Thursday, March 3, 2016

Belajar Dari Getuk

Semalam saya merasakan kantuk yang teramat sangat, tidak seperti biasanya. Padahal saya belum membuat tulisan untuk di-posting hari ini. Bagaimana nggak ngantuk, kemarin saya tidak sempat tidur siang. Ngojek anak-anak yang biasanya adalah tugas suami, harus saya gantikan karena suami ada pekerjaan kantor yang tidak bisa ditinggal. Padahal ada dua anak di sekolah berbeda dengan jadual pulang yang juga berbeda. Ditambah harus ngojek suami pula. Maklum, sepeda motor cuma satu. Dan suami paling malas kalau ke kantor naik mobil. Begitulah kalau kantor dan rumah jaraknya dekat, hehe.. (#bersyukuuur...)

Kalau hanya tidak tidur siang, kadang saya masih kuat melek hingga tengah malam. Namun, malam sebelumnya waktu tidur saya sudah terkurangi. Ada kesibukan mendadak yang harus dilakukan untuk tugas sekolah Aisyah, anak saya yang ke-2. Saya harus menyiapkan singkong rebus untuk dibawa ke sekolah Aisyah besok paginya. Bisa saja singkongnya direbus pagi-pagi sekali, tapi akan lebih aman kalau 2kg singkong itu sudah saya kupas dulu. Buat jaga-jaga, kalau-kalau saya mbangkong, hihi...

Buat apa singkong rebus? Kata Aisyah, akan ada kegiatan membuat "getuk". Ya, getuk. Ngomongin getuk, saya jadi ingat kota Malang, dimana penjaja getuk lindri mudah sekali ditemukan di sana. Dan selama hampir dua tahun saya tinggal di Tangerang Selatan, belum pernah saya bertemu dengan penjual getuk lindri seperti di Malang. Membuat saya semakin rindu akan suasana kota yang selama hampir 15 tahun saya tinggali itu. (hiks..hiks.. kangeeenn)

Oya, ada yang gak tahu getuk? Getuk itu jenis penganan yang berbahan dasar singkong. Bahan-bahan lainnya baru saya ketahui kemarin, setelah melihat daftar bahan-bahan membuat getuk milik Aisyah. Tapi kemudian saya jadi ragu, getuk ini olahan singkong rebus atau sejatinya memang singkong rebus? Karena selain singkong rebus, hanya perlu penambahan gula jika suka manis. Lah, kalau tidak suka, ya sudah, singkong rebus saja dihaluskan. Lalu bahan lain lagi, yaitu pewarna, yang tentu saja fungsinya adalah untuk memberi warna. Kalau suka yang alami (warna "singkong" maksudnya), kan berarti tidak perlu pewarna. So, tetap singkong rebus kan?

"Getuk" 
(Foto diambil dari sini)

Tapi di situlah ada pelajaran yang bisa saya petik. Namanya singkong rebus itu, biasanya merupakan makanan murah dan identik dengan makanan "orang udik". Yang cara membuatnya pun mudah, yaitu dengan mengupas singkong terus direbus. Jadi deeeh! Hehe..

Naaah, kalau singkong rebus itu dihaluskan, sehingga mudah dan terasa lembut saat dikunyah, kan jadi berbeda. Apalagi kalau ditambahkan gula. Hmm, tentu rasanya jadi lebih manis, rasa yang umumnya lebih disukai banyak orang. Kemudian kalau ditambahkan pewarna, pasti jadi makin cantik aja tuh. Lanjut lagi dengan proses pencetakan dan pemberian hiasan di atasnya (toping..toping.. iya tahu..), lalu dihidangkan dengan wadah menarik dan disajikan di meja sebuah restoran berbintang. Kira-kira apa yang terjadi ya??? Yang jelas penampilan si singkong rebus sudah mengalami banyak perubahan. Dan pastinya akan mempengaruhi nilai jual si singkong. Mungkin sepotong dengan berat 100g, akan berharga sama dengan singkong 1kg atau bahkan lebih. Perubahan yang luar biasa bukan? Padahal esensinya sama, sama-sama singkong rebus, hihi..

Begitu pula dengan sebuah tulisan. Boleh jadi hal yang ingin disampaikan dari sekian banyak tulisan itu sama. Namun dengan pemilihan kata, rangkaian kalimat dan alur cerita yang berbeda, juga akan memberi kesan yang berbeda kepada pembacanya. Yang jadi masalah adalah saya belum bisa memilih kata yang tepat dan merangkai kalimat dengan baik, apalagi menentukan alur cerita yang menarik. Jadi kalau harus memilih, antara meracik sebuah tulisan dengan merubah singkong rebus menjadi getuk yang cantik, sepertinya saat ini saya lebih siap untuk membuat getuk saja, haha...

Gara-gara getuk, rencana tema tulisan saya untuk hari ini berubah getuk. Padahal tadinya bukan mau membahas getuk. Tapi getuk sudah membuat saya berpikir sambil mantuk-mantuk. Dan karena getuk, sekarang pun saya masih mengantuk. Ah, sudahlah, semoga saya bisa belajar dari si getuk. Getuuuk...


#OneDayOnePost
#keepwriting
#4

7 comments:

  1. jadi pengen getuk..di citereup masih banyak penjual getuk lindri...didorong sambil bunyiin musik

    ReplyDelete
    Replies
    1. oya, mbak lisa.. di malang juga iya, sama berarti mbak..

      Delete
  2. jadi pengen getuk..di citereup masih banyak penjual getuk lindri...didorong sambil bunyiin musik

    ReplyDelete
  3. Buru weruh tibakno getuk asline cuma singkong rebus dilembutno.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Imaaan... aseli, lagek weruh tenan aku... hihihi...
      Mending telat timbang ora tahu ngerti... iya, tho... wkwkwk

      Delete
  4. aku gak pernah makan getuk :')
    di makassar nggak ada mbak^^
    semoga semangat nulis mbak kholifah bisa mmbuahkan hasil kelak spt hal ny metamorfosa getuk ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin.. aamiin.. aamiiiiin...
      terima kasih mbak khofiyaa, doa yang sama buat mbak ya...
      insya Allah.. ntar, kalau mbak ada kesempatan main ke tangsel, tak binikin getuk, mbak...

      Delete