Monday, April 25, 2016

Menanam Memberi Manfaat

panenan terakhir, cukup buat beberapa hari

Beberapa hari yang lalu, saya melihat berita tentang 'Cabenisasi' di kota Jakarta. Sempat bertanya-tanya sebelum beritanya ditayangkan, "Cabenisasi? Kira-kira tentang apa ya?" Ternyata memang tidak jauh dari dugaan saya. Ya, tentang cabe, alias ada hubungannya dengan cabe. Apakah itu?

Gerakan cabenisasi adalah sebuah gerakan yang diluncurkan oleh bapak walikota Jakarta. Bapak walikota menganjurkan kepada warganya untuk mulai menanam di rumah masing-masing, terutama menanam cabe. Apa pasal? Apalagi kalau bukan harga cabe yang terus merangkak naik beberapa bulan terakhir ini. Terlebih saat ini mulai mendekati bulan puasa. Sepertinya sangat kecil kemungkinannya harga cabe akan turun. Yang ada mungkin malah akan tambah naik. Begitu kira-kira pertimbangan bapak walikota meluncurkan gerakan tersebut.

Ngomongin tentang menanam, itu hobbi saya banget dah. Ya, sejak menikah, menanam menjadi salah satu hiburan bagi saya mengisi waktu luang sekaligus mengusir kebosanan selama di rumah. Menanam benar-benar mengasyikkan. Meski saya tidak punya lahan cukup luas untuk menanam, saya terus berusaha mencari cara agar bisa menanam. Waktu masih tinggal di Malang, saya malah tidak punya "tanah" sedikit pun. Jadi, semua tanaman saya tanam di dalam pot. Bukan hanya bunga yang berfungsi sebagai hiasan dan penyejuk mata. Tapi juga tanaman seperti lombok dan tomat. Bahkan saya sempat menanam buah waktu di Malang, yaitu buah tin dan buah melon. Di pot, lho!

Alhamdulillah... Sejak pindah ke Pamulang, Tangerang Selatan, ada sedikit tanah terbuka untuk ditanami. Tadinya berisi bunga-bunga yang hanya daun. Bunga tapi daun? Ya, tanaman hias yang lebih dimanfaatkan daunnya itu lho. Tapi tidak ada bunganya. Tapi perlahan-lahan saya kurangi, dan saya ganti dengan tanaman buah dan sayur. By the way, menanam buah dan sayur buat saya lebih terasa manfaatnya. Dua tahun saya tinggal di Pamulang, saya sudah pernah menanam pepaya California dan sempat panen untuk sekali musim buah. Gak kebayang deh, rasa puas saya. Menanam buah sendiri, saya bisa menunggu si buah sampai benar-benar matang sebelum dipetik. Jadi, buah pepaya yang saya petik, rasanya, amboooiii manisnya. Warnanya juga merah menggoda. Sangat berbeda dengan pepaya California yang biasanya saya beli.

Saya juga sempat menanam tomat meskipun gagal. Dia tidak tumbuh subur seperti yang diharapkan. Sempat berbuah, tapi kecil-kecil dan hanya beberapa biji saja. Setelah itu kering dan mati. Tapi tidak demikian halnya dengan kacang panjang dan lombok.

Kacang panjang yang saya tanam juga sukses seperti si buah pepaya. Bahkan buah kacang panjang yang dihasilkan gemuk-gemuk dan panjang. Lima lonjor kacang panjang saja sudah cukup untuk sekali tumis dan dimakan untuk satu keluarga. Sekali makan tentunya. Dan tidak lupa, sebagai tindakan berkelanjutan, buah pertamanya saya biarkan kering untuk persiapan benih menanam selanjutnya. Karena umur tumbuh kacang panjang tidak sepanjang buahnya, haha. Biasanya lama-lama pohon kacang panjang juga akan mengering sendiri seiring sudah tidak produktifnya si kacang panjang berbuah.

Naaah, yang asyik nih cerita si lombok. Saya menanamnya sudah lebih dari setahun yang lalu. Sebelum puasa tahun lalu saya sudah pernah panen buahnya. Dan masih produktif berbuah hingga saat ini, menjelang bulan puasa lagi. Alhamdulillah, semoga lombok itu bisa berkah dengan "tersebarnya" ke para tetangga. Tiap saya merapikan tanaman lombok itu, tetangga yang kebetulan lewat selalu berhenti dan memuji si lombok. (Eits, gak boleh takabbur, lho ya...) Kemarin malah ada tetangga yang ingin minta buahnya yang benar-benar tua untuk dijadikan bibit. Dan saya menjanjikan nanti kalau sudah ada yang merah lagi. Karena sekarang masih hijau-hijau setelah saya melakukan panen raya beberapa minggu sebelumnya.

sebelum dipanen, pohonnya melebihi tinggi pagar rumah

Berkah yang paling terasa dari si lombok, tentu saja saat harga si lombok melambung seperti saat ini. Sampai-sampai bakul sayur yang lewat depan rumah bilang, "Wah, enak mbak, nanam lombok sendiri, sekarang harga lombok mahal." Malah saya yang kaget! "Oya, Bu. Berapa harganya sekarang," tanya saya. Kata ibu bakul berkisar di enam puluh ribuan. Waw! Tinggi juga ya... Bukan apa-apa, sejak setahun yang lalu, saya memang tidak tahu berapa harga lombok, karena memang tidak pernah beli lombok lagi.

Pohon lombok saya memang hanya dua batang, tapi besar pohonnya lumayan lah. Tingginya sudah mencapai dua meter. Saya sampai harus menggunakan kursi jika akan memetik lombok yang ada di pucuk pohon. Dan saya tidak akan menebangnya sampai si lombok sudah tidak berbuah dan ada pohon pengganti yang menjadi generasi penerusnya. Kebayang kan, manfaatnya menanam. Menanam hanya sekali, tapi saya bisa panen lombok berkali-kali sepanjang tahun. Jadi, ayo menanam mulai sekarang.


Pamulang, 25 April 2016
*Ayo Bertanam

#OneDayOnePost
#41

Friday, April 22, 2016

Jakarta Macet dan Banjir?


"Tinggal dimana sekarang?" Tanya seorang teman suatu hari.
"Pamulang," jawab saya singkat.
"Tangerang Selatan," jawab saya lagi mencoba menjelaskan, karena teman saya terlihat bingung.
"Sebelah selatannya ibu kota, Jakarta," saya pun menambahkan untuk memperjelas.

Siapa juga yang tidak tahu Jakarta, ibu kota negara kita tercinta, Indonesia. Meski belum pernah menjejakkan kaki, warga negara Indonesia pasti tahu nama ibu kotanya.

Beberapa teman memberi respon "wah" mendengar nama Jakarta disebut. Mereka menganggap ibu kota sebagai kota metropolis yang ramai, mengira ada banyak artis berkeliaran sehingga bisa bertemu setiap saat dengan mereka. "Bekerja di Jakarta, pasti gajinya besar," begitu pikir mereka. Sehingga mereka pun punya keinginan untuk tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Padahal, kalau soal gaji, ya tergantung pekerjaannya, haha...

Namun beberapa teman yang lain justru memberi respon yang berbeda. Respon mereka muncul berdasarkan informasi yang diperoleh dari media tentang Jakarta, dan umumnya benar adanya. Seperti kemacetan yang hampir tiap hari melanda Jakarta. Atau banjir yang kerap terjadi di sana-sini saat musim penghujan tiba.

Orang tua saya sepertinya termasuk kelompok yang kedua ini. Hal ini membuat kekhawatiran mereka sebagai orang tua bertambah saat musim penghujan. Apalagi setelah mendengar informasi terjadinya banjir dari televisi. Bapak saya akan segera menghubungi lewat telpon untuk menanyakan keadaan saya dan keadaan rumah yang saya tinggali kini. Setiap kali telpon, saya selalu sampaikan kepada bapak dan ibu, bahwa berkat doa-doa dari mereka berdua, insya Allah rumah saya tidak terkena dampak banjir.

Seperti banjir yang terjadi kali ini di beberapa daerah di Jakarta dan sekitarnya. Gencarnya berita di media tentang banjir yang terjadi membuat bapak menghubungi saya lewat telpon, pagi-pagi sekali. Tapi jawaban yang sama selalu saya berikan, "Alhamdulillah, kami baik-baik saja, dan rumah kami juga aman." Begitu (seringkali) jawaban saya kepada bapak di telpon. Biasalah, anak kesayangan, begitu dikhawatirkan, hehe...

Kembali ke kota Jakarta. Sepertinya macet dan banjir memang sudah identik dengan kota ini. Dimana disebut nama Jakarta, maka yang muncul dalam benak seseorang tidak akan jauh dari dua hal tersebut. Malah mungkin akan menjadi aneh jika ada berita di pagi hari efektif yang menyebutkan bahwa lalulintas di sepanjang jalan Soedirman, Jakarta, terlihat lengang. Bagaimana bisa???

Tapi tidak ada yang mustahil jika ada usaha. Impian kota Jakarta menjadi kota metropolis yang tanpa macet dan aman dari banjir sangat mungkin bisa terwujud. Dan yang saat ini terkena dampak macet dan banjir, teruslah berdoa dan bersabar, semoga segera diberikan jalan keluar oleh Sang Pemilik Bumi. Amiiiin...


Pamulang, 22 April 2016

#OneDayOnePost
#40