![]() |
Rezeki tak selalu soal uang |
Katanya, "banyak anak banyak rezeki." Alhamdulillah ... Allah memberi saya anak banyak, semoga rezeki (saya dan anak-anak) juga melimpah. (Allahumma aamiiin...) Tapi, please, jangan tanya itu kata siapa, ya? Karena saya benar-benar tidak tahu. Yang pasti, saya yakin kalau setiap anak itu punya rezekinya masing-masing. Tentang bagaimana rezeki bisa sampai kepada setiap anak, biarlah itu jadi rahasia Sang Maha Pemberi Rezeki.
Btw, itu rezeki anak-anak, lho yaaa... Kalau rezeki orang dewasa atau yang sudah punya tanggung jawab terhadap diri dan kehidupannya, bagaimana? Rezeki saya, misalnya. Ya, tentu harus ada ikhtiar untuk menjemputnya laaah. Sesedikit apapun, ikhtiar tetap harus dilakukan untuk bisa menjemput rezeki. Perkara dengan ikhtiar sedikit kemudian rezeki yang datang banyak (ngarep), itu juga biar jadi rahasia Sang Maha Pengatur.
Dari 18 tahun saya menjalani bahtera rumah tangga, (yaelah, bahasanya kok gini banget ya, hehe...) hanya dua tahun saja saya (dalam pandangan umum dianggap) bekerja. Dengan kata lain ada "usaha" yang saya lakukan untuk menjemput rezeki. Tahun ke-8 pernikahan saya bahkan berikrar untuk berhenti bekerja dan berhenti berburu pekerjaan lagi (masih dengan pekerjaan yang dalam pandangan orang kebanyakan dianggap bekerja). Ya, saya memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga saja.
Apakah kemudian dengan menjadi ibu rumah tangga saya tidak "bekerja"? Hehe, yang jadi ibu rumah tangga full time tanpa asisten rumah tangga pasti mengerti. Tapi kalau masih ada yang menganggap menjadi ibu rumah tangga bukanlah profesi, sah-sah saja, itu kan hak mereka mau bilang apa. Yang jelas, setelah saya niatkan diri menjadi ibu rumah tangga karena Allah semata, penghasilan suami perlahan namun pasti terus meningkat. Tak tanggung-tanggung, dalam hitungan bulan, meningkatnya hingga 10 kali lipat lebih.
Saya percaya, walau ada yang menganggap ibu rumah tangga bukan profesi, namun dalam pandangan Allah itu pastilah profesi yang mulia. Meski ada yang mengganggap menjadi IRT itu bukan pekerjaan, namun Allah pasti meletakkan IRT sebagai pekerjaan utama seorang wanita yang telah menyandang gelar sebagai istri sekaligus ibu. Dan tersebab hal itulah maka Allah menurunkan rezeki bagi seorang istri lewat materi yang diperoleh sang suami. (Maaf, kalau ada yang mau protes, tolong jangan di sini, japri saja, mari kita diskusi, hihi...)
Bagaimana jika suatu ketika karena suatu hal seorang suami meninggalkan istrinya yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Percayalah, Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang sudah bersusah payah melakukan ketaatan (termasuk dengan memilih profesi IRT). Lihatlah lebih ke dalam lagi, seorang wanita yang ditinggal suaminya pasti sudah Allah siapkan "bekal" untuk dia bisa melanjutkan kehidupannya tanpa keberadaan suami. Yang dibutuhkan seorang wanita saat ditinggal suaminya tetaplah ketaatan yang sama kepada Allah dan kepasrahan akan semua takdir yang diterimanya, yaitu penerimaan yang ikhlas dan pengakuan bahwa semua yang terjadi adalah karena kehendak-Nya.
Alhamdulillah ... sebelum Allah berkehendak memanggil suami saya kembali kepada-Nya, Allah menitipkan kepada saya satu keahlian, yaitu berkendara. Tidak hanya skill menyetir, tapi kendaraan dan surat izin mengemudi alias SIM juga sudah tersedia. Bukankah itu menjadi satu media yang Allah sediakan untuk saya bisa ikhtiar menjemput rezeki-Nya? Atau bisa saja saya memanfaatkan kendaraannya saja sebagai alat ikhtiar menjemput rezeki. Apapun itu, tugas kita adalah ikhtiar dengan bersungguh-sungguh, urusan rezeki biarlah Allah yang memutuskan wujud dan besarannya.
Sedikit cerita, salah satu cara Allah mengalirkan rezeki-Nya, saya rasakan pekan lalu. Pasti sudah menjadi bagian dari rencana Allah, pas lagi di kampung tanah kelahiran, pas ada serombongan ibu-ibu yang butuh tumpangan. Akhirnya saya terima keinginan mereka mencarter mobil yang biasa saya kendarai. Akad terjadi dan harga disepakati. Saya pun menjalankan tugas dengan sepenuh hati, layaknya sopir pribadi. Saya antarkan mereka pulang dan pergi. Menyusuri jalanan berkelok dengan tanjakan di sana-sini. Bukan apa-apa, lokasi yang dituju memang dataran tinggi, hihi...
Alhamdulillah, tugas selesai di ujung siang. Ibu-ibu terlihat senang hingga saya pun tenang. Ibu terakhir turun sambil memberikan sejumlah uang. Tak hanya itu, dia juga menyampaikan pesan bahwa ada tambahan tips dari salah satu penumpang. Sebagai imbalan terima kasih karena sudah diantar hingga ke tanah lapang. (Itu adalah titik terdekat dengan rumah si ibu, Maaang, hehe...) Kebayang, kan, betapa saya girang. Belum lagi dapat bonus melihat pemandangan alam sekitar yang membuat hati riang. Sungguh, Allah memang Maha Penyayang. Rezeki-Nya sering kali tak berbilang. (Cerita tentang lokasi yang saya kunjungi ada di sini)
Begitulah! Ketika ikhtiar dilakukan dengan sungguh-sungguh sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, Dia pasti akan memenuhi janji-Nya untuk mencukupkan kebutuhan hamba-Nya. Kalaulah tidak, mungkin Allah hendak mengujinya. Yang itu berarti bahwa Allah sangat mencintainya. Maka iringilah ikhtiar itu dengan penuh kesabaran dan doa-doa yang tak henti dipanjatkan.
Sekian!
Semoga Allah memudahkan segala urusan.
*tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan SETIP bareng Estrilook
#SemingguTigaPostingan
#day3