Tuesday, May 31, 2016

Surga Menanti, Film Religi yang Menginspirasi dan Menguras Emosi

Semalam, untuk pertama kalinya saya bisa turut serta menghadiri sebuah acara bersama teman-teman dari Blogger Mungil (BloMil). Yaitu menyaksikan pemutaran film perdana dari Khanza Film Production yang bekerja sama dengan Yayasan Syekh Ali Jaber, sekaligus konperensi pers bersama para pemeran film tersebut. Acara ini juga menjadi liputan film pertama bagi tim BloMil.

Tayang Perdana pada 2 Juni
"Surga Menanti", begitu judul film yang dibintangi oleh "Umi" Pipik Dian Irawati dan Agus Kuncoro ini. Sebuah film religi tentu saja. Film yang berkisah tentang seorang Daffa yang diperankan oleh Syakir Daulay, dalam perjuangannya menjadi seorang hafidh qur'an. Sebuah cita-cita yang tidak muncul begitu saja pada diri Daffa, akan tetapi tidak lepas dari impian, motivasi, doa-doa dan usaha kedua orang tua Daffa, yaitu Yusuf (Agus Kuncoro) dan Humairoh (Umi Pipik).

Untuk mewujudkan impiannya--memiliki seorang anak yang hafidh qur'an, Yusuf dan Humairoh mengirimkan Daffa--anak semata wayangnya, ke pesantren tahfidh. Tempat yang jauh dan harus berpisah dengan sang buah hati, tidak menjadi halangan bagi mereka. Begitu juga dengan Daffa, dia benar-benar telah siap berpisah untuk sementara dengan orang tuanya, demi mewujudkan impiannya yang juga impian kedua orang tuanya.

Namun, untuk meraih impian sebagai hafidh qur'an ternyata bukanlah perkara yang mudah. Berbagai halangan dan rintangan menunggu sepanjang perjalanan dalam meraihnya. Belum sampai usai pendidikan Daffa di pesantren, belum juga tercapai cita-citanya menjadi seorang hafidh, Yusuf menjemput Daffa pulang. Kondisi Humairoh yang sakit dan fisiknya yang terus melemah, memaksa Yusuf untuk menjemput Daffa. Sebuah keputusan yang berat tidak hanya bagi Yusuf dan Humairoh, tapi juga Daffa.

Memang bukan tidak mungkin bisa meraih gelar hafidh di luar pesantren. Tapi tantangannya pasti jauh lebih berat bila dibandingkan di pesantren. Lingkungan yang kurang mendukung dan pandangan "miring" sebagian orang terhadap mereka yang tsiqoh memegang agamanya--termasuk mereka yang berkeinginan menjadi hafidh qur'an, menjadi ujian yang berat. Hal itu juga dialami Daffa di kampung halamannya. Bahkan penghalang terberat justru datang dari tetangga yang rumahnya berada tepat di sebelah rumah orang tua Daffa. Seolah tak bosan-bosannya bu Asri--tokoh antagonis dalam film ini yang diperankan oleh Della Puspita, memandang sebelah mata dan selalu berusaha mengendurkan semangat Daffa untuk menjadi hafidh.

Belum lagi kondisi Humairoh yang terus memburuk. Daffa pun mengetahui keadaan umminya setelah dia mendapati hidung umminya mengeluarkan darah. Humairoh yang tadinya selalu berusaha menyembunyikan sakitnya dari Daffa, serta berpura-pura tegar dan kuat saat di hadapan putranya, akhirnya harus menyerah juga pada sakitnya. Beberapa kali Humairoh harus keluar masuk rumah sakit. Keadaan yang tentu saja tidak mudah dihadapi oleh seorang anak, termasuk Daffa. Hal itu cukup membebani pikiran Daffa. Namun di dalam sakitnya, Humairoh tak henti-hentinya terus menyemangati Daffa untuk bisa segera meraih impiannya. Begitu juga dengan Yusuf. Yusuf begitu tegar dan bersemangat dalam memotivasi Daffa. Meski sesungguhnya Yusuf pun tak tega melihat kondisi Humairoh--istrinya, hingga diam-diam terkadang Yusuf pun menitikkan air mata.

Kehadiran dr. Fitri dalam film ini memberikan warna tersendiri. Berbeda dengan karakter bu Asri, empati dr. Fitri terhadap kondisi keluarga Yusuf-Humairo dan Daffa menjadikan dr. Fitri sebagai sosok teman sekaligus tetangga yang patut dicontoh. Sikap empati dan simpati yang ditunjukkan dr. Fitri terpancar dari tutur kata dan perilakunya. Begitu juga dengan kehadiran dua orang tuna netra yang merupakan sepasang ayah dan anak. Pesan Syekh Ali Jaber kepada mereka berdua, serta petuah yang disampaikan sang ayah kepada anaknya, sangatlah indah.

Ini benar-benar film religi yang patut ditonton. Sangat menginspirasi. Terutama bagi para orang tua yang juga sangat menginginkan anaknya menjadi hafidh qur'an, film ini sangat recommended untuk ditonton. Ada banyak pesan-pesan penting dalam film ini yang bisa menjadi suntikan semangat untuk tetap menjaga cita-cita mulia sebagai seorang hafidh qur'an dan atau menjadikan buah hatinya sebagai hafidh qur'an.

Sebagai orang tua yang juga memiliki impian sama seperti Yusuf dan Humairoh, saya tidak bisa menahan emosi selama menonton film ini. Meski berusaha untuk menahannya, air mata saya tetap saja keluar. Salah satunya adalah adegan saat Daffa harus dijemput dari pesantren dan berpisah dengan teman-temannya. Ingatan saya segera melayang kepada anak pertama yang juga berada di pesantren.

Seperti apakah pesan-pesan yang terkandung dalam film ini? Dan bagaimanakah akhir kisah film ini? Berhasilkah Daffa mewujudkan cita-citanya sebagai hafidh? Bagaimana pula dengan kondisi kesehatan Humairoh? Untuk mengetahui jawabannya, jangan lupa datang dan saksikan film ini di jaringan bioskop 21 mulai tanggal 2 Juni nanti.

Berpose seusai nonton film Surga Menanti
Suasana Konferensi Pers 


Pamulang, 31 Mei 2016
#liputanfilm
 

Saturday, May 7, 2016

Hadiah Untuk Kakek (bagian 3)

Ringkasan cerita sebelumnya:
Kecanduan Zahra bermain kartu rupanya makin parah. Namun saat pulang sekolah Zahra nampak kebingungan, karena kartu-kartunya yang tidak terhitung banyaknya itu, semuanya lenyap tak berbekas.


Setelah Zahra yakin kartu-kartunya benar-benar tidak ada, dia hanya bisa terduduk pasrah. Alih-alih bertanya pada ibu, bercerita saja dia tidak berani. "Ibu pasti tahu apa yang terjadi dengan kartu-kartu itu," bisik Zahra dalam hati.

Ibu memang sudah berkali-kali mengingatkan Zahra untuk tidak melupakan tugas dan kewajibannya. Ibu sama sekali tidak melarang Zahra untuk bermain. Ibu hanya ingin agar Zahra bisa membagi waktu dengan baik. Dan ibu memang sempat mengancam untuk membuang semua kartu Zahra jika nasihat ibu tidak dia laksanakan.

Seolah menyadari kesalahannya, Zahra mulai melakukan apa yang biasa dia lakukan saat pulang sekolah. Dia pun melepas baju seragam yang dipakainya. Karena tidak ada lagi kartu-kartu yang bisa dimainkan, Zahra memilih untuk merebahkan tubuhnya di kasur. Beberapa saat kemudian, dia pun tertidur lelap.

~~~

"Zahra, bangun. Sudah sore," kata ibu sambil membelai kepala Zahra lembut.
"Ibu membuat puding kesukaanmu," sambung ibu lagi.

Zahra pun langsung terbangun dan bermaksud untuk mencicipinya. Tapi ibu mencegah dan menyuruh Zahra untuk mandi terlebih dahulu.

"Setelah mandi, antarkan sebagian puding itu untuk kakek, ya," kata ibu lagi.

"Baiklah, Bu," jawab Zahra senang.
"Aku boleh menemani kakek makan puding, tidak?" Tanya Zahra.

"Tentu saja boleh, anak bunda yang sholihah," jawab ibu sambil tersenyum.

~~~

Setelah mandi sore, Zahra langsung ke rumah kakek dengan membawa beberapa porsi puding kesukaannya. Selain untuk menemani kakek makan, ada yang ingin Zahra tanyakan pada kakeknya. Karenanya kesempatan bersama kakek kali ini, tidak dia sia-siakan.

"Kakek, adakah makanan yang belum pernah kakek cicipin?" Tanya Zahra dengan mimik serius.

Kakek pun tertawa, dan bertanya kembali, "Memangnya kenapa, Zahra?"

"Aku ingin membawakan kakek makanan yang belum pernah kakek makan," jawab Zahra begitu polos.

"Terima kasih, cucu kakek yang cantik," kata kakek sambil mencium pipi Zahra. "Zahra boleh membawakan kakek apa saja yang Zahra mau," sambung kakek lagi.

"Baiklah, Kek. Aku akan bawakan kakek sesuatu yang belum pernah kakek makan," ucap Zahra yakin.

~~~

Malam ini Zahra senang sekali karena bisa bertemu ayahnya. Mumpung ayah lagi di rumah, ada hal penting yang ingin ditanyakan Zahra kepada ayahnya. Sebelum ayahnya kembali bekerja ke luar kota dan baru akan kembali paling cepat dua minggu berikutnya. Zahra pun segera mengutarakan keinginannya.

"Ayah, kalau semester ini aku bisa ranking satu, aku boleh minta hadiah?" Tanya Zahra kepada ayahnya.

"Tentu saja boleh, Sayang," jawab ayah. "Mau minta hadiah apa sih?" Tanya ayah.

"Hmm, apa ya? Nanti deh, Ayah. Kalau aku sudah yakin dengan hadiahnya, aku akan sampaikan pada ayah," jawab Zahra membuat ayahnya penasaran.


(bersambung)

#OneDayOnePost
#48