Satu sudut perkampungan Desa Talempong |
Sepekan ini saya lagi di kampung tanah kelahiran saya di Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Rupanya ada besan dari kerabat keluarga besar ibu yang meninggal dunia. Namun ibu dan keluarga besar ibu belum punya kesempatan untuk pergi takziah. Kendala utama yang mereka hadapi adalah jarak menuju lokasi yang cukup jauh meski masih dalam satu wilayah kabupaten. Mereka pun berencana untuk pergi takziah bersama-sama alias rombongan, emak-emak gitu lho.... Mumpung saya lagi di kampung, mereka sepakat untuk mencarter mobil saya saja dan saya menyetujuinya. (Lumayaaan, mereka bilang mau carter kan, bukan pinjam, kwkwkwk, dasar matre 😁)
Awalnya, kakak yang akan mengemudikan kendaraan dan membawa mereka. Tapi mendengar obrolan para emak itu tentang lokasi yang akan dituju, saya memutuskan untuk mengemudikan kendaaran sendiri. Jadilah hari ahad, 3 februari lalu, saya berkunjung ke Desa Talempong, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, untuk mengantarkan ibu dan kerabat-kerabat ibu yang semuanya adalah emak-emak takziah ke sana.
Ini adalah kunjungan pertama saya ke Desa Talempong. Sebuah desa yang berada di dataran tinggi wilayah barat Kabupaten Situbondo. Jaraknya sekitar 5 km menuju selatan dari jalan raya pantura terdekat di daerah Kecamatan Banyuglugur. Menuju lokasi, medan jalan yang harus saya tempuh adalah jalanan berkelok dan menanjak dengan lebar jalan yang beraspal nyaris tidak cukup untuk 2 kendaraan roda 4. Beberapa titik yang saya lalui cukup ekstrem, yaitu berupa tanjakan dengan bukit di satu sisi dan jurang di sisi lainnya. Alhamdulillah, kendaraan yang lalu lalang tidak banyak, jadi saya bisa leluasa berkendara tanpa khawatir terlalu ke pinggir mendekati bibir jurang atau ke tebing perbukitan.
Saya berdiri di jalan depan rumah yang berada tepat di sebelah rumah yang atapnya terlihat. Sekilas seolah saya sedang berada di loteng, ya. |
Seperti suasana alam pegunungan pada umumnya, suasana sepanjang perjalanan begitu indah dipandang dan menyejukkan. Musim hujan membuat pemandangan alam hutan didominasi oleh tanaman hijau yang terlihat sejauh mata memandang. Ada berbagai jenis tanaman hutan yang tumbuh di sana. Ada pula beberapa lahan yang dimanfaatkan penduduk sekitar untuk menanam padi dan palawija. Semuanya terlihat hijau dan subur. Benar-benar lokasi yang tepat untuk menyegarkan dan menghijaukan mata.
Saya sengaja mengemudikan kendaraan dengan kecepatan pelan hingga sedang. Selain karena beberapa medan yang cukup ekstrem, tentu saja agar saya bisa menikmati selama mungkin anugerah Allah yang begitu indah itu. Mengamati setiap objek yang tidak bisa ditemui di sekitar tempat tinggal menjadi sesuatu yang mengasikkan buat saya. Andai tidak sedang membawa penumpang "penting" yang semuanya emak-emak, ingin rasanya saya turun dan berhenti di beberapa titik untuk mengabadikan suasana sekitar dalam gambar. (Pingin narsis juga rasanya, haha...)
Air Terjun Talempong Sumber foto: journeymyadventure.blogspot.com |
Ada yang menarik, di papan nama yang terpasang di sisi jalan, saya baru tahu kalau di desa ini terdapat air terjun. Informasi yang saya dapat dari tuan rumah yang kami kunjungi, bahkan tidak hanya satu, tapi ada tiga air terjun. Namun yang ramai dikunjungi, khususnya saat hari libur, hanya satu lokasi air terjun, yang dikenal dengan nama Air Terjun Talempong. Nama Air Terjun Talempong diambil dari nama desa tempat air terjun itu berada. Hmm, saya jadi makin geregetan pingin datang ke desa ini lagi nanti. Sementara cukuplah saya puas menggali informasi dan menikmati suasana perkampungan Desa Talempong yang berada di lereng gunung.
(Tunggu cerita saya tentang Air Terjun Talempong setelah saya berkunjung ke sana, ya... Kapan waktunya saya nggak bisa janji. Ditunggu saja, haha... Tapi saya kok ragu sendiri ya sama janji emak-emak, eh, janji saya yang sudah emak-emak ini maksudnya. Kali ini cukup intip gambarnya saja dulu, yang saya peroleh lewat bantuan internet, hehe...)
Setelah 2 jam, acara takziah selesai. (Lama juga, ya? Biasalah emak-emak kalau ketemu, hihi.) Kami pun pamit kepada tuan rumah dan langsung cuuus naik ke kendaraan menuruni lereng gunung. Ternyata tidak ada satu pun dari emak-emak yang saya bawa, mengetahui kalau di desa ini terdapat air terjun. Mungkin emak-emak ini sudah begitu sibuk dengan urusan rumah dan keluarganya, karena mereka memang para emak "sejati".
Jalanan menurun yang di kanan dan kirinya dipenuhi pepohonan hijau dan rindang |
Sebagian lahan yang dimanfaatkan penduduk untuk bertani yang berada dekat dengan aliran sungai |
Oya, di tengah jalan, mendekati jalanan yang menyempit, saya berpapasan dengan sebuah mobil. Dengan senang hati saya memilih untuk berhenti dan mempersilakan mobil itu lewat. Saya pun jadi punya kesempatan untuk mengabadikan sebagian pemandangan yang begitu menghijaukan itu. Melihat apa yang saya lakukan, terdengarlah celetukan riuh rendah para emak yang berada di mobil. (Maklumin ya, Mak. Emak yang satu ini emang narsis meski tidak terlalu kekinian, agak kudet, kwkwkwk.)
Alhamdulillah, selesai juga tugas saya mengantarkan para emak naik-naik ke puncak gunung, eh, ke lereng gunung Desa Talempong. Saya antarkan mereka semua kembali ke rumah masing-masing. Penumpang terakhir yang turun tidak lupa menyodorkan sejumlah uang bersama ucapan terima kasih yang begitu tulus terdengar di telinga saya. Rupanya ada yang memberi uang lebih sebagai bentuk terima kasih karena si emak sudah diantar hingga depan rumah meski jaraknya agak (sedikit) jauh.
Ya Allah, begitu banyak nikmat yang telah Engkau berikan, alhamdulillah (lagi dan lagi)....
"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang (mau) kamu dustakan?"
*Tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan SETIP bareng Estrilook
#SemingguTigaPostingan
#jalanjalan