Saturday, April 19, 2014

Beda Perlakuan, Beda Respon







Punya banyak anak, tidak selalu identik dengan betapa repotnya mengurus anak. Apalagi kita sudah punya rambu-rambu yang jelas tentang bagaimana kita akan mendidik anak-anak kita. Tata tertib itu sangat diperlukan, bukan untuk si anak, tapi justru untuk kita sebagai orang tua.

Pernahkah kita mendapati sikap orang tua yang ketika masih punya anak satu, berbeda dengan sikapnya setelah punya dua anak atau lebih? Biasanya itu terjadi pada orang tua yang belum punya rambu-rambu yang jelas tentang bagaimana ia akan mendidik anak-anaknya. Padahal, keberhasilan mendidik anak pertama akan menjadi kunci mudah dan tidaknya mendidik anak yang kedua dan selanjutnya. Setidaknya kita sudah punya model untuk anak-anak kita yang lain, yaitu si sulung.

Hal itu pernah saya alami. Saya punya 4 anak, dengan jarak usia antar anak rata-rata 4 tahun. Perlakuan saya terhadap anak-anak berbeda, karena memang saya belum punya konsep baku bagaimana membesarkan mereka, terutama saat masih punya satu anak. Cara saya mendidik mereka terus berubah dari waktu ke waktu, tentu harus semakin baik. Pengalaman dalam mendidik anak dengan cara yang salah, menjadi pelajaran berharga bagi saya. Ternyata sebagai orang tua kita perlu terus belajar untuk bisa benar-benar menjadi orang tua bagi anak-anak kita.

Salah satu perbedaan yang nampak dari 4 anak saya adalah hubungan antara anak-anak dengan ayahnya. Karena suatu keadaan, hubungan yang terjalin antara anak-anak (saat balita) dengan ayahnya masing-masing berbeda. Anak pertama, dari kehamilan sampai kelahiran, bahkan sampai usianya 1 tahun, saya dan suami menjalani LDR. Ternyata hal itu sangat berpengaruh pada hubungan emosional antara anak pertama dan ayahnya. Mungkin karena komunikasi yang kurang intens atau karena jarang bertemu, sehingga saat balita, anak pertama tidak cukup dekat dengan ayahnya. Bahkan setelah kami (saya dan suami) sudah tinggal bersama, respon yang diberikan anak pertama saya ketika ayahnya akan pergi, biasa saja. Seolah-olah, (dari penilaian saya) ada dan tidak ada ayah itu sama saja baginya.

Anak-anak selanjutnya terlahir dalam kebersamaan saya dan suami. Sehingga 3 anak terakhir relatif dekat dengan sang ayah. Hampir semua dari mereka tak mau melewatkan waktu bersama ayahnya. Sebagai keluarga besar dengan 4 orang anak yang tanpa pembantu, saya memang banyak melibatkan suami dalam membesarkan anak-anak.

Alhasil anak ke-2 dan ke-3 sangat sulit berpisah dengan ayahnya. Setiap ayahnya akan berangkat kerja, pasti mereka menangis. Saya biasa mengatasinya dengan mengalihkan perhatian mereka. Dan ternyata itu bukanlah cara yang efektif. Karena kejadian yang sama terus berulang dan mereka juga tidak selalu bisa berhenti menangis. Bahkan terkadang mereka marah dan ingin mengejar ayahnya.

Perlakuan berbeda saya berikan pada anak ke-4. Tetap, suami selalu saya libatkan dalam mengurus anak-anak (kan tidak ada pembantu...). Anak ke-4 juga dekat dengan sang ayah. Namun sejak bayi saya sudah membiasakan untuk memberitahu setiap ayahnya akan pergi. Dan saya minta pada suami untuk berpamitan padanya. Seolah sudah kenal dengan kebiasaan sang ayah, jam berapa ayahnya biasa pergi, kapan dia boleh ikut dan kapan tidak, anak ke-4 saya bisa melepas kepergian ayahnya tanpa tangisan. Tidak lupa cium tangan ayahnya dan melambaikan tangan pada sang ayah sambil tersenyum dengan manis.

Ternyata, menyampaikan keadaan secara terbuka memberi pengaruh positif pada anak. Anak jadi lebih siap menghadapi kenyataan. Jika orang tua jujur terhadap anak, maka anak juga bisa belajar untuk bersikap jujur dan terbuka pada orang tuanya.

4 comments:

  1. bener, mak. beda perlakuan bikin anak jadi beda nantinya. di rumahku sendiri ada 4 orang anak, aku yang sulung. jadi sulung memang bener2 harus jadi panutan, yang kadang bikin tertekan. tapi kalo sulungnya berprestasi memang adek2nya nanti jadi ngikutin kayak kakaknya. ya gitu deh, hehe

    ReplyDelete
  2. iya ya, mak ila. saya cuma melihat dari anak2 sy yg memang sy berbeda memperlakukannya. kalau dari awal sy "benar" memperlakukan mungkin responnya bisa seragam ya, mak. tapi justru dari situlah sy belajar...
    terima kasih sudah mampir ke blog sy mak, sy belum sempat blog walking...

    ReplyDelete
  3. tp kadang kita harus ada membedakan juga karena karakter tiap anakbeda2

    ReplyDelete
  4. Iya mbak myra, kadang-kadang memang butuh, ya..., kondisional aja...

    ReplyDelete