseorang mengalami kebosanan. Namun ada sederet alasan yang bisa menjadi sebab seseorang justru bersyukur atas keadaan "sama" yang didapatinya setiap hari. Itu pula yang coba aku hadirkan dalam penatnya raga setelah mengisi hari-hari dengan aktivitas yang sama dari masa ke masa.

Langit mungkin masih gelap. Tapi rasa bahagia bisa menatap rembulan di ujung malam, hanya bisa dirasakan saat itu. Saat langit masih gelap. Merasakan setiap tetes air yang mengguyur di pagi buta, tidak hanya bisa meluruhkan lemak-lemak tubuh yang merugikan, namun juga menjadi penyemangat untuk melanjutkan aktivitas berikutnya. Lantunan azan pembuka hari serupa senandung dawai asmara, yang sayang bila terlewat dari pendengaran. Memanjakan diri dalam sujud panjang, semoga menjadi syukur atas nikmat mata, kulit, telinga, dan hati, yang tidak pernah alfa Dia anugerahkan.

"Bangun, Nak. Sudah waktunya menunaikan kewajibanmu kepada pemilik hidup dan kehidupan." Begitu mantra yang hampir tiap pagi terucap dari bibir ini. Sebagai ucapan penuh sayang kepada generasi penerusku, sekaligus penawar kewajiban kepada pemilik mereka.

"Aaah... Sebentar lagi, Bunda," tutur kalian lirih sambil mengganti posisi tidur yang sudah nyaman. Iya, kata-kata seperti itu biasanya keluar bukan karena rasa kantuk, tapi lebih karena rasa malas yang menyerang akibat begitu kuatnya rayuan setan.

"Tidak! Bangunlah sekarang. Kamu akan kehilangan banyak kesempatan kalau mengulurnya, meski beberapa menit saja." Aku ucapkan mantra terakhir itu sembari membantu mereka bangkit dari peraduan yang semalam menemani mereka bermimpi. Dengan langkah gontai mereka akan menuju kamar mandi dan diiringi langkah kakiku di belakang mereka.

Sungguh, di saat mereka--anak-anakku, bisa segera memeluk paginya, mereka akan lebih semangat menghadapi hari. Tidak ada rasa terburu-buru yang bisa membuat kesal hati dan bisa menjadi duri yang menghambat langkah kaki. Semua akan merasa nyaman. Melalui setiap tahap rutinitas pagi dengan santai. Bahkan bisa memiliki bonus sedikit waktu untuk bersenda gurau dan saling lempar kata. Dan akhirnya, mereka bisa melanjutkan langkah dengan hati seringan awan.

Masa setelah itu adalah masa terang benderang, dimana mereka mulai merajut mimpi besar, yang telah dimulai dari langkah-langkah kecil penuh makna. Belajar hidup dari panggung kehidupan yang tak henti memberi ibrah berbeda dari hari ke hari. Sementara aku melanjutkan rutinitasku di sini, di gubuk kecil yang jadi pelindungku dan keluargaku dari panas sinar mentari dan dinginnya air hujan. Mencoba menata dan menjadikannya serupa istana, agar pancaran surga bisa terasa di dalamnya.

Kala gelap kembali menghampiri. Tiba waktunya memberikan hak pada diri untuk mengganti semua lelahnya. Mungkin suasana esok akan sama, namun pasti menjadi hari yang berbeda. Istighfar atas segala kesalahan diri terlantun lirih, sembari merapal doa-doa untuk hari esok yang lebih indah dan penuh kesyukuran. Bersama sebuah harap, semoga keberkahan menjadi menu wajib yang senantiasa Dia suguhkan untukku dan keluargaku.


Pamulang, 1 April 2016
*dibalik rutinitas pagi


#OneDayOnePost
#MenulisSetiapHari
#25