Suami yang terbaring di RS |
Mendapat Kabar Duka
25 Januari 2018
Sore itu saya mendapat kabar dari rekan suami kalau suami tak sadarkan diri di kantornya. Saya yang ("merasa") paham betul "bagaimana" suami, cukup was-was. Fisik beliau cukup kuat, rasanya tidak mungkin kalau sampai tidak sadarkan diri. "Semoga tidak ada yang serius." Gumam saya mengusir kepanikan yang muncul sesaat.
Ya, beberapa detik panik itu sempat datang. Saya hanya bisa menghela napas. Berada jauh dari keluarga besar bersama 4 anak yang belum bisa ditinggal, saya harus berpikir cepat untuk bisa segera menemui suami yang sudah dibawa ke rumah sakit. Saya pun menghubungi seorang teman untuk datang lebih dulu ke RS sementara saya bersiap dan menyiapkan keperluan anak-anak.
Anak-anak sudah mandi semua, makanan buat mereka siap, dan si bungsu juga sudah dipuaskan ngASI-nya. Saya sendiri juga bersiap seperti saat saya bersiap menjelang suami pulang kantor. Saya tanamkan keyakinan dalam hati, "Saat tiba di RS, suami akan buka mata dan yang pertama kali dilihatnya adalah saya dengan penampilan terbaik saya."
Iya, saya membangun optimisme sejak awal. Tiba di RS, suami masih di ruangan CT-Scan. Saya menunggu sambil sesekali menemui dokter jaga untuk menanyakan keadaan suami serta menyelesaikan beberapa urusan terkait administrasi. Sebagai orang "awam" medis, saya tidak punya cukup pengetahuan tentang kondisi suami. Saya pun mempercayakan suami kepada tim dokter yang menanganinya.
Kalau pun bertanya, pertanyaan saya sangat umum dan lebih mengandalkan logika pikir saya yang bukan seorang dokter. Pertanyaan seperti, apa yang terjadi dengan suami saya? Kenapa itu bisa terjadi? Bagaimana saran dokter terhadap suami? Tindakan apa yang dibutuhkan oleh suami? Dan pertanyaan lain yang sebagian besar kesimpulan jawabannya adalah "sedang diobservasi".
Kalau pun bertanya, pertanyaan saya sangat umum dan lebih mengandalkan logika pikir saya yang bukan seorang dokter. Pertanyaan seperti, apa yang terjadi dengan suami saya? Kenapa itu bisa terjadi? Bagaimana saran dokter terhadap suami? Tindakan apa yang dibutuhkan oleh suami? Dan pertanyaan lain yang sebagian besar kesimpulan jawabannya adalah "sedang diobservasi".
Dari ruangan CT-Scan saya mendapati keadaan suami saya seperti sedang tertidur. Ketika tangan kanannya bergerak, saya mendekati dan membisikkan sesuatu kepada beliau. Ternyata beliau masih bisa mendengar perkataan saya. Bahkan beliau juga bisa merespon pertanyaan-pertanyaan saya dengan anggukan kepala atau menggeleng. Tapi beliau tidak berbicara dan tidak membuka mata.
Dari hasil laboratorium dan foto rontgent, saya mendapatkan penjelasan yang "memuaskan". Optimisme saya tetap terjaga hingga saya bertemu dengan dokter spesialis syaraf yang menyampaikan hasil CT-Scan. Dokter perempuan yang masih muda itu berkata kalau suami saya mengalami pendarahan.
Saya pun bertanya, "Apa yang memicu terjadinya pendarahan, Dokter?"
"Pasti karena trauma."
"Trauma bagaimana?"
"Trauma karena benturan, Bu. Bapak jatuh kan?"
"Oh, saya tidak tahu, Dokter. Karena Bapak tidak sadarkan diri di kantor. Tapi informasi yang saya dapat, Bapak tidak jatuh."
"Loh, ini infonya di sini (laporan medis pelapor yang membawa suami ke RS) Bapak jatuh."
"Coba nanti saya tanyakan lagi, Dokter. Tapi apakah ada kemungkinan pemicu lain selain benturan, Dokter?" Tanya saya karena saya yakin dengan informasi yang saya dapatkan bahwa suami saya tidak jatuh.
"Pasti karena benturan, Bu. Nggak ada sebab lainnya."
Mungkin dokter menyampaikan pernyataan ini karena tensi darah suami yang normal, bukan karena sang dokter kurang pengalaman meski dia masih sangat muda.
"Ok, Dok. Jadi tindakan apa yang Dokter sarankan untuk suami saya?"
"Harus operasi, Bu. Tapi tunggu dulu, saya akan konsulkan hasil CT-Scan-nya ke dokter spesialis bedah syaraf."
"Baik, Dokter. Saya tunggu info selanjutnya."
Di sela-sela menunggu para dokter datang dan memanggil saya untuk menghadap, saya mulai menghubungi keluarga besar saya dan suami serta beberapa sahabat untuk meminta bantuan doa. Secara umum mereka semua menunggu kabar dan keputusan dokter terhadap suami saya. Ada beberapa saran tindakan non medis dari beberapa teman, tapi saya kesulitan untuk melakukannya sendiri.
*bersambung...
Ya Allah semoga gak begitu serius penyakitnya. Aku jad penasaran sama lanjutannya.
ReplyDeleteDuh.. Ikut deg2an, semoga kondisi suami baik2 saja ya mb..tidak ada yang serius..
ReplyDeleteSemoga kondisi suami baik baik saja ya mba, saya disini ikut deg deg an bacanya karena saya juga diposisi sama seperti mba jauh dari saudara dan masih ada anak yang tidak bisa ditinggal
ReplyDeleteYa Allah mbaa, yang sabar dan semoga kondisi suami segera membaik. D angkat penyakitnya dan d berikan kesembuhan yg barokah mba
ReplyDeleteSemoga kondisi suami mba segera membaik. Kebayang, menghadapi situasi seperti ini seorang diri dan jauh dari keluarga. Namun, yakinlah mba kalau tidak akan sendiri. Ada Allah yang sangat dekat dan memohonlah hanya pada-Nya.
ReplyDeleteIkut baper mb, sedih saya. Semoga lancar operasinya...suami mb krmbali sehat.
ReplyDeleteSemoga operasinya dilancarkan mba, dan suaminya kembali sehat dan bisa beraktifitas seperti semula
ReplyDeleteYa Allah, sabar ya mbak, semoga lancar segala proses pengobatan beliau dan bisa kemnalk beraktifitas seperti semula.
ReplyDeleteSabar ya mbak semoga suami mbak cepat pulih dan sehat..
ReplyDeleteWalaupun saya sudah tahu akhir cerita suami Mbak Aan, saya tetap menunggu kisah selanjutnya.
ReplyDeleteBagus jika ditulis begini, Mbak. Sebagai kenangan akan suami, obat rindu, juga melepaskan (mungkin) beban yang masih tersisa di dalam dada.
Allahummaghfirlahu warhamhu waafihi wa'fuanhu. Insya Allah Mbak Aan adalah ibu dan perempuan yang kuat :)
Banyak kejadian yang tidak bisa kita duga dalam hidup ini ya Mbak. Tetap mendekat kepada Allah karena ia sebaik2 penolong dan selalu berhusnudzon. Yakin Allah akan selalu memberi jalan keluar terbaik. Aamiin. Syafahullah buat suaminya mbak🙏
ReplyDeleteya Allah ... sabar ya Mbak ... saya penasaran dengan kelanjutannya mbak ...
ReplyDeleteMusibah memang tidak diketahui kapan datangnya. Penasaran sama lanjutannya
ReplyDeleteSabar ya Mbak semoga smua bisa teratasi. Suami kmbali sehat. Aamiin.
ReplyDeleteInnalillaahi wa inna ilaihi raji'un, sakit, musibah, ujian maupun kepulangan memang harus kita sikapi dengan kesabaran, karena memang semuanya milik Allah. Semoga mbak, anak2 dan keluarga lainnya menghadapinya
ReplyDeleteMasya Allah, saya salut sama Mbak. Semoga Allah kuatkan dirimu, semoga anak-anak menjadi sholeh dan sholehah jadi penyejuk hati...
ReplyDeletesyafahallu buat suaminya mbak, luar biasa mbak kholifah menghadapi semuanya tetap dalam kondisi tenang, semoga Allah SWT selalu memberikan kesabaran kepada mbak..aamiin
ReplyDeleteYa Allah saya yg lagi LDMan sm suami jd baper dn bisa merasakan apa yg ibu rasakan..
ReplyDeleteSbar ya bu..
Smga bapak lekas sembuh ya..
Dan akan baik baik saja ya