sekali bisa menaklukkan ombak, anak-anak akan mengulanginya lagi,
dan mereka pun jadi tahu, kapan harus melompat menghindari hempasan ombak
Pernah mengalami kejadian yang sama, di tempat yang sama, lebih dari sekali? Hal yang sangat mungkin bisa terjadi. Kalau kejadiannya menyenangkan sih, it's ok waelah. Tapi bagaimana dengan kejadian yang tidak menyenangkan? Hmm, sepertinya kalau kejadian yang tidak menyenangkan sampai terjadi lebih dari dua kali, kita benar-benar sedang butuh kehati-hatian ekstra. Kenapa begitu?
Ingat pepatah "keledai tidak akan terperosok dua kali di lubang yang sama"? Pepatah lama ini pantas rasanya untuk dijadikan bahan renungan. Kalau keledai saja bisa menghindar untuk tidak terperosok lagi di lubang yang sama, seharusnya kita kan bisa lebih pintar dari keledai. Apalagi keledai sudah biasa diidentikkan sebagai binatang yang bodoh. Nah, lho! Hihi...
Saya jadi ingat kejadian semalam. Tadi malam, untuk kali kedua saya memasuki ibu kota Jakarta dengan roda empat tanpa ditemani suami. Pada kali pertama, saya masuk ibu kota pada hari sabtu, hari dimana beberapa kantor tidak buka, alias libur. Saya kira lalulintas bakal sepi, tapi ternyata sama saja--macetnya. Karena tadi malam hari efektif, pastinya lalulintas bakal padat. Dan ternyata memang beneran padat, walau tidak di semua titik. Entah sudah biasa, atau hanya tadi malam, di titik-titik yang padat, beberapa polisi nampak berjaga-jaga.
Sampailah saya di sebuah pertigaan yang jalannya ada tiga lajur. Karena saya mau lurus, saya memilih lajur yang di tengah. Maksud hati agar aman dan tidak mengganggu kelancaran lalulintas. Tapi siapa sangka, ternyata dua lajur kanan dikhususkan untuk kendaraan yang akan berbelok ke kanan. Saya pun pasang aksi, menyalakan reting kiri untuk berjalan lurus. Dan tiba-tiba, "priiit..." suara pluit polisi mengagetkan saya. Ups! Jadi kena tilang deh, hihi...
Selama berkendara, hal yang sama pernah saya alami, tapi di tempat berbeda dan memang belum pernah disemprit polisi. Saya tidak terlalu mengerti "peraturan" yang macam begitu. Kalau kata pak polisi, tindakan saya itu mengganggu antrian orang lain. Hmm, okelah pak polisi, saya maklum saja. Mungkin karena padatnya lalulintas di Jakarta, sehingga yang seperti itu dianggap pelanggaran. Atau memang begitu aturannya? Hehe, entahlah. Karena bukan itu yang penting. Yang terpenting sekarang adalah, saya jadi tahu ada aturan seperti itu. Dan jangan sampai kejadian yang sama menimpa saya lagi--eman duite...
By the way, urusan tilang menilang, pengendara tentunya akan terbiasa dan tahu titik mana saja ada polisi yang siaga. Dan biasanya pengendara akan lebih hati-hati untuk melakukan pelanggaran di tempat-tempat tersebut agar tidak terkena tilang dari polisi. Pesan penting dari hal tersebut adalah bagaimana seseorang itu belajar dari peristiwa yang pernah dialaminya. Dipilihnya tindakan untuk lebih berhati-hati, karena seseorang tentu tidak ingin terkena sanksi hukum dari pelanggarannya, alias kena tilang... #mbayar
Kembali pada si keledai. Keledai adalah makhluk Allah dari kelompok binatang. Sebagai sesama makhluk, manusia diberi kelebihan dibandingkan keledai, yaitu pada akal yang dimiliki manusia. Jadi sudah seharusnya manusia jauh lebih baik dari keledai. Maka dari itu, agar tidak terperosok ke lubang yang sama, ada baiknya seseorang mulai belajar. Menjadikan pengalamannya di masa lalu sebagai guru dan pengingat untuk menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi di masa yang akan datang. Ya, belajar dari pengalaman. Kalaulah belum pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan, ambillah pengalaman orang lain sebagai contoh untuk lebih mawas diri terhadap peristiwa serupa.
#OneDayOnePost
#keepwriting
#14
kena tilang..hehehe..mudh2an bisa selalu belajar dari pengalaman
ReplyDeletekena tilang..hehehe..mudh2an bisa selalu belajar dari pengalaman
ReplyDeletekena tilang bisa jadi tulisan.. keren mbak kholifah^^
ReplyDeleteHaha, soalnya saya terhitung sangat jarang kena tilang, Mitha...
DeleteThank's yaaa ^__^
Kena tilang pak polisi karena numpang temen naik motor nggak pakai helm.
ReplyDeleteWah, kalau helm, saya hampir selalu pakai, mbak Wiwid. Karena saya pernah mengalami kejadian kurang nyaman saat tidak pakai. Kapan-kapan saya tulis di blog deh, hehe.. #noted
DeletePengalaman emang guru terbaik :)
ReplyDeleteBetul sekali, Cicilia.
DeleteKarena biasanya sulit untuk dilupakan, hihi...