Saking semangatnya pingin motret buat
kenang-kenangan pernah bertemu Syeikh Muhammad, saya sampai lupa tidak minta
dipotret bersama istri beliau kepada suami. Padahal pertemuan ini bermula saat
saya dan istri beliau sama-sama lagi duduk-duduk di dekat pintu keluar Batu Secreet Zoo, areal Jatim Park 2. Kami duduknya jejer dan cukup dekat.
Di awal pertemuan, beberapa saat kami
sama-sama diam. Kemudian saya melempar senyum, dan kami saling memberi salam. Tapi,
setelah itu saya bingung mau bilang apa. Mengingat, saya belum bisa bahasa arab,
dan bahasa inggris juga masih pas-pas-an. (Huhu..., balada ibu yang cuma bisa ber-bahasa
indonesia, itu saja masih banyak melanggar EYD! Hehe...)
Setelah kembali terdiam beberapa saat, keluar
juga sapaan dari mulut saya, "Eee,
where do you come from?". (Kalau
ingat kejadian ini, saya masih ingin ketawa sendiri, ini orang Arab sono, ditegurnya pakai bahasa inggris? Haha,
gak salah tuh?)
Dan istri beliau menjawab,
"...Riyadh", yang kemudian disambung dengan pertanyaan berbahasa
arab, blablabla..., panjang banget.
Buru-buru saya jawab, "Afwan, laa adri...", sambil senyum-senyum.
Selanjutnya, kami terus berbincang-bincang,
tentu saja menggunakan 4 bahasa yang saya tahu (bukan kuasai lho, ya!). Yaitu Indo, Arab, Inggris plus bahasa isyarat, karena istri beliau juga pas-pas-an bahasa
inggrisnya. Kebayang kan, bagaimana jadinya? (Hehe..., kayak gado-gado...) Maka dari itu, judul cerita ini pun saya tulis
dalam tiga bahasa.
Namun, keterbatasan bahasa yang “kami” (saya aja kalee...) miliki, tidak menghalangi kami
untuk ngobrol lebih banyak. Dari obrolan “terbatas” itu saya jadi tahu, kalau kami
sama-sama sedang menunggu suami masing-masing yang lagi sholat ashar, tapi istri beliau tidak tahu kalau saya
juga sedang menunggu suami saya.
Lalu suami saya datang, dan saya ceritakan
kepadanya tentang wanita berpakaian serba hitam dan bercadar yang ada di
sebelah saya.
“Ooo,
berarti yang ngimami sholat ashar di musholla
itu..., tapi ayah sudah selesai, beliau (Syeikh Muhammad) baru datang.”, kata
suami saya.
Tidak heran kalau orang-orang meminta beliau
jadi imam sholat, lihat saja penampilan beliau di foto itu. Dan memang,
kedatangan beliau ke sini (Indonesia), dalam rangka menjadi imam sholat tarawih
di salah satu mesjid di daerah Puncak Dieng, Malang. Beberapa mesjid di Malang memang
sudah biasa mendatangkan ulama-ulama dari luar saat ramadhan tiba, seperti dari
Mekah, Yaman dan Palestina. Ada yang hanya beberapa hari, tapi ada juga yang
sampai satu bulan penuh. Eh, back to my
story...
Beberapa saat kemudian, Syeikh Muhammad
muncul, dan langsung berbicara dengan istri beliau. Setelah memberi salam, suami
berjabat tangan dengan beliau, dan berpelukan... (Kebiasaan orang arab nih,
apalagi sesama muslim.) Lalu dimulailah obrolan antara saya, suami saya, Syeikh
Muhammad dan istri beliau.
Sambil menunjuk Zangi, anak saya yang bungsu,
Syeikh Muhammad bertanya dalam bahasa arab kepada suami, apakah anak itu
putranya? (Ya, nyebut-nyebut ibnu-ibnu
gitu...)
Saya jawab, “Na’am, huwa ibnu Amin”, dengan cukup pe-de. Karena saya “kebetulan”
ngerti apa yang ditanyakan dan tahu
mesti jawab apa.
Lalu beliau menanyakan, apakah saya juga
putrinya?
Haha, saya menahan tawa dan segera menjawab,
“La, la, huwa zawjiy...” Sambil
mikir juga sih, hehe. Semuda itukah saya, sampai dikira anak dari suami sendiri.
(Benerin kerudung dulu deh, biar tambah kelihatan lebih muda gitu lho...)
Obrolan berlanjut... Beliau pun menanyakan
anak saya semua berapa? Yang lain sekarang dimana? Bersama siapa? Macam-macam
deh. Sampai menanyakan maksud dari sms berbahasa indonesia yang dikirim oleh
seseorang ke HP beliau. Suami sih senyum-senyum saja. Kalau bahasa arab, ya,
lumayan lebih bisa saya lah (dikit...)
daripada suami. (Hehe, maaf ya sayang..., setelah ini kita belajar bahasa arab
sama-sama, yuk? Kesempatan buat ngerayu
nih, biar dibolehin ikut kursus
bahasa arab.)
Pas suami lagi pergi, karena mengikuti si
bungsu yang berlarian kesana kemari, Syeikh Muhammad pergi ke sebuah kedai tidak
jauh dari tempat kami. Kemudian beliau kembali dengan membawa 4 gelas plastik
jus jeruk, 2 untuk beliau dan istri, yang 2 lagi untuk saya dan suami.
Jadi ingat, betapa luar biasanya orang arab
kalau sedang menyambut tamu. Seolah pantang bagi mereka tamunya tidak mendapati
apa-apa saat berkunjung ke rumahnya. Ini kami hanya bertemu di tempat umum,
Syeikh Muhammad sudah membelikan kami jus jeruk. Bagaimana kalau saya
berkunjung ke rumah beliau ya...? (Haha, ngarep.)
Mestinya kan saya yang melayani beliau, karena beliau tamu di sini (Indonesia),
dan saya adalah tuan rumahnya. Jadi malu... (Hihi..., tutup muka pake apa ya?)
Setelah kami sama-sama minum jus jeruk, dari
kejauhan terlihat rombongan Syeikh Muhammad yang lain. Maka beliau dan istri pun
pamit, dan memberi salam pada kami. Kami menjawab salam beliau dan menutup
dengan satu kata pamungkas, “Jazakumullah
khoir, ya Syeikh...” Beliau dan istri pun tersenyum sembari berlalu dari
hadapan kami.
Sungguh pertemuan yang berkesan buat kami.
Kami tidak mungkin bisa “ngobrol”
banyak dengan Syeikh Muhammad, meski kami bisa bertemu beliau di masjid setiap
malam selama ramadhan. Karena urusan dan suasananya jelas berbeda, ditambah
kami tidak bisa bahasa arab untuk mengajak beliau ngobrol. Alhamdulillah, semoga
Allah meridhoi pertemuan ini, dan semoga lain waktu kami dipertemukan kembali
dalam suasana yang penuh dengan keimanan. Dan yang tidak kalah penting, semoga
saat itu tiba, saya sudah lancar berbicara dalam bahasa arab. Aamiin...
No comments:
Post a Comment