Wednesday, May 31, 2017

Tarawih di Rumah


Alhamdulillah ... sudah masuk hari ke-5 Ramadhan. Masih terhitung permulaan, semangat puasa dan tarawih pasti masih tinggi. Namun bagaimana jika ada halangan untuk pergi tarawih ke masjid?

Kemarin pagi tetangga saya sebelah rumah ada yang meninggal. Mereka keluarga non muslim. Meski sempat bingung karena tidak tahu bagaimana tradisi menjenguk orang non muslim yang meninggal (versi mereka tentu saja), pagi itu juga sebelum mengantar anak-anak ke sekolah saya datang menemui mereka. Saya sampaikan ucapan belasungkawa kepada mereka, dan berpesan agar mereka bersabar, terutama kepada putri keluarga itu yang ditinggal pergi sang ayah untuk selamanya.

Beranjak siang, tetangga sekitar mulai berdatangan. Terop didirikan dengan kursi yang ditata menghadap ke rumah mereka. Awalnya saya kira hanya untuk tamu-tamu yang datang silih berganti itu. Ternyata malam harinya ada ritual, mungkin doa bersama untuk melepas kepergian yang meninggal.

Lalu hubungannya dengan sholat tarawih apa? Hehe, akses jalan depan rumah saya itu buntu. Dengan adanya terop yang sudah penuh kursi, hanya orang yang bisa lewat, tapi mobil tidak. Bisa saja sih mobil lewat dengan menggeser kursi, tapi ah, tidak etis rasanya merepotkan orang yang lagi kesusahan. Salah saya tidak mengeluarkan mobil terlebih dahulu dan meletakkannya di tempat yang memungkinkan saya menggunakannya setiap saat.

Alhasil, menjelang tarawih saya sampaikan pada suami untuk sholat tarawih di rumah saja. Karena tidak mungkin pergi ke masjid naik motor membawa tujuh orang. Ada sih masjid terdekat yang bisa ditempuh dengan jalan kaki, tapi tidak begitu luas. Saya tidak mungkin datang membawa bayi yang suka guling-guling dan balita yang aktif ke sana, karena akan sangat berpotensi mengganggu jamaah yang lain.

Sebagai wanita sebenarnya tidak ada kewajiban bagi saya untuk sholat di masjid. Justru sebaik-baik tempat sholat bagi wanita itu adalah tempat yang paling tersembunyi yang ada di rumahnya. Seperti disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sholat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada sholatnya di pintu-pintu rumahnya, dan sholat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya.” (HR. Abu Daud)

Tapi bukan berarti Islam tidak memberi ruang bagi wanita untuk sholat di masjid, apalagi di bulan Ramadhan begini. Sholat tarawih di masjid begitu dianjurkan tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga wanita. Malah ada larangan kepada laki-laki yang berstatus suami untuk menghalangi istrinya yang ingin sholat di masjid. Sebagaimana hadits berikut:

Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin Umar berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin kepada kalian, maka izinkanlah dia.’” (HR. Muslim)

Tapi harus diperhatikan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh wanita sebelum pergi ke masjid. Diantaranya adalah berpakaian yang menutup aurat dengan baik dan tidak memakai harum-haruman (parfum). Wallahu a’lam...

#RamadhanKarim
#Ramadhan1438Hijriyah
#DiaryRamadhan
#RamadhanHariKelima
#CatatanBunda
#5Ramadhan1438H

Monday, May 29, 2017

(Tidak) Puasa Saat Menyusui


Alhamdulillah ... setelah gagal puasa di hari pertama, saya pun bisa puasa di hari ke-2 dengan lancar, tanpa gangguan seperti hari pertama. 

Ya, tidak semua perempuan mampu puasa saat sedang memberi ASI eksklusif. Apalagi mereka yang memang punya riwayat maag. Tanpa harus membagi asupan makanan dengan si bayi yang full ASI saja, puasa menjadi ujian tersendiri bagi penderita maag.

Sejauh ini saya merasa tidak punya maag, meski kadang terasa mual dan sebah saat perut kosong dan tidak segera diisi makanan. Anggap saja itu gejala yang muncul akibat perut lapar, hehe. Apalagi gangguan seperti itu termasuk yang tidak terlalu berarti buat saya. Namun jadi berbeda saat saya juga merasakan seolah-olah dunia berputar dan pandangan mata mengabur. Sejauh ini solusinya cuma satu, segera makan. Lalu dibantu dengan istirahat yang cukup.

Begitu yang saya rasakan di hari pertama puasa. Saya memang kurang persiapan malam harinya. Pola dan porsi makan saya masih seperti biasa. Ternyata tubuh saya tidak bisa menerima. Jadilah saya gagal puasa di hari pertama ... huaaa... .

Malam kedua, saya memberi persiapan lebih. Lebih banyak porsi makan, menjadi 1,5 hingga 2 kali lipat. Juga lebih banyak intensitasnya, dari 2 kali menjadi 3 kali, yaitu saat berbuka, setelah tarawih, dan saat sahur. Alhamdulillah ... saya pun bisa puasa dengan lancar. Oya, bisa juga dengan memberi suplemen tambahan yang bisa membantu ketersediaan ASI.

Kalau tetap (merasa) tidak kuat bagaimana? Ya tidak usah dipaksa. Islam memberi banyak kemudahan bagi umatnya yang (benar-benar) tidak mampu melaksanakan ajarannya. Misal tidak bisa sholat berdiri, sholatlah dengan duduk. Tidak kuat duduk, sholatlah dengan berbaring. Sambil berbaring juga kesulitan melakukan tata cara sholat dengan berbaring? Maka cukup dengan isyarat tanpa gerakan-gerakan. Masih tidak kuat juga? Mohon diperiksa lagi, ya, sudah butuh disholati atau belum. Haha...

Nah, kalau tidak kuat puasa bagaimana? Ya pastinya (terpaksa) berhenti puasa. Terus bagaimana dengan puasanya? Nah, ini yang perlu diperhatikan. Setidaknya ada tiga keadaan yang menyebabkan seorang ibu berhenti puasa pada saat menyusui. Karena khawatir dengan kondisi dirinya, khawatir dengan kondisi bayinya, dan khawatir dengan kondisi diri dan bayinya sekaligus.

Pandangan ulama berbeda-beda tentang hal ini. Selengkapnya bisa dicari di internet, insya Allah sudah banyak tersebar. Yang intinya secara umum adalah jika puasa yang pada hari-hari diwajibkannya tidak kita laksanakan maka kita wajib menggantinya di hari yang lain. Namun jika di tahun-tahun berikutnya tetap tidak memungkinkan untuk menggantinya, misal karena sakit menetap yang menghalanginya dari berpuasa, maka diwajibkan baginya membayar fidiah--(denda yang diberikan kepada fakir miskin berupa bahan makanan pokok atau makanan matang yang mencukupi jatah makan sekali mereka untuk tiap-tiap hari puasa yang ditinggalkannya) tanpa harus mengganti puasanya di hari yang lain. Wallahu a'lam...

Jadi kesimpulannya bagaimana? Ya, kalau tidak kuat puasa saat menyusui maka berbukalah. Nanti puasanya diganti di hari yang lain. Selain mengganti juga mau sekalian bayar fidyah? Boleh-boleh saja, hitung-hitung sebagai sedekah buat kita. Tapi kalau kuat puasa, maka berpuasa tentu lebih baik. Mengganti puasa di hari yang lain itu bukan perkara mudah. Karena berpuasa bukan di musim orang puasa tantangannya jauh lebih beraaat.


#RamadhanKarim 
#Ramadhan1438Hijriyah 
#DiaryRamadhan 
#RamadhanHariKetiga 
#CatatanBunda 
#3Ramadhan1438H