Thursday, May 5, 2016

Hadiah Untuk Kakek (bagian 1)

Zahra dikenal sebagai anak yang pintar. Sejak kelas satu hingga kelas tiga, dia selalu ranking satu. Namun Zahra tetaplah seorang anak kecil. Dia juga suka bermain seperti anak kebanyakan. Dan keasyikannya bermain mulai mengganggu aktivitas belajarnya. Tidak hanya itu, Zahra juga jadi sering terlambat pulang dan lupa makan.

~~~

"Zahra, bermainnya sudah yuk. Sekarang mandi, lalu siapkan buku untuk besok," kata ibu suatu hari.

"Iya, Bu," jawab Zahra selalu dan selalu begitu. Namun tidak jarang itu hanya di bibir saja, karena Zahra kembali melanjutkan bermainnya. Bermain kartu memang mengasyikkan dan tak pernah merasa puas. Padahal kartu yang Zahra miliki sudah sangat banyak. Begitu banyaknya hingga tak terhitung lagi.

"Zahra, sudah hampir maghrib, waktunya pulang!" Ibu berkata dengan setengah berteriak.
"Ibu tunggu sampai hitungan kesepuluh," sambung ibu lagi.

Mendapat peringatan seperti itu, Zahra cepat-cepat membereskan kartunya yang berserakan. Dia tahu betul ancaman yang menunggu di balik peringatan ibunya. Meski ibu tidak mungkin memukulnya, Zahra tidak mau mainan kesukaannya disita ibu.

Begitulah yang dikerjakan Zahra dari ke hari. Sejak kelas empat, dia mulai kecanduan bermain kartu, yang memang lagi musim itu. Tapi ibu tidak pernah bosan untuk selalu memanggil Zahra di jam-jam seharusnya dia sudah masuk rumah.

~~~

"Bu, aku main di rumah kakek, ya?" Tanya Zahra.

Zahra sudah biasa ke rumah kakeknya sendirian. Jarak rumah kakek cukup dekat, hanya beberapa blok saja dari rumah Zahra.

"Iya, boleh. Sekalian ibu titip singkong rebus buat kakek," jawab ibu sambil menyerahkan rantang kecil berisi singkong rebus.

Ibu memang tidak pernah melarang Zahra pergi ke rumah kakeknya, meski pun ibu tahu, itu hanya akal-akalan Zahra agar dia bisa lebih bebas bermain tanpa terganggu panggilan ibu yang menyuruhnya pulang.

"Kakek suka sekali singkong rebus, ya, Bu?" Tanya Zahra serius.

"Betul!" Kata ibu sembari menyentil hidung Zahra. "Singkong rebus adalah makanan kesukaan kakek. Kata kakek, makanan itu mengingatkan kakek pada masa-masa kemerdekaan dulu," tutur ibu menjelaskan.

"Oya, nanti sebelum maghrib sudah di rumah, ya," kata ibu lagi.

"Iya, Bu," jawab Zahra.

~~~

Azan maghrib sudah berkumandang, tapi Zahra belum juga pulang. Ibu mulai bertanya-tanya dalam hati. Tidak biasanya hal itu terjadi.


(bersambung)


#OneDayOnePost
#46

Friday, April 29, 2016

Dari Kecil Aku Sudah Suka Jalan-jalan (lanjutan)

Kisah sebelumnya ada di sini.

Pesona Alam Pantai Pasir Putih di Situbondo

Perjalanan berikutnya, lebih jauh dari sebelumnya. Obyek wisaya ziarah wali ditambah hingga ke daerah Jawa Tengah, yaitu ke tempat Sunan Kalijaga. Karena jarak lebih jauh, maka waktu yang dibutuhkan juga lebih lama dari perjalanan sebelumnya yang hanya dua hari dua malam. Dan pada perjalanan kali ini, giliranku dan adik yang diajak. Hehe, lagi-lagi aku deh yang dapat giliran...

Berangkat pada malam hari, suasana tampak tenang-tenang saja. Namun suasana berubah saat memasuki Jawa Tengah pada keesokan harinya. Adikku mabuk bukan kepalang. Muntah hingga berkali-kali dalam hitungan jam. Menjadi perjalanan jauh pertama membawa adik, membuat bapak sempat panik mendapati adik mabuk darat. Bapak sampai berpikir untuk pulang lebih dulu ke rumah dengan menumpang bus umum. Sungguh menjadi perjalanan tak terlupakan bagi bapak dan ibu.

Sementara aku, seperti biasa, begitu senang dan menikmati perjalanan darat menuju Jawa Tengah yang memang untuk pertama kalinya aku rasakan. Melintasi jalan licin beraspal, dan melalui daerah pegunungan, sungguh sangat mengasyikkan. Kecuali mata sudah benar-benar tidak bisa dibuka, barulah aku tertidur di atas kendaraan. Tapi begitu sampai di tujuan dan bus berhenti, bisa dipastikan aku akan bangun dan turun dari bus untuk menjelajah alam sekitar.

Tahun berikutnya, tempat ziarah yang dituju lebih jauh lagi. Target terakhir bisa sampai tempat Sunan Gunung Jati di daerah Cirebon, Jawa Barat. Pada perjalanan ketiga itu, hanya aku yang diajak. Adik sudah tidak mau lagi ikut karena trauma pada perjalanan sebelumnya. Sementara kakak juga tidak mau, meski hanya karena alasan malas pergi. Jadilah aku senang dan puas bisa melakukan perjalanan ke kota-kota yang jauh dari tempat tinggalku.

Perjalanan ke Cirebon, sepertinya menjadi perjalanan wisata terakhir kami. Karena dua tahun berikutnya bapak memilih untuk pindah madrasah di dekat rumah. Dimana tahun sebelumnya, pihak madrasah yang lama meliburkan dulu acara darmawisata. Dan di madrasah yang baru tidak ada agenda jalan-jalan. Hihi, garing...

Tapi saat itu aku yang sudah SMP, memilih untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Yang salah satu kegiatannya hampir tiap bulan sekali adalah kemping dan atau kemah. Lengkaplah pemenuhan hasrat kesukaanku, karena aku tidak sekadar jalan-jalan saat kemah atau kemping, tapi juga berpetualang. Entah ada berapa destinasi yang sudah aku jangkau selama di bangku SMP. Yang jelas ada kisah di setiap perjalanan yang telah aku lalui.

Memasuki bangku SMA, aku memilih sekolah di pusat kabupaten. Tiap hari aku harus mengendarai bus umum untuk bisa sampai ke sekolah. Saat ada satu bus yang tidak beroperasi, maka saat itulah aku akan menumpang bus sambil berdiri. Naik bus menjadi kegiatan rutin yang aku lakukan pada pagi dan siang/malam hari. Tapi aku tidak pernah sekali pun merasakan bosan untuk apa yang telah aku lakukan kala itu.

Untuk selanjutnya, menempuh pendidikan di Malang, membuat aku benar-benar sudah terbiasa melakukan perjalanan dengan bus. Aku pun melakukan perjalanan sendiri sedari awal mengikuti tes UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), daftar ulang setelah dinyatakan diterima, hingga menuju tempat kos.

Dan setelah menikah pun, tak terpikirkan sebelumnya aku akan pindah tempat tinggal beberapa kali. Karena memang aku suka-suka aja jalan-jalan, pindah-pindah rasanya biasa. Bahkan lebih terasa menyenangkan bisa mengetahui tempat-tempat yang sebelumnya hanya aku kenal namanya dari media.


Pamulang, 29 April 2016
*pengalamanku

#OneDayOnePost
#45