Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts
Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts

Tuesday, January 20, 2015

Berbakti Pada Orang Tua Yang Telah Renta



"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapak-mu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
(QS. Al Israa': 23)

          Dalam beberapa ayat, Allah telah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya. Namun dalam ayat ini ada perintah yang konkrit dari Allah, yaitu larangan mengucapkan kata "ah" kepada orang tua, larangan membentak mereka, dan perintah untuk mengucapkan perkataan yang mulia. Dan dalam ayat ini juga terdapat penekanan pada keadaan, yaitu saat keduanya (ibu-bapak) telah berusia lanjut.

          Sebelum menemui kematian, usia seseorang akan terus bertambah. Bertambahnya usia senantiasa diiringi dengan bertambah kuat atau bertambah lemahnya keadaan fisik seseorang. Mereka yang berumur panjang, ada kalanya siklus mereka kembali, yaitu dari seorang bayi kemudian kembali menjadi seperti bayi pada masa tuanya, kecuali mereka yang diberkahi dan dirahmati oleh Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Hajj ayat 5 berikut:
          "Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun (kembali seperti bayi), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah."

           Pada beberapa keadaan, mungkin di antara kita pernah mendapati orang tua kita yang telah berusia lanjut terkadang menginginkan sesuatu yang sepintas menurut kita terasa "aneh". Tidak ubahnya seperti anak kecil, mungkin mereka (ibu-bapak kita) minta dibelikan es krim atau makanan lain yang biasanya lebih pantas diinginkan oleh anak-anak. Atau mungkin mereka akan mengajak kita untuk mengunjungi tempat-tempat yang di benak kita terlintas pikiran, "Sudah tua, buat apa sih berkunjung ke tempat seperti itu?" Tapi, itulah keadaan yang mungkin akan kita dapati dari ibu-bapak kita yang telah lanjut usia. Lalu bagaimana sikap kita saat menghadapi hal tersebut?

          Rasanya tidak berlebihan jika kita sebagai anak memaklumi hal tersebut. Bahkan keinginan-keinginan "aneh" mereka lebih pantas untuk kita ikuti, selama tidak menyimpang dari ketentuan-Nya. Sekiranya mereka memang belum sampai pikun, mungkin permintaan "aneh" mereka hanyalah sebagai bentuk tuntutan mereka yang ingin mendapatkan perhatian dari kita. Dan sudah seharusnya mereka mendapatkan perhatian dari anak-anaknya, sebagaimana perintah Allah untuk berbuat baik kepada ibu-bapaknya.

          Seorang bayi yang menginginkan sesuatu, mungkin masih bisa dialihkan pada hal lain ketika keinginan itu tidak bisa diwujudkan, mungkin dengan memberinya susu atau mainan lain. Misalnya kita tidak memenuhi tuntutannya (seorang bayi) pun, mungkin masih bisa dianggap sebagai pembelajaran agar tidak manja dan bisa menahan diri saat dia besar kelak. Namun bagaimana dengan orang tua?

          Dari sisi umur, kontrak mereka berada di dunia mungkin sudah tidak lama. Seorang bayi masih akan beranjak menjadi seorang pemuda yang kuat. Namun orang tua yang sudah seperti bayi, tidak akan pernah kembali lagi menjadi sosok yang kuat layaknya seorang pemuda. Masihkah kita akan berpikir dua kali untuk segera memenuhi semua keinginan mereka yang kita memiliki kemampuan untuk mewujudkannya?


          Saat orang tua kita telah renta dan lemah, masa kita bersama mereka mungkin tidak lama lagi. Jadi yang harus kita lakukan adalah melaksanakan semua yang Allah perintahkan melalui surah Al Israa' ayat 23 di atas, dan dari sekarang, penuhilah semua keinginan-keinginan mereka. Sungguh, tidak akan pernah merugi seseorang yang mengeluarkan hartanya sekadar untuk menyenangkan hati kedua orang tuanya, sebagaimana tidak akan meruginya seseorang ketika dia mengeluarkan hartanya untuk bersedekah.

Sunday, December 14, 2014

Pacaran Terbuka: Sebuah Kerugian yang Banyak bagi Perempuan



Dan janganlah kalian mendekati zina,

sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.
(QS. Al Isra’: 32)



            Ayat ini sudah diturunkan sejad 14 abad yang lalu. Tapi pernahkah kita mencoba meresapi ayat ini dengan baik? Allah tidak melarang berzina, namun Allah melarang hambanya untuk mendekati zina. Jika mendekati saja sudah dilarang, bagaimana dengan melakukannya? Dan tidaklah Allah melarang kita berbuat sesuatu melainkan pasti hal itu untuk kebaikan kita.
            Salah satu bentuk mendekati zina yang sangat marak saat ini adalah pacaran yang terjadi di kalangan remaja. Gaya berpacaran remaja saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka yang berpacaran tidak lagi malu-malu untuk bergandengan tangan, berpelukan dan bahkan berciuman di depan umum. Ucapan dan tindakan yang dilakukan sepasang kekasih yang sedang berpacaran tak ada bedanya dengan yang dilakukan sepasang suami istri. Kalau di depan umum saja mereka berani berbuat demikian, bagaimana jika mereka hanya berduaan saja di tempat yang tidak seorang pun melihat mereka?
            Bentuk pacaran yang ada sekarang ini, memang tidak bisa dilepaskan dari yang namanya seks bebas. Bahkan pacaran yang terjadi di kalangan anak yang masih termasuk remaja awal. Banyak penelitian yang menunjukkan hasil mencengangkan. Sebagian besar pelajar SMP sudah pernah pacaran, dan tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seks. Kebanyakan dari remaja yang melakukannya menganggap itu sebagai hal yang biasa di kalangan mereka. Mereka bahkan menganggap remaja yang belum pernah pacaran sebagai remaja yang tidak gaul. Lantas, apakah masih bermakna pernikahan bagi mereka? Masih akan adakah kesakralan dan keistimewaan dari suatu pernikahan, jika semua hal yang seharusnya baru boleh mereka lakukan setelah menikah, sudah mereka lakukan?
            Sudah banyak dampak yang ditimbulkan dari berpacaran, salah satunya adalah pernikahan dini. Mereka yang berpacaran terpaksa harus menikah di usia muda, karena si perempuan sudah terlanjur hamil, atau biasa dikenal dengan istilah Married By Accident yang disingkat MBA. Namun begitu, perempuan yang mengakhiri hubungan pacarannya di kursi pelaminan masih bisa dikatakan “sedikit” beruntung. Karena beberapa dari perempuan itu ada yang harus menanggung sendiri derita akibat perbuatannya, lantaran sang pacar tidak mau bertanggung jawab terhadap janin yang dikandungnya. Bahkan ada laki-laki yang sama sekali tidak mau mengakui kalau janin itu adalah anaknya. Pada posisi ini, sangat jelas kalau perempuan sangat dirugikan.
            Akan tetapi, apakah karena terlanjur hamil saja, perempuan itu berada pada posisi yang merugi? Ternyata tidak. Ketika seorang perempuan berpacaran dan kemudian putus, laki-laki yang akan mendekatinya setelah itu mungkin akan berpikir dan mempertimbangkan siapa mantan pacar perempuan itu sebelum memutuskan untuk berpacaran dengannya. Tapi pada laki-laki, hal itu tidak terlalu berdampak. Perempuan yang terlihat berpacaran dengan bergandengan tangan dan berciuman di depan umum, mungkin akan dipandang rendah oleh sebagian laki-laki. Namun juga tidak begitu berpengaruh pada laki-laki. Dan kalau sampai terjadi hubungan seks antara laki-laki dan perempuan yang berpacaran, hal itu akan sedikit banyak berpengaruh pada si perempuan saat menikah, meskipun perempuan itu tidak hamil.
            Mengapa demikian? Karena tanda keperawanan pada perempuan sangat mudah dikenali oleh laki-laki saat mereka melakukan hubungan seks. Sementara tidak mudah bagi perempuan untuk mengenali apakah pasangannya sudah pernah melakukan hubungan seks atau tidak sebelumnya. Jika tidak ada komunikasi yang baik antara laki-laki dan perempuan tentang keadaan perempuan sebelum menikah (mengenai status keperawanannya), bagi sebagian laki-laki, hal itu bisa menjadi masalah bagi keberlangsungan pernikahan mereka.
            Lalu bagaimana dengan perempuan yang terlanjur hamil dan sang pacar tidak mau menikahinya? Beberapa laki-laki biasanya akan meminta pacarnya untuk menggugurkan kandungannya karena merasa belum siap untuk menikah. Beberapa lagi sama sekali tidak mau tahu tentang keadaan sang pacar, dan menganggap itu sebagai resiko yang memang mesti ditanggung olehnya. Alhasil, si perempuan harus melakukan sendiri aborsi (tanpa keterlibatan sang pacar) atau menyembunyikan kehamilannya sampai waktu melahirkan tiba dan kemudian membuang atau bahkan membunuh bayi yang dilahirkannya.
            Yang juga perlu untuk diketahui oleh perempuan adalah bahwa aborsi bukannya tanpa resiko. Pada saat aborsi, perempuan akan merasakan sakit yang sangat hebat dan pendarahan yang banyak. Tidak sedikit perempuan yang harus meregang nyawa di meja aborsi. Ada juga beberapa aborsi yang menyebabkan terancamnya sel telur pada rahim perempuan, sehingga setelah aborsi perempuan menjadi sulit atau bahkan tidak bisa hamil sama sekali. Belum lagi rasa malu yang harus ditanggung ketika apa yang dilakukannya diketahui oleh orang lain. Sungguh, perempuan akan selalu menjadi yang paling dirugikan sejak mereka memutuskan berpacaran.
            Maka dari itu, sangat penting bagi para remaja perempuan bisa berkata TIDAK untuk hubungan seks di luar nikah, bahkan menolak sama sekali ajakan berpacaran dalam bentuk apa pun. Romansa kehidupan dengan lawan jenis masih bisa dirasakan tanpa harus melalui pacaran, yaitu dengan menjadi pesaing sehat bagi mereka dalam mengukir prestasi atau ikut terlibat bersama mereka dalam kegiatan-kegiatan yang positif. Dan bagi para orang tua, mari jaga anak perempuan kita dari perilaku seks bebas. Jangan berikan mereka kesempatan berpacaran dengan terus memotivasi mereka untuk mengukir prestasi sejak dini dan memfasilitasi mereka dengan kegiatan-kegiatan yang positif.


Sunday, November 9, 2014

"Sekolah Ideal" Idaman Saya (bagian 2)

        Sebelumnya sudah saya tulis tentang "TK Ideal" menurut saya di sini. Nah, sebagai pelengkap, karena saya seorang muslim, akan sangat tepat kalau anak-anak diajak untuk menghafal Qur'an. Prinsipnya sama dengan menyanyi. Guru cukup membacakan ayat yang akan dihafal anak-anak, lalu anak-anak menirukan. Bisa per surat untuk surat-surat pendek, atau per ayat untuk surat-surat yang panjang. Jika dalam sehari ada satu ayat saja yang diingat oleh anak-anak, bayangkan berapa hasilnya dalam sebulan atau setahun? Dan, yang perlu diingat bahwa untuk menghafal, seorang anak tak perlu harus bisa membaca Qur'an terlebih dahulu. Baiklah, lanjut ke tingkat selanjutnya!

2. Sekolah Dasar (SD)
        Saya masuk SD pada tahun 1986, pada usia 6 tahun lebih 3 bulan. Sebagai generasi SD tahun 86, saya ingin katakan bahwa saya adalah generasi "ini budi". Karena untuk pertama kalinya saya dikenalkan dengan huruf dengan bagian pertamanya belajar membaca "ini budi". Yang juga masuk SD pada kisaran tahun yang sama pasti ingat bagaimana mengulang membaca "ini budi" ini hingga berulang-ulang. Lalu dilanjutkan dengan membaca sekaligus mengenal keluarga "budi" yang lain, seperti kakaknya yang bernama "wati" dan adiknya yang bernama "andi". Dan dilanjutkan dengan membaca sekaligus mengenal beberapa orang lain yang masih berhubungan dengan "budi", seperti "bu ani". Siapa yang masih ingat "bu ani"?
        Terkait bacaan tersebut, saya memang baru pertama mengenalnya. Oh, tulisan "ini budi" seperti itu ya? Begitulah kira-kira yang terlintas saat itu. Tapi ada hal lain yang bagus dari bacaan ini. Saya diajak untuk mengenal sosok "budi". Sebagai seorang anak tentu ini sangat mudah. Setelah mengenal tentang dirinya dengan "ini saya", memahami maksud "ini budi" tidak akan sulit. Sehingga melalui "ini budi", anak-anak tidak hanya belajar mengenal huruf dan membaca, tapi sekaligus juga memahami bacaan. Tapi memang, kecepatan masing-masing anak berbeda dalam mengenal huruf, membaca dan memahami bacaan. Menurut saya itu lumrah saja lah.
        Dalam belajar berhitung, di kelas 1 SD sudah mulai dikenalkan dengan angka sekaligus operasi penjumlahan. Ya, di samping membaca, di kelas 1 juga sudah diajarkan berhitung. Tapi, kembali lagi dengan lagu "dua mata saya", dengan sudah memahami angka menjadi mudah saat kita mengenalkan kepada anak-anak simbol dari angka-angka itu pada usia yang tepat, yaitu usia 6-7 tahun. Itu yang saya rasakan lho! Karena tinggal memindahkan angka yang sudah kita pahami menjadi simbol-simbol angka yang ada. Kalau kita mengerti bahwa dua (jambu) ditambah dua (jambu) sama dengan empat (jambu), maka setelah mengenal simbol dari angka dan lambang operasinya kita tinggal merubah apa yang kita pahami dalam simbol dan lambang menjadi: 2 + 2 = 4. Dan tidak akan ada lagi pertanyaan, kok bisa begitu?
        Mungkin ada yang bertanya, yang dipelajari sekarang dalam penjumlahan kan juga itu? Saya jawab, betul. Tapi sekarang ini, sedari TK anak-anak sudah dikenalkan pada simbol angka. Itu yang ingin saya tegaskan lagi, bahwa di TK tetap ajak anak untuk memahami angka-angka itu dari lagu-lagu dan dari permainan-permainan, tapi jangan dulu dikenalkan pada mereka seperti apa simbolnya. Dan menurut saya, mengenalkan simbol di usia yang tepat (6-7 tahun) akan lebih membuat anak lebih mudah memahami apa yang sedang dipelajarinya.
        Di bangku kelas 1 SD dulu, hanya ada dua pelajaran itu. Yaitu baca tulis dan hitung tulis. Maksudnya, membaca, lalu menyalin apa yang dibaca. Begitu juga dengan berhitung, setelah mengenal simbol-simbol angka, dilanjutkan dengan menuliskan simbol-simbol itu di buku tulis masing-masing. Lalu bagaimana dengan pelajaran lainnya? Pelajaran lainnya memang ada di kelas-kelas berikutnya, seingat saya kelas 3 SD (bisa diralat, mungkin saya lupa atau terlewat, soalnya saya tidak menempuh kelas 2 waktu SD).
        Nah, berikutnya berhubungan dengan moral. Sekolah saya di desa, tahun 86 masih sangat "desa" di wilayah bagian barat Situbondo. Listrik baru mau akan masuk saat itu. Namun, meski kelas 1 SD belum ada pelajaran PMP (sekarang PKN), guru dan sekolah sudah mengenalkan dengan pendidikan moral melalui interaksi sehari-hari. Upacara bendera tiap hari Senin juga mengenalkan kepada anak-anak tentang Pancasila. Sehingga ketika pelajaran PMP sudah diperoleh, yang ada anak-anak merasa bahwa rasa penasarannya selama mengikuti upacara terjawab melalui pelajaran itu.
        Nah, ini yang paling penting, waktu belajar anak. Dengan hanya ada dua pelajaran, plus muatan yang tidak begitu padat, maka jam belajar pun tidak dibutuhkan terlalu banyak. Sehingga sebelum duhur, anak SD sudah bisa pulang ke rumah. Bahkan ketika kelas 1 SD, anak-anak bisa pulang cukup jauh sebelum waktu duhur tiba. Mengapa hal ini menjadi penting? Karena di usia 6-12 tahun, anak-anak sangat membutuhkan tidur siang, meski hanya sebentar. Di samping itu, sebagai muslim, disunnahkan untuk melakukan istirahat siang ini, tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa. Jadi orang tua bisa sejak dini membiasakan anak-anak untuk mengikuti tuntunan Rosulullah.
        Menurut saya ini sangat logis, karena anak-anak sudah harus bangun di kisaran jam 4 - 5 pagi. Mengapa sepagi itu? Iya lah, bukankah mereka juga harus sholat subuh? Kalau mereka selesai belajar di sekolah jam 11 atau jam 12, berarti mereka sudah terjaga dan beraktivitas selama 6 - 7 jam. Sudah waktunya otak dan tubuh diberikan kesempatan untuk istirahat. Dan istirahat yang disunnahkan adalah tidur walau hanya sebentar.
        Bagaimana dengan sekolah fullday? Ini masih pengalaman masa kecil saya. Sebagai anak yang hidup di desa, setelah pulang sekolah di jam yang masih relatif pagi (jam 10), bukan berarti tugas belajar saya selesai. Sebelum duhur saya pulang, dan sebelum atau sesudah sholat duhur saya tidur. Namun jam setengah dua siang saya harus bangun, karena saya harus mengikuti program diniyyah. Dimulainya sekitar jam setengah dua hingga jam dua, tergantung banyaknya anak yang datang, dan berakhir jam empat atau setengah lima, ini juga tergantung mood anak-anak sama yang mengajar. Ya, memang program ini non formal, tapi kalau serius mengikutinya, banyak manfaat yang bisa diperoleh, minimal mau mendengarkan lah...
        Apakah aktivitas belajar saya sudah selesai? Belum... Setelah mandi sore, sebelum masuk waktu maghrib saya harus berangkat ke musholla, untuk belajar ngaji (baca: baca Qur'an). Kegiatan ini berakhir hingga usai sholat isya'. Wah, kegiatan belajar saya dulu lebih fullday daripada program fullday yang ada sekarang ya? Tapi, apakah saya merasa lelah? Jawabannya tidak, karena waktu bermain di sela-sela belajar saya cukup banyak. Dan saya juga mempunyai teman bermain yang banyak, karena teman sekelas saya di SD belum tentu sekelas di diniyyah. Begitu juga dengan teman ngaji, di dalamnya berkumpul anak-anak dari kelas 1 hingga kelas 6 SD, tapi semuanya perempuan. Di desa saya, musholla untuk ngaji anak perempuan berbeda dengan musholla untuk ngaji anak laki-laki.
        Jadi, kesimpulannya, SD yang saya idamkan adalah sebuah sekolah yang memang diperuntukkan bagi anak-anak, dengan jam belajar yang pendek dan beban belajar yang juga tidak berat. Selain itu, anak-anak harus tetap mendapatkan jam tidur siangnya. Kalau ada program fullday juga tidak masalah, seperti yang biasa ada dalam sekolah terpadu. Tapi anak-anak harus diberi waktu untuk istirahat siang dengan tidur, bukan bermain. Karena tidur sebentar sekali pun tetap berbeda dengan bermain. Lha, kok jadi ruwet ya? Namanya juga sekolah idaman saya...

(bersambung, insya Allah...)

Thursday, November 6, 2014

"Sekolah Ideal" Idaman Saya (bagian 1)

Aktivitas anak saya (berkerudung) bersama teman-temannya usai berkebun di sekolah

        Membahas tentang sekolah yang ideal, pasti setiap orang punya pendapat masing-masing. Dan tulisan ini murni merupakan pendapat saya pribadi mengenai sekolah ideal yang saya idamkan. Saya menulis berdasarkan pengalaman pribadi saya dan merupakan buah pikir dari perjalanan saya dalam menempuh dunia pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga bangku kuliah. Berikut ini saya ulas satu persatu ya, mulai dari tingkat terendah hingga tingkat tertinggi.

1. Taman Kanak-kanak (TK)
        Sebelum mengenal dunia sekolah, saya menghabiskan waktu dua tahun di TK. Jangan dibayangkan bahwa "suasana" TK saya dulu sama dengan TK sekarang pada umumnya. Di TK saya dulu belum diajari membaca dan menulis. Bahkan dikenalkan dengan huruf pun tidak. Saya hanya bermain-main dan bernyanyi. Mungkin karena usia yang masih berkisar antara 4-6 tahun, sampai hari ini saya masih ingat dan hafal beberapa lagu yang pernah diajarkan waktu di TK. Kadangkala guru mengajak saya dan teman-teman bermain di luar kelas. Itu sangat menyenangkan. Tapi aktivitas di dalam kelas pun sangat saya sukai, karena hampir kebanyakan adalah aktivitas fisik, seperti: bermain balok dan bermain puzzle.


        Kalau berhitung, secara tidak langsung guru saya mengajarinya. Seperti menunjukkan kepada saya dan teman-teman berapa roda sepeda dan berapa roda mobil. Tapi saya belum dikenalkan dengan simbol angka. Masih ingat kan lagu "dua mata saya"? Nah, guru saya benar-benar menyanyikan lagu itu dengan setulus hati sambil menunjukkan bagian-bagian yang disebutkan dalam lagu itu. Dan hasilnya, saya mengerti yang dimaksud dua itu "berapa" dan satu itu "berapa", tanpa saya harus mengenal angka. Sesekali guru saya meminta saya atau teman-teman untuk tampil menyanyi di depan kelas. Sepertinya, karena kebiasaan itulah, sejak kecil saya termasuk anak yang cukup percaya diri. Entah bagaimana dengan teman-teman yang lain. Tapi, jangan dilihat dari sisi "sombong"nya ya... Lihatlah bagaimana pengajaran itu bisa begitu bermakna!

        Jadi, TK ideal menurut saya, adalah TK yang di dalamnya anak-anak betul-betul diperlakukan seperti anak-anak. Yaitu seorang manusia kecil yang lebih banyak suka bermain. Dengan kata lain, di sekolah kegiatannya ya "hanya" bermain. Dan dengan aktivitas-aktivitas yang bisa memupuk rasa percaya diri anak dan mengasah kemampuan anak dalam berbicara serta memahami apa yang dibicarakan oleh orang lain. Anak-anak tetap mendapat "beban" belajar, tapi belajar dari aktivitas melihat, mendengar dan merasakan sesuatu, bukan dari membaca. Ketika anak memahami "dua" itu seperti apa, anak akan mengerjakan apa yang kita suruh dengan benar, seperti mengambil dua buah jeruk, tanpa mereka harus tahu simbol angka "dua" itu seperti apa. Bahkan penjumlahan dan pengurangan pun bisa dikuasai anak tanpa mereka harus mengenal simbol angkanya. (Saya dulu sudah membuktikannya, lho!)

(bersambung, ditunggu ya..., laptop harus menjalankan tugas lain.)

Friday, October 24, 2014

MAHAR

"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang sholihah"

         Dalam memilih calon suami/istri, Rosulullah berpesan agar menjadikan agama sebagai alasan yang utama. Bagi wanita, memilih calon suami yang baik agamanya (sangat) mutlak dibutuhkan. Karena suami adalah imam yang akan menjaga dan membimbing keluarganya selama di dunia. Bagi laki-laki, memilih calon istri yang baik agamanya juga (sangat) diperlukan. Karena di tangan seorang istri-lah nantinya suami menitipkan anak-anak dan hartanya selama sang suami menunaikan kewajiban mencari nafkah, yang kemungkinan akan lebih banyak berada di luar rumah.
         Sebelum terjadi pernikahan, tentunya ada proses dan beberapa syarat yang mesti disiapkan. Umumnya laki-laki merupakan subyek, yang lebih aktif mencari calon istri, melihat dan mencari informasi yang cukup mengenai wanita yang ingin dinikahinya, dan yang datang untuk meminang si wanita. Sementara wanita (lebih) sebagai obyek, yaitu yang didatangi untuk dilihat, dan menunggu hingga ada yang datang untuk meminangnya, tentu saja dengan tetap memiliki kewenangan untuk mengetahui siapa laki-laki yang datang meminangnya, sehingga wanita pun (diharapkan bisa) mengetahui laki-laki itu sholih atau tidak. Namun, tidak dilarang seorang wanita datang untuk menawarkan dirinya kepada laki-laki yang sholih, seperti pernah terjadi di zaman Rosulullah. Akan tetapi hal itu tidak merubah syarat sah yang harus dipenuhi dalam pernikahan. Yang salah satunya adalah MAHAR, atau kalau di Indonesia dikenal sebagai mas kawin.
         Yang wajib mengeluarkan mahar adalah pihak laki-laki. Meski ada wanita yang datang menawarkan diri untuk dinikahi, tetap saja ketika menikah, pihak calon suamilah yang wajib memberi mahar. Dalam salah satu hadits, disebutkan bahwa wanita yang baik adalah yang paling mudah (bukan murah) maharnya. Kenapa wanita? Karena yang menentukan mahar adalah dari pihak wanita. Boleh saja laki-laki menawarkan sesuatu sebagai mahar, namun tetap harus dengan persetujuan pihak wanita.
         Kembali pada pesan Rosulullah tentang pedoman memilih calon suami/istri, kalau wanita sudah mendapati ada laki-laki sholih yang datang meminangnya, yang baik adalah wanita itu menerima dengan mahar yang mudah. Yaitu mahar yang sesuai dengan kadar kesanggupan laki-laki tersebut. Atau kalau laki-laki itu menawarkan sejumlah mahar, maka terimalah mahar itu sebagai pemberian yang baik. Karena jika terjadi penolakan dari si wanita, belum tentu yang datang setelah itu adalah laki-laki yang sholih. Terkait dengan hal ini, ada hadits lain yang menjelaskan bahwa wanita yang menolak pinangan laki-laki yang sholih, maka akan datang fitnah kepada wanita tersebut.
         Dan bagi laki-laki, sekiranya dia sudah menemukan wanita sholihah sebagai calon istrinya, maka sudah sepantasnyalah laki-laki itu memberikan mahar yang terbaik dari apa yang dimilikinya. Apalah arti 500 ekor unta dan kebun yang luas bila dibandingkan dengan perhiasan terbaik dunia yang akan diperolehnya nanti. Toh, mahar itu juga diberikan kepada wanita yang akan menemaninya seumur hidupnya, wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya. Yang boleh jadi (mahar itu) akan kembali kepadanya karena kesholihahan wanita yang dipilihnya sebagai istri. Adakah yang disayangkan dari memberi mahar terbaik kepada wanita yang sholihah???
         Jadi, wahai muslim, berilah yang terbaik dari apa yang kamu punya sebagai mahar untuk wanita sholihah yang kamu pilih sebagai teman hidupmu di dunia sekaligus calon ibu dari anak-anakmu. Dan untukmu wahai muslimah, ambillah yang terbaik dari apa yang mampu diberikan oleh laki-laki sholih yang akan menjadi teman hidupmu di dunia sekaligus calon ayah dari anak-anakmu.

Wallahu a'lam...

Monday, September 8, 2014

Qishaash


Pada beberapa kasus pembunuhan (pembunuhan murni atau penganiayaan yang berakhir dengan hilangnya nyawa), sebagian besar pihak korban merasa tidak puas dengan vonis yang dijatuhkan terhadap si pelaku. Seperti yang baru-baru ini terjadi, yaitu kasus penganiayaan terhadap siswa salah satu SMU di Jakarta. Muara dari ketidak puasan itu adalah adanya ketidak-adilan di dalam hukum.
Sejak 14 abad yang lalu, islam sudah mengatur hukum tentang perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang melalui qishaash. Allah berfirman dalam Qur’an surah Al Baqarah ayat 178, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash, berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”
Menurut catatan kaki ayat tersebut yang terdapat dalam Qur'an Robbani, qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu tidak dilakukan bila yang membunuh mendapat kemaafan dari ahli waris yang terbunuh, yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat diminta dengan baik, yaitu dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, yaitu dengan tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Allah menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.
 Dalam ayat selanjutnya, yaitu Al Baqarah 179, Allah menjelaskan, “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.”
Subhanallah, sungguh indah agama ini mengatur hukum bagi manusia. Bahkan dalam kasus pembunuhan, Allah secara tidak langsung menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak-pihak yang terkait, yaitu antara pelaku dan korban pembunuhan melalui syariat qishaash. Sehingga pihak korban sebagai pihak yang kehilangan anggota keluarganya karena terbunuh, akan merasa puas dengan hukuman yang dijatuhkan. Karena pelaku akan mendapat balasan setimpal dari perbuatannya, sekiranya pihak korban merasa berat untuk memberi maaf kepada pelaku. Dan kalau pihak korban memaafkan pelaku dan memilih untuk menerima diat saja (secara wajar tentunya), maka diat itu bisa menjadi hiburan bagi pihak korban yang terbunuh. Bagaimana pun, diat yang umumnya berupa harta atau sejumlah uang itu, tetap merupakan sesuatu yang bisa memberi kesenangan bagi manusia, karena memang begitulah kecenderungan manusia (terhadap dunia). Meski pun tentu bukan itu yang dicari, karena kehilangan anggota keluarga tetap merupakan hal yang berat. Tapi manusia juga tidak mungkin menghindari apa-apa yang sudah menjadi ketetapan Allah.
Sebelum pelaksanaan qishaash, tentu ada pihak-pihak terkait yang akan  melakukan investigasi. Sebagaimana sidang-sidang yang biasa dilakukan di negeri ini, ada pengadilan yang akan menetapkan benar atau tidak bahwa si pelaku telah melakukan pembunuhan. Salah satu syarat yang wajib dipenuhi adalah dengan menghadirkan setidaknya dua orang saksi laki-laki yang adil, atau satu orang laki-laki dan dua orang perempuan. Setelah pelaku terbukti bersalah melakukan pembunuhan, barulah kemudian bisa ditetapkan sanksinya, dengan qishaash atau dengan membayar diat.
Hikmah diterapkannya qishaash adalah manusia menjadi lebih hati-hati dan berpikir ulang sebelum dia memutuskan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Karena resikonya adalah dia juga akan dihukum mati atau harus membayar sejumlah uang kepada pihak ahli waris dari orang yang dibunuhnya. Sehingga dengan begitu, in sya Allah bisa tercapailah apa yang kita kenal dengan rahmatan lil alamin.

Saturday, April 19, 2014

Beda Perlakuan, Beda Respon







Punya banyak anak, tidak selalu identik dengan betapa repotnya mengurus anak. Apalagi kita sudah punya rambu-rambu yang jelas tentang bagaimana kita akan mendidik anak-anak kita. Tata tertib itu sangat diperlukan, bukan untuk si anak, tapi justru untuk kita sebagai orang tua.

Pernahkah kita mendapati sikap orang tua yang ketika masih punya anak satu, berbeda dengan sikapnya setelah punya dua anak atau lebih? Biasanya itu terjadi pada orang tua yang belum punya rambu-rambu yang jelas tentang bagaimana ia akan mendidik anak-anaknya. Padahal, keberhasilan mendidik anak pertama akan menjadi kunci mudah dan tidaknya mendidik anak yang kedua dan selanjutnya. Setidaknya kita sudah punya model untuk anak-anak kita yang lain, yaitu si sulung.

Hal itu pernah saya alami. Saya punya 4 anak, dengan jarak usia antar anak rata-rata 4 tahun. Perlakuan saya terhadap anak-anak berbeda, karena memang saya belum punya konsep baku bagaimana membesarkan mereka, terutama saat masih punya satu anak. Cara saya mendidik mereka terus berubah dari waktu ke waktu, tentu harus semakin baik. Pengalaman dalam mendidik anak dengan cara yang salah, menjadi pelajaran berharga bagi saya. Ternyata sebagai orang tua kita perlu terus belajar untuk bisa benar-benar menjadi orang tua bagi anak-anak kita.

Salah satu perbedaan yang nampak dari 4 anak saya adalah hubungan antara anak-anak dengan ayahnya. Karena suatu keadaan, hubungan yang terjalin antara anak-anak (saat balita) dengan ayahnya masing-masing berbeda. Anak pertama, dari kehamilan sampai kelahiran, bahkan sampai usianya 1 tahun, saya dan suami menjalani LDR. Ternyata hal itu sangat berpengaruh pada hubungan emosional antara anak pertama dan ayahnya. Mungkin karena komunikasi yang kurang intens atau karena jarang bertemu, sehingga saat balita, anak pertama tidak cukup dekat dengan ayahnya. Bahkan setelah kami (saya dan suami) sudah tinggal bersama, respon yang diberikan anak pertama saya ketika ayahnya akan pergi, biasa saja. Seolah-olah, (dari penilaian saya) ada dan tidak ada ayah itu sama saja baginya.

Anak-anak selanjutnya terlahir dalam kebersamaan saya dan suami. Sehingga 3 anak terakhir relatif dekat dengan sang ayah. Hampir semua dari mereka tak mau melewatkan waktu bersama ayahnya. Sebagai keluarga besar dengan 4 orang anak yang tanpa pembantu, saya memang banyak melibatkan suami dalam membesarkan anak-anak.

Alhasil anak ke-2 dan ke-3 sangat sulit berpisah dengan ayahnya. Setiap ayahnya akan berangkat kerja, pasti mereka menangis. Saya biasa mengatasinya dengan mengalihkan perhatian mereka. Dan ternyata itu bukanlah cara yang efektif. Karena kejadian yang sama terus berulang dan mereka juga tidak selalu bisa berhenti menangis. Bahkan terkadang mereka marah dan ingin mengejar ayahnya.

Perlakuan berbeda saya berikan pada anak ke-4. Tetap, suami selalu saya libatkan dalam mengurus anak-anak (kan tidak ada pembantu...). Anak ke-4 juga dekat dengan sang ayah. Namun sejak bayi saya sudah membiasakan untuk memberitahu setiap ayahnya akan pergi. Dan saya minta pada suami untuk berpamitan padanya. Seolah sudah kenal dengan kebiasaan sang ayah, jam berapa ayahnya biasa pergi, kapan dia boleh ikut dan kapan tidak, anak ke-4 saya bisa melepas kepergian ayahnya tanpa tangisan. Tidak lupa cium tangan ayahnya dan melambaikan tangan pada sang ayah sambil tersenyum dengan manis.

Ternyata, menyampaikan keadaan secara terbuka memberi pengaruh positif pada anak. Anak jadi lebih siap menghadapi kenyataan. Jika orang tua jujur terhadap anak, maka anak juga bisa belajar untuk bersikap jujur dan terbuka pada orang tuanya.

Sunday, April 13, 2014

Mengetahui tanggal lahir, perlukah?


Kapan kita dilahirkan? Sebagian besar orang mungkin akan menjawab dengan tanggal lahirnya. Dari tanggal lahir itu pula kita bisa mengetahui berapa usia seseorang. Berbicara tentang tanggal lahir, sepertinya sudah tidak bisa dilepaskan dari yang namanya ulang tahun. Kalau sudah ulang tahun, isinya mungkin tidak lepas dari perayaan. Bahkan sebagian orang merayakan ulang tahunnya dengan perayaan yang begitu meriah. Namun, ada juga lho, orang yang sama sekali tidak peduli dengan kelahirannya, tidak tahu atau tidak mau tahu kapan ia dilahirkan. Masing-masing tentu punya alasan yang berbeda.


Apakah tanggal lahir hanya diperlukan untuk perayaan ulang tahun saja? Tentu tidak. Kita semua tentu mengetahui, sebagai warga negara kita wajib punya dokumen-dokumen yang hampir semuanya memerlukan data tentang tanggal lahir. Mulai dari Akta Kelahiran, KTP, SIM, Paspor, Ijazah dan lain-lain. Apalagi sekarang ada pesan dari Dinas Kependudukan terkait Akta Kelahiran, yaitu "Tanpa Akta Anda Tiada". Kita pasti tidak mau keberadaan kita tidak diakui atau timbul permasalahan di kemudian hari terkait keberadaan kita di negeri ini kan?

Berarti tanggal lahir sangat dibutuhkan ya...? Kalau terkait dengan dokumen penting sebagai warga negara, sebenarnya yang dibutuhkan bukan tanggal lahirnya, tetapi lebih pada dokumen itu sendiri. Tanggal lahir mungkin bisa dari perkiraan saja atau bisa dibuat semau kita. Akan tetapi, sebagai seorang muslim, kita membutuhkan informasi yang benar tentang kapan seseorang itu dilahirkan. Karena ada beberapa aktivitas umat muslim yang memerlukan data yang cukup akurat tentang kapan seseorang dilahirkan, diantaranya:

1. Aqiqah
Kelahiran bayi adalah anugerah yang luar biasa dari Allah. Sebagai seorang muslim kita disunnahkan untuk merayakan kelahiran bayi tersebut dengan Aqiqah, yaitu dengan menyembelihkan kambing, mencukur rambut bayi dan memberi nama yang baik untuk si bayi. Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahirannya (lihat Shahih Al-Jami'). Apabila tidak bisa dilaksanakan pada hari ke-7, maka dilaksanakan pada hari ke-14, dan jika tidak bisa pada hari ke-14, maka pada hari ke-21 (lihat Shahih Sunan Ibnu Majah).
Nah..., agar pelaksanaannya tepat sesuai hari-hari yang disunnahkan, maka kita memerlukan data yang tepat mengenai kapan si bayi dilahirkan.

2. Menyapih
Salah satu yang sangat dianjurkan dalam Islam kepada seorang ibu adalah memberikan ASI kepada anaknya selama 2 tahun penuh, karena itu adalah masa penyusuan yang sempurna (lihat QS. Al Baqoroh: 233).
Apakah harus 2 tahun...?! Itu tergantung kondisi ibu dalam menyusui bayinya. Jika ingin sempurna dalam melaksanakan tugasnya maka ASI harus dipenuhi pemberiannya sampai bayi berusia 2 tahun.
Jadi, orangtua harus tahu kapan anak bayinya masuk usia 2 tahun, agar si bayi tidak disapih sebelum usianya genap 2 tahun. Kalau lebih dari 2 tahun sih, bukan masalah, selama ibu dan bayi sama-sama nyaman. 

3. Mengajarkan Sholat
Sholat adalah bentuk ibadah yang sangat penting dalam Islam. Rosulullah memerintahkan agar orangtua mengajarkan sholat kepada anak-anak sejak mereka berusia 7 tahun (lihat HR Tirmidzi, Kitabush Sholat). Bagaimana kalau orangtua mengajarkannya sebelum usia 7 tahun? Bukan masalah, selama anak memang sudah siap untuk belajar dan punya kemampuan untuk melaksanakannya. Namun dengan adanya usia dalam mengajarkan sholat, hal itu bisa menjadi rambu-rambu bagi para orangtua untuk sungguh-sungguh dalam mengajarkannya.

4. Memukul Anak
Ini berkaitan dengan point 3, yaitu mengajarkan sholat. Jika anak-anak sudah harus diajari sholat pada usia 7 tahun, maka orangtua dibolehkan memukul anak-anak jika mereka meninggalkan sholat pada usia 10 tahun (lihat HR Tirmidzi, Kitabush Sholat).
SubhanAllah..., ini juga bisa menjadi rambu-rambu bagi para orangtua agar lebih hati-hati ketika akan memukul anak-anak. Kalau untuk masalah yang pokok seperti sholat saja harus menunggu usia 10 tahun bagi anak untuk mendapat sanksi pukulan jika meninggalkannya maka bagaimana dengan masalah yang lain?!

5. Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan
Ketika memasuki usia 10 tahun, naluri seksual anak mulai tumbuh. Karena itu, orangtua harus memperlakukan anak-anaknya dengan hati-hati untuk menjaga anak dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya dengan memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan pada usia 10 tahun, seperti yang disabdakan Nabi SAW: "Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan sholat bila telah menginjak usia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka." (Shahih Sunan Abi Dawud)

6. Mewajibkan Anak untuk Menutup Aurat
Dalam hal ini, tidak ada usia pasti kapan orangtua harus mulai mewajibkan anak-anaknya untuk menutup aurat. Karena hal ini berhubungan dengan sampai tidaknya seorang anak pada usia baligh, yaitu usia dimana seseorang itu dikenai beban taklif syariat (yakni mendapatkan dosa jika melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah). Usia baligh biasanya ditandai dengan mimpi basah pada anak laki-laki dan keluarnya darah haidh pada anak perempuan. Tanda-tanda baligh itu biasanya muncul pada rentang usia 10 - 15 tahun. Namun jika sampai usia 15 tahun tanda-tanda itu belum muncul, maka anak tetap dikatakan sudah baligh, begitu pendapat beberapa ulama, insyaAllah.
Jadi, seorang anak dikatakan sudah baligh jika salah satu dari kedua tanda itu muncul atau usianya sudah mencapai 15 tahun.

7. Usia Dewasa, 40 tahun.
Simaklah ayat Al Qur'an surat Al Ahqaaf ayat 5 berikut:
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
Ya, Al Qur'an menyebut usia 40 tahun sebagai usia dewasa. Itulah waktunya bagi manusia yang usianya mencapai 40 tahun untuk melakukan muhasabah, introspeksi, merenungi apa-apa yang sudah dilakukannya selama 40 tahun usia yang dilewatinya, mengukur sejauh mana amal dan dosa yang pernah diperbuat selama 40 tahun usia yang sudah dihabiskannya. Usia dimana seseorang seharusnya sudah mengerti dan memahami apa tujuannya hidup di dunia. Karena boleh jadi sisa usia yang Allah berikan setelahnya kurang dari angka tersebut.

Nah..., dari 7 aktivitas di atas, kita bisa mengukur seberapa penting dan perlu untuk mengetahui tanggal lahir dengan benar. Mengetahui tanggal lahir juga akan memudahkan kita dalam membuat perencanaan untuk masa yang akan datang. Target yang ingin dicapai seseorang di masa depan juga akan lebih mudah tercapai dengan adanya waktu deadline yang jelas, karena dia mungkin akan sungguh-sungguh mengusahakannya sebelum waktu yang direncanakan tiba.

Selain itu, kita juga bisa memanfaatkan satu atau lebih aktivitas untuk dijadikan momen berharga. Misalnya ketika anak kita masuk usia 10 tahun, kita bisa memberikan hadiah peralatan sholat baru kepadanya, agar anak kita lebih semangat dalam beribadah, sekaligus mengingatkan anak kita bahwa mulai hari itu sudah tidak ada toleransi baginya untuk tidak melaksanakan sholat. Agar lebih berkesan dan anak bisa ingat semua pesan orangtua, bisa dengan mengajak anak ke tempat kesukaannya atau sekedar makan-makan dengan keluarga besar. Apalagi perayaan ulang tahun sudah menjadi bagian dari anak-anak kita, baik di lingkungan sekolah atau lingkungan bermainnya. Tentu ini bukan suatu keharusan, namun lebih pada menggunakan momen berkurangnya usia untuk sesuatu yang bermanfaat sekaligus berkesan, terutama bagi anak-anak.

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat...